Obama minta kerja sama hentikan krisis fiskal
A
A
A
Sindonews.com - Hanya beberapa jam setelah pemotongan belanja resmi berlaku, Presiden Barack Obama mendesak kongres untuk bekerja sama berkompromi menghentikan krisis fiskal, yang dikatakannya telah "menyakiti" seluruh masyarakat AS.
Seperti diketahui, Obama telah gagal menghindari pengurangan pengeluaran yang dalam dengan istilah "menyita". Jika dibiarkan di tempat tanpa "obat" legislatif, lembaga pemerintah harus memotong anggaran sebesar USD85 miliar mulai Sabtu sampai 1 Oktober 2013.
"Pemotongan ini tidak cerdas. Mereka akan merugikan perekonomian kita dan biaya pekerjaan. Kongres dapat mematikannya setiap saat. Untuk itu, secepatnya kedua belah pihak harus bersedia kompromi," ujar Obama dalam pidato mingguannya, seperti dilansir Reuters, Sabtu (2/3/2013).
Dalam ketidaksepakatan fiskal, Washington memikirkan bagaimana memangkas defisit anggaran dan utang nasional yang terus membengkak sebesar USD16 triliun akibat perang di Irak dan Afghanistan.
"Semakin lama pemotongan ini dibiarkan, semakin besar kerusakan. Para ekonom memperkirakan kondisi ini akan memperlambat ekonomi lebih dari 1,5 persen," kata Obama.
Seperti diketahui, Obama telah gagal menghindari pengurangan pengeluaran yang dalam dengan istilah "menyita". Jika dibiarkan di tempat tanpa "obat" legislatif, lembaga pemerintah harus memotong anggaran sebesar USD85 miliar mulai Sabtu sampai 1 Oktober 2013.
"Pemotongan ini tidak cerdas. Mereka akan merugikan perekonomian kita dan biaya pekerjaan. Kongres dapat mematikannya setiap saat. Untuk itu, secepatnya kedua belah pihak harus bersedia kompromi," ujar Obama dalam pidato mingguannya, seperti dilansir Reuters, Sabtu (2/3/2013).
Dalam ketidaksepakatan fiskal, Washington memikirkan bagaimana memangkas defisit anggaran dan utang nasional yang terus membengkak sebesar USD16 triliun akibat perang di Irak dan Afghanistan.
"Semakin lama pemotongan ini dibiarkan, semakin besar kerusakan. Para ekonom memperkirakan kondisi ini akan memperlambat ekonomi lebih dari 1,5 persen," kata Obama.
(dmd)