Industri Pembiayaan Siap Diskusi Minta Keringanan ke Bank dan OJK
A
A
A
JAKARTA - Pelaku industri pembiayaan siap meminta keringanan pembayaran cicilan pinjamannya kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan perbankan. OJK telah menerbitkan POJK no 11/POJK 3/2020 yang mengatur stimulus perekonomian akibat pandemi Covid-19 namun baru untuk sisi perbankan.
Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno mengatakan, saat ini industri pembiayaan terus tertekan dan mengakomodir restrukturisasi pinjaman nasabah yang terdampak pandemi Covid-19. Namun, dia mengaku anggota industri pembiayaan siap melayani reschedule untuk nasabah yang taat aturan dan mau datang berdiskusi. Di sisi lain, industri pembiayaan belum mendapat kejelasan keringanan yang didapat dari perbankan.
"Kami akan diskusikan dengan OJK. Harapannya bisa diringankan tidak bayar pokoknya. Aturan relaksasi itu baru di sisi perbankan. Belum ada POJK khusus untuk leasing. Semoga ada juga aturannya," ujar Suwandi di Jakarta, Selasa (24/3/2020).
Dia mengaku belum mengalkulasi total pembiayaan yang harus direstrukturisasi tahun ini. Menurut dia, bencana ini sangat mendadak sehingga belum ada persiapan yang dilakukan. Bahkan, dia harus melupakan target pertumbuhan industri pembiayaan sebesar 4% tahun ini. Dirinya mengakui tahun ini akan sangat berat. "Tahun ini belum dikalkulasi koreksi untuk target pertumbuhan. Rasanya sudah tidak mungkin tumbuh 4% di tahun ini," ujarnya.
Suwandi juga mengeluhkan para debitur yang salah mengartikan relaksasi OJK dan tidak mau membayar cicilannya. Sementara pembayaran cicilan tetap perlu dilakukan karena perusahaan leasing juga perlu membayar cicilan kredit kepada pihak perbankan.
“Kalau tidak bayar setahun tentu tidak mungkin. Dampaknya pembayaran kredit jadi macet, terus bagaimana kami membayar ke bank,” tukasnya.
Dalam POJK dinyatakan kualitas kredit/pembiayaan yang direstrukturisasi dapat ditetapkan lancar apabila diberikan kepada debitur yang terkena dampak penyebaran Covid-19. Fasilitas restrukturisasi dilakukan setelah debitur terkena dampak penyebaran Covid-19.
Restrukturisasi kredit/pembiayaan dilakukan sesuai peraturan OJK mengenai penilaian kualitas aset, antara lain dengan cara penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu, pengurangan tunggakan pokok, pengurangan tunggakan bunga, penambahan fasilitas kredit/pembiayaan; dan/atau konversi kredit/pembiayaan menjadi Penyertaan Modal Sementara.
Bank dapat melakukan restrukturisasi untuk seluruh kredit/pembiayaan kepada seluruh debitur. Ini juga termasuk debitur UMKM, sepanjang debitur terdampak Covid-19. Untuk pemberian perlakuan khusus tidak melihat batasan plafon kredit/pembiayaan.
Direktur Utama Mandiri Tunas Finance (MTF) Arya Suprihadi mengakui sejauh ini pihaknya baru dapat melakukan pendataan para debitur yang mengajukan permintaan restrukturisasi tersebut.
Saat ini pihaknya baru melihat debitur terdampak paling awal adalah debitur yang berhubungan dengan industri pariwisata seperti hotel, travel, rental mobil, dan restoran.
"Kita akan verifikasi pengajuan yang masuk. Sementara pemberian keringanannya akan dilakukan case by case tergantung karena kita akan melihat kemampuan debiturnya," ujar Arya.
Tidak hanya sebatas itu, ke depan akan dievaluasi industri lainnya yang juga terkena dampak bencana penyebaran pandemi Covid-19. Pihaknya akan terbuka dan berdiskusi dengan seluruh nasabah.
