Inilah Solusi Kurangi Impor Garam

Kamis, 08 September 2011 - 10:49 WIB
Inilah Solusi Kurangi Impor Garam
Inilah Solusi Kurangi Impor Garam
A A A
MASUKNYA impor garam yang sempat menyulut perselisihan antara Kementerian Perikanan dan Kelautan dan Kementerian Perdagangan tak bisa dibiarkan begitu saja tanpa ada solusi yang tepat. Lalu, apa solusi dari impor garam?

Ketua Komisi VI DPR, Airlangga Hartanto, sempat mengusulkan agar industri garam di Indonesia ditataniagakan sebagai penengah kekisruhan tersebut. Penataniagaan itu dimaksudkan untuk pasar garam.

Airlangga menyatakan, ditataniagakan industri garam tersebut karena beberapa alasan di antaranya adalah untuk mendorong petani agar bisa mengembangkan garam rakyat. Misalnya untuk di wilayah Madura, Indramayu, dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Mengapa di wilayah tersebut, sebab industri garam memerlukan cuaca yang selalu panas, dan daerah dengan iklim seperti itu sangat terbatas.

"Tata niaga itu misalnya importir terdaftar atau importir produsen yang skala industri bukan home industry," terangnya.

Untuk mengurangi ketergantunagn impor garam, sebenarnya mulai tahun ini pemerintah mencanangkan program revitalisasi industri garam. Untuk menggenjot produksi, pemerintah dikabarkan menyiapkan dana yang cukup besar mencapai Rp 6,6 triliun. Dalam program ini pemerintah pun menyiapkan lahan di porvinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk menjadi sentra baru bagi industri garam nasional.

Di program revitalisasi industri garam ini tentu saja pemerintah mengikutsertakan PT Garam, BUMN yang telah lama ditugasi di industri ini. Lahan baru di NTT itu sebagian disiapkan untuk ekstensifikasi PT Garam. Namun saat ini PT Garam dinilai masih kurang berfungsi untuk mengatur pergaraman nasional. Belum lagi masalah kekurangan dana membuat perusahaan pelat merah ini nyaris tak bisa bersaing dengan pihak swasta sehingga sulit diharapkan menjadi penyangga garam nasional.

"PT Garam yang ada tidak bisa berfungsi karena kalah bersaing, karena dari segi manajemen tidak menguasai pasar garam, yang dikuasai hanya 20 persen. Bagaimana kalau cuma 20 persen bisa menjadi penyangga, selain itu tidak punya modal yang cukup. Jadi pertama manajemen diperbaiki dan harus dibuat tata niaga," ungkap Airlangga.

Meski demikian, PT Garam tetap diharapkan mampu menjadi penyangga produksi garam nasional. Tak dipungkiri, untuk membuat PT Garam "kembali hidup" pemerintah harus merogoh kocek dalam yaitu sekira Rp500 miliar. Dana tersebut diharapkan mampu menjadi modal kerja PT Garam untuk mengambil garam petani garam agar para petani tersebut bisa ikut merasakan hasilnya.

"Kemarin dihitung kalau fungsi penyangga ini bisa dilaksanakan maka biaya yang dibutuhkan, modal kerja yang dibutuhkan untuk mengambil garam rakyat agar rakyat bisa menikmati hasil, hampir Rp500 miliar," ungkap Airlangga.

Fungsi penyangga yang dimaksud adalah fungsi PT Garam bisa memiliki market share (pangsa pasar) lebih besar dari sebelumnya yang hanya 20 persen. Saat ini, PT Garam yang ada dinilai tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Hal tersebut terjadi karena kalah persaingan dalam pemasaran garam.

PT Garam adalah perusahaan milik pemerintah yang berdomisili di pulau Madura yang bertugas memproduksi dan memasarkan Garam bahan baku untuk industri dan garam olahan untuk konsumsi. Adapun produk hasil PT Garam yaitu Garam Lososa, Garam Maduro, Garam Segitiga "G", Garam Anak Sehat, Garam Keluarga Sehat, dan Garam Produksi.

Pengamat Pertanian, Khudori, meminta pemerintah untuk melakukan langkah tegas jika ingin membuat Perusahaan Negara (PN) Garam sebagai satu-satunya penyerap garam produksi petani atau menyerahkan penyerapan garam petani ke pihak swasta.

"Selama ini kan memang ada PT Garam, tetapi kinerjanya katanya tidak maksimal. Kalau begitu, ya harus ditingkatkanm kinerjanya. Misalnya peningkatan dana yang harus ditingkatkan untuk menyerap garam petani," ujar Khudori.

Dia pun mengusulkan agar pengelolaan garam di tingkat petani ada baiknya meniru sistem penyerapan seperti yang dilakukan Badan Urusan Logistik (Bulog) yang menampung beras dengan sistem pembayaran separuh di depan.

Namun, jika pemerintah tidak serius meningkatkan kinerja PT Garam sebagai penampung garam petani, pemerintah harus mulai memikirkan untuk menyerahkan pengelolaan garam kepada pihak swasta.

"Garam itu, saya pikir kebutuhannya tidak terlalu banyak ya, PT Garam itu juga kan BUMN warisan Belanda, kalau memang negara menganggap tidak usah ngurusin garam ya sudah kasihkan ke swasta," tuntasnya.

(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.2003 seconds (0.1#10.140)