Regulasi 'cekik' industri kretek di Kudus

Kamis, 04 April 2013 - 11:18 WIB
Regulasi cekik industri kretek di Kudus
Regulasi 'cekik' industri kretek di Kudus
A A A
Sindonews.com - Ketua Harian oleh Persatuan Perusahaan Rokok Kudus (PPRK), Agus Sarjono mengatakan, industri kretek di Kudus telah berlangsung puluhan tahun, yang mulai diproduksi sejak awal abad ke-19. Kretek adalah murni produksi bangsa indonesia yang ditemukan pertama kali di Kudus.

“Jadi kretek adalah produk sejarah dan budaya anak bangsa. Karena itu, kehidupan industri kretek tetap dipertahankan dan dilindungi oleh pemerintah,” ujar Agus dalam siaran persnya, Kamis (4/4/2013).

Agus mengungkapkan, indusri kretek di Kudus dulu jumlahnya ribuan, tetapi dengan ketatnya peraturan kini hanya tinggal puluhan.

“PPRK saja jumlahnya hanya 13 anggota, itu pun sudah ada industri yang tidak berproduksi lagi,” paparnya.

Hal yang sama dialami FPRK. Menurut Ketua Harian FPRK, Hafas, banyak anggota yang tidak berproduksi lagi (gulung tikar) akibat regulasi terutama aturan batasan produksi dan penerapan cukai yang memberatkan pabrikan kretek kecil karena selalu naik tiap tahun.

Padahal target pendapatan negara dari pajak dan cukai kretek naik tiap tahun. Namun kehidupan industri kretek semakin memprihatinkan.

“Pemerintah tidak konsisten. Di satu sisi industri kretek dipacu untuk dapat memenuhi target cukai, namun di sisi lain ada pembatasan-pembatasan dari regulasi yang menekan produksi dan konsumsi kretek,” tegas Hafas.

Kalangan industri meminta kepada Baleg agar kehidupan industri kretek di Kudus diatur secara adil, bisa menghidupkan kembali industri kretek lokal terutama dari kalangan industri kecil. Hal ini karena hampir 65 persen tenaga kerja di Kudus bekerja di sektor industri kretek.

“Jika industri kretek di Kudus tutup semua karena tidak bisa mengikuti ketatnya aturan, maka menjadi masalah besar bagi warga Kudus dan sekitarnya,” ungkap Agus.

Agus menambahkan, selain ketatnya berbagai regulasi yang membebankan kalangan industri kretek nasional, beban lain adalah persaingan industri rokok asing. Yang dirasakan oleh pelaku industri kretek di Kudus adalah sejak pelaku industri rokok asing berkuasa di Indonesia, terutama setelah PT HM. Sampoerna dibeli oleh Philip Moris dan Bentoel dibeli British American Tobacco (BAT).

“Anehnya pemerintah tidak pernah memproteksi industri kretek nasional. Regulasi justru memihak pada pelaku industri asing,” ungkap Agus.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4948 seconds (0.1#10.140)