Satgas Waspada Investasi Temukan 508 Fintech Ilegal hingga Maret 2020
A
A
A
JAKARTA - Satgas Waspada Investasi (SWI) sampai pertengahan Maret 2020 kembali menemukan fintech peer to peer lending, entitas investasi dan gadai swasta tanpa izin yang masih banyak beroperasi dan bisa merugikan masyarakat. Pada Maret ini SWI kembali menemukan 388 entitas fintech peer to peer (P2P) lending ilegal.
Sebelumnya di Januari 2020, SWI menemukan 120 entitas yang melakukan kegiatan fintech P2P lending ilegal yang tidak terdaftar di OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Sehingga total sejak Januari 2020 sampai Maret 2020 fintech lending ilegal yang ditemukan mencapai 508 entitas.
Adapun total fintech lending ilegal yang telah ditangani Satgas Waspada Investasi sejak tahun 2018 sampai Maret 2020 sebanyak 2.406 entitas. “Kami tidak akan kendur untuk terus mensosialisasikan kepada masyarakat untuk selalu waspada sebelum menggunakan fintech lending, mengikuti penawaran investasi dan memanfaatkan usaha gadai swasta untuk melindungi masyarakat,” kata Ketua SWI Tongam L Tobing di Jakarta, Minggu (16/3/2020).
Sambung Tongam meminta kepada masyarakat untuk terlebih dahulu memeriksa legalitas izin atau tanda terdaftar perusahaan fintech peer to peer lending, entitas penawar investasi dan gadai swasta kepada OJK atau otoritas yang terkait.
“Masyarakat sebaiknya menanyakan terlebih dahulu ke Kontak OJK 157 atau WA 081157157157 atau email [email protected] dan [email protected]. Masyarakat juga bisa melihat daftar fintech lending yang terdaftar dan berizin serta daftar perusahaan investasi ilegal di website OJK,” kata Tongam.
Saat ini sampai pertengahan Maret, SWI juga sudah menemukan dan menghentikan 15 kegiatan usaha yang diduga melakukan kegiatan penawaran investasi tanpa izin dari otoritas yang berwenang dan berpotensi merugikan masyarakat. 15 entitas ini berusaha memanfaatkan ketidakpahaman masyarakat untuk menipu dengan cara iming-iming pemberian imbal hasil yang sangat tinggi dan tidak wajar.
Sejumlah entitas penawaran investasi ilegal ini juga menduplikasi website entitas yang memiliki izin sehingga seolah-olah website tersebut resmi milik entitas yang memiliki izin. Dari 15 entitas tersebut di antaranya melakukan kegiatan sebagai 7 Perdagangan Forex tanpa izin lalu 4 Investasi Uang; dan 4 Investasi lainnya.
Selain itu, SWI juga menemukan 25 usaha pergadaian ilegal yang dilakukan tanpa izin dari OJK sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian (POJK). Dalam ketentuan POJK tersebut seluruh kegiatan usaha pergadaian swasta diwajibkan untuk mendaftarkan diri kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam tenggat batas waktu 2 tahun sejak POJK tersebut terbit yaitu batas akhir Juli tahun 2019.
Sebelumnya pada tahun 2019, SWI telah mengumumkan 68 entitas gadai ilegal sehingga total sejak tahun 2019 sampai Maret 2020 menjadi 93 entitas gadai ilegal dan tidak menutup kemungkinan akan banyak lagi entitas gadai ilegal yang akan ditemukan oleh SWI.
Tongam menyatakan, SWI yang terdiri dari 13 Kementerian dan Lembaga (K/L) akan terus berupaya memberantas kegiatan fintech lending, penawaran investasi dan gadai swasta ilegal ini dengan berbagai langkah antara lain seperti mengajukan blokir website. Selain itu aplikasi secara rutin lapor kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia.
Lalu, memutuskan akses keuangan dari fintech lending ilegal imbauan kepada perbankan untuk menolak pembukaan rekening tanpa rekomendasi OJK dan melakukan konfirmasi kepada OJK untuk rekening existing yang diduga digunakan untuk kegiatan fintech lending ilegal dan meminta Bank Indonesia untuk melarang fintech payment system memfasilitasi fintech lending ilegal.
Serta menyampaikan laporan informasi kepada Bareskrim Polri untuk proses penegakan hukum dan peningkatan peran Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) untuk sosialisasi dan penanganan fintech lending ilegal. SWI juga mengimbau kepada masyarakat agar sebelum melakukan investasi untuk memahami hal-hal yakni memastikan pihak yang menawarkan investasi tersebut memiliki perizinan dari otoritas yang berwenang sesuai dengan kegiatan usaha yang dijalankan.