"Sebagai awal adalah segmen yang berkaitan pariwisata. Namun, selanjutnya bisa juga ke segmen dan sektor usaha lain yang berdasarkan verifikasi kami memang terdampak bencana corona," ujarnya.
Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno mengatakan, saat ini industri pembiayaan terus tertekan dan mengakomodir restrukturisasi pinjaman nasabah yang terdampak pandemi Covid-19. Namun, dia mengaku anggota industri pembiayaan siap melayani reschedule untuk nasabah yang taat aturan dan mau datang berdiskusi. Di sisi lain, industri pembiayaan belum mendapat kejelasan keringanan yang didapat dari perbankan.
"Kami akan diskusikan dengan OJK. Harapannya bisa diringankan tidak bayar pokoknya. Aturan relaksasi itu baru di sisi perbankan. Belum ada POJK khusus untuk leasing. Semoga ada juga aturannya," ujar Suwandi di Jakarta, Selasa (24/3/2020).
Dia mengaku belum mengalkulasi total pembiayaan yang harus direstrukturisasi tahun ini. Menurut dia, bencana ini sangat mendadak sehingga belum ada persiapan yang dilakukan. Bahkan, dia harus melupakan target pertumbuhan industri pembiayaan sebesar 4% tahun ini. Dirinya mengakui tahun ini akan sangat berat. "Tahun ini belum dikalkulasi koreksi untuk target pertumbuhan. Rasanya sudah tidak mungkin tumbuh 4% di tahun ini," ujarnya.
Suwandi juga mengeluhkan para debitur yang salah mengartikan relaksasi OJK dan tidak mau membayar cicilannya. Sementara pembayaran cicilan tetap perlu dilakukan karena perusahaan leasing juga perlu membayar cicilan kredit kepada pihak perbankan.
“Kalau tidak bayar setahun tentu tidak mungkin. Dampaknya pembayaran kredit jadi macet, terus bagaimana kami membayar ke bank,” tukasnya.
Dalam POJK dinyatakan kualitas kredit/pembiayaan yang direstrukturisasi dapat ditetapkan lancar apabila diberikan kepada debitur yang terkena dampak penyebaran Covid-19. Fasilitas restrukturisasi dilakukan setelah debitur terkena dampak penyebaran Covid-19.
Restrukturisasi kredit/pembiayaan dilakukan sesuai peraturan OJK mengenai penilaian kualitas aset, antara lain dengan cara penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu, pengurangan tunggakan pokok, pengurangan tunggakan bunga, penambahan fasilitas kredit/pembiayaan; dan/atau konversi kredit/pembiayaan menjadi Penyertaan Modal Sementara.
Bank dapat melakukan restrukturisasi untuk seluruh kredit/pembiayaan kepada seluruh debitur. Ini juga termasuk debitur UMKM, sepanjang debitur terdampak Covid-19. Untuk pemberian perlakuan khusus tidak melihat batasan plafon kredit/pembiayaan.
Direktur Utama Mandiri Tunas Finance (MTF) Arya Suprihadi mengakui sejauh ini pihaknya baru dapat melakukan pendataan para debitur yang mengajukan permintaan restrukturisasi tersebut.
Saat ini pihaknya baru melihat debitur terdampak paling awal adalah debitur yang berhubungan dengan industri pariwisata seperti hotel, travel, rental mobil, dan restoran.
"Kita akan verifikasi pengajuan yang masuk. Sementara pemberian keringanannya akan dilakukan case by case tergantung karena kita akan melihat kemampuan debiturnya," ujar Arya.
Tidak hanya sebatas itu, ke depan akan dievaluasi industri lainnya yang juga terkena dampak bencana penyebaran pandemi Covid-19. Pihaknya akan terbuka dan berdiskusi dengan seluruh nasabah.
"Sebagai awal adalah segmen yang berkaitan pariwisata. Namun, selanjutnya bisa juga ke segmen dan sektor usaha lain yang berdasarkan verifikasi kami memang terdampak bencana corona," ujarnya.
(ind)