Pengenaan cukai pada MRKP ancam fiskal negara
A
A
A
Sindonews.com - Lembaga Katalog Indonesia (LKI) menilai rencana pemerintah yang akan mengenakan cukai pada minuman ringan berkarbonasi yang berpemanis (MRKP) justru akan berdampak pada penyusutan pemasukan pemerintah sehingga kontinuitas fiskal Indonesia akan terganggu.
Berdasarkan perhitungan, pada tahun 2013 rasio debt-to-GDP Indonesia akan meningkat dari 23.4 persen menjadi 24.1 persen, dengan asumsi penyusutan pemasukan pemerintah hanya dari industri minuman ringan.
Apabila penurunan pemasukan pemerintah merupakan akibat dari pajak-pajak tidak langsung dari seluruh aspek ekonomi, maka rasio debt-to-GDP akan meningkat hingga 24.2 persen.
“Jika situasi ini berlanjut untuk jangka waktu yang panjang, maka rasionya akan semakin tinggi,” ujar Direktur Riset dan Advokasi LKI, Andriea Salamun dalam siaran persnya, Rabu (3/4/2013).
Andriea menambahkan, untuk menentukan kontinuitas fiskal dari suatu negara biasanya digunakan batas rasio 30 persen. Apabila rasionya sudah melampaui 30 persen maka kondisi finansial pemerintahan suatu negara dianggap berbahaya.
Sebelumnya diberitakan, pemerintah berencana akan mengenakan cukai pada minuman ringan berkarbonasi yang berpemanis (MRKP) sebesar Rp3.000/liter dengan harapan akan menambah pemasukan cukai sebesar Rp590 miliar/tahun.
Menanggapi rencana pemerintah tersebut, Andriea mengatakan, di satu sisi pemerintah akan mendapatkan penerimaan tambahan sebesar Rp590 miliar dari cukai MRKP, namun di sisi lain penerimaan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan berkurang hingga Rp562.7 miliar dan penerimaan dari pajak perusahaan akan menurun hingga Rp736.1 miliar.
Selain itu, tambahnya, pemerintah juga akan harus menanggung beban biaya pungutan pajak sebesar Rp74.7 miliar. Sebagai akibatnya pemerintah akan harus menanggung kerugian sebesar Rp783.4 miliar. Kerugian penerimaan dari industri minuman ringan diperkirakan sesuai dengan naik turunnya permintaan.
“Semakin tinggi pemerintah memasang tarif cukai untuk MRKP, maka kerugian yang akan harus ditanggung oleh konsumen, industri minuman dan pemerintah akan semakin besar,” pungkasnya.
Berdasarkan perhitungan, pada tahun 2013 rasio debt-to-GDP Indonesia akan meningkat dari 23.4 persen menjadi 24.1 persen, dengan asumsi penyusutan pemasukan pemerintah hanya dari industri minuman ringan.
Apabila penurunan pemasukan pemerintah merupakan akibat dari pajak-pajak tidak langsung dari seluruh aspek ekonomi, maka rasio debt-to-GDP akan meningkat hingga 24.2 persen.
“Jika situasi ini berlanjut untuk jangka waktu yang panjang, maka rasionya akan semakin tinggi,” ujar Direktur Riset dan Advokasi LKI, Andriea Salamun dalam siaran persnya, Rabu (3/4/2013).
Andriea menambahkan, untuk menentukan kontinuitas fiskal dari suatu negara biasanya digunakan batas rasio 30 persen. Apabila rasionya sudah melampaui 30 persen maka kondisi finansial pemerintahan suatu negara dianggap berbahaya.
Sebelumnya diberitakan, pemerintah berencana akan mengenakan cukai pada minuman ringan berkarbonasi yang berpemanis (MRKP) sebesar Rp3.000/liter dengan harapan akan menambah pemasukan cukai sebesar Rp590 miliar/tahun.
Menanggapi rencana pemerintah tersebut, Andriea mengatakan, di satu sisi pemerintah akan mendapatkan penerimaan tambahan sebesar Rp590 miliar dari cukai MRKP, namun di sisi lain penerimaan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan berkurang hingga Rp562.7 miliar dan penerimaan dari pajak perusahaan akan menurun hingga Rp736.1 miliar.
Selain itu, tambahnya, pemerintah juga akan harus menanggung beban biaya pungutan pajak sebesar Rp74.7 miliar. Sebagai akibatnya pemerintah akan harus menanggung kerugian sebesar Rp783.4 miliar. Kerugian penerimaan dari industri minuman ringan diperkirakan sesuai dengan naik turunnya permintaan.
“Semakin tinggi pemerintah memasang tarif cukai untuk MRKP, maka kerugian yang akan harus ditanggung oleh konsumen, industri minuman dan pemerintah akan semakin besar,” pungkasnya.
(gpr)