Lalu, memastikan pihak yang menawarkan produk investasi, memiliki izin dalam menawarkan produk investasi atau tercatat sebagai mitra pemasar. Serta memastikan jika terdapat pencantuman logo instansi atau lembaga pemerintah dalam media penawarannya telah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sebelumnya di Januari 2020, SWI menemukan 120 entitas yang melakukan kegiatan fintech P2P lending ilegal yang tidak terdaftar di OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Sehingga total sejak Januari 2020 sampai Maret 2020 fintech lending ilegal yang ditemukan mencapai 508 entitas.
Adapun total fintech lending ilegal yang telah ditangani Satgas Waspada Investasi sejak tahun 2018 sampai Maret 2020 sebanyak 2.406 entitas. “Kami tidak akan kendur untuk terus mensosialisasikan kepada masyarakat untuk selalu waspada sebelum menggunakan fintech lending, mengikuti penawaran investasi dan memanfaatkan usaha gadai swasta untuk melindungi masyarakat,” kata Ketua SWI Tongam L Tobing di Jakarta, Minggu (16/3/2020).
Sambung Tongam meminta kepada masyarakat untuk terlebih dahulu memeriksa legalitas izin atau tanda terdaftar perusahaan fintech peer to peer lending, entitas penawar investasi dan gadai swasta kepada OJK atau otoritas yang terkait.
“Masyarakat sebaiknya menanyakan terlebih dahulu ke Kontak OJK 157 atau WA 081157157157 atau email [email protected] dan [email protected]. Masyarakat juga bisa melihat daftar fintech lending yang terdaftar dan berizin serta daftar perusahaan investasi ilegal di website OJK,” kata Tongam.
Saat ini sampai pertengahan Maret, SWI juga sudah menemukan dan menghentikan 15 kegiatan usaha yang diduga melakukan kegiatan penawaran investasi tanpa izin dari otoritas yang berwenang dan berpotensi merugikan masyarakat. 15 entitas ini berusaha memanfaatkan ketidakpahaman masyarakat untuk menipu dengan cara iming-iming pemberian imbal hasil yang sangat tinggi dan tidak wajar.
Sejumlah entitas penawaran investasi ilegal ini juga menduplikasi website entitas yang memiliki izin sehingga seolah-olah website tersebut resmi milik entitas yang memiliki izin. Dari 15 entitas tersebut di antaranya melakukan kegiatan sebagai 7 Perdagangan Forex tanpa izin lalu 4 Investasi Uang; dan 4 Investasi lainnya.
Selain itu, SWI juga menemukan 25 usaha pergadaian ilegal yang dilakukan tanpa izin dari OJK sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian (POJK). Dalam ketentuan POJK tersebut seluruh kegiatan usaha pergadaian swasta diwajibkan untuk mendaftarkan diri kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam tenggat batas waktu 2 tahun sejak POJK tersebut terbit yaitu batas akhir Juli tahun 2019.
Sebelumnya pada tahun 2019, SWI telah mengumumkan 68 entitas gadai ilegal sehingga total sejak tahun 2019 sampai Maret 2020 menjadi 93 entitas gadai ilegal dan tidak menutup kemungkinan akan banyak lagi entitas gadai ilegal yang akan ditemukan oleh SWI.
Tongam menyatakan, SWI yang terdiri dari 13 Kementerian dan Lembaga (K/L) akan terus berupaya memberantas kegiatan fintech lending, penawaran investasi dan gadai swasta ilegal ini dengan berbagai langkah antara lain seperti mengajukan blokir website. Selain itu aplikasi secara rutin lapor kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia.
Lalu, memutuskan akses keuangan dari fintech lending ilegal imbauan kepada perbankan untuk menolak pembukaan rekening tanpa rekomendasi OJK dan melakukan konfirmasi kepada OJK untuk rekening existing yang diduga digunakan untuk kegiatan fintech lending ilegal dan meminta Bank Indonesia untuk melarang fintech payment system memfasilitasi fintech lending ilegal.
Serta menyampaikan laporan informasi kepada Bareskrim Polri untuk proses penegakan hukum dan peningkatan peran Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) untuk sosialisasi dan penanganan fintech lending ilegal. SWI juga mengimbau kepada masyarakat agar sebelum melakukan investasi untuk memahami hal-hal yakni memastikan pihak yang menawarkan investasi tersebut memiliki perizinan dari otoritas yang berwenang sesuai dengan kegiatan usaha yang dijalankan.
Lalu, memastikan pihak yang menawarkan produk investasi, memiliki izin dalam menawarkan produk investasi atau tercatat sebagai mitra pemasar. Serta memastikan jika terdapat pencantuman logo instansi atau lembaga pemerintah dalam media penawarannya telah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(akr)