Kemenkeu tunggu lampu hijau Kemenkes
A
A
A
Sindonews.com - Rencana pemerintah untuk memungut cukai atas minuman ringan berkarbonasi yang berpemanis (MRKP) terus dimatangkan.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, Kemenkeu tinggal menunggu rekomendasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk meneruskan kajian, kembali membahas dengan DPR, dan menerapkannya.
"Kita masih menunggu rekomendasi dari Kemenkes. Kita sudah kirim ke Kemenkes. Kalau cuma tanggapan di focus group discussion sudah cukup, yang resmi belum," tutur Bambang, di kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jakarta, akhir pekan lalu.
Sebagai catatan, pengenaan cukai dimaksudkan sebagai pengendali konsumsi karena pemakaiannya bisa menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat, baik lingkungan maupun kesehatan. Karena itulah, kebijakan cukai dikeluarkan setelah mendapatkan pertimbangan Kemenkes.
Bambang mengatakan, rekomendasi dari Kemenkes memang belum diperoleh tetapi BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) sudah memberikan lampu hijau.
"BPOM sudah. Tapi BPOM hanya melihat, ini makanan ada racunnya atau tidak. Sedangkan ini kan lebih ke kandungan gizi, masalah kesehatan. BPOM tidak harus masuk," imbuhnya.
Pemerintah, melalui BKF, telah membawa kajian awal mengenai cukai soda ke DPR pada awal Desember tahun lalu. BKF juga sudah mengajukan besaran tarif cukai mulai dari Rp1.000 per liter hingga Rp5 ribu per liter. BKF mengajukan pengenaan tarif cukai soda ini untuk menekan konsumsi, karena minuman jenis tersebut ditengarai mengandung zat-zat yang membahayakan kesehatan.
Volume konsumsi minuman ringan berkarbonasi yang berpemanis (MRKP) terus meningkat setiap tahun. Jika pada 2010, volume konsumsinya baru mencapai 634 juta liter, maka pada 2011 jumlah konsumsi menjadi 650 juta liter dan pada 2012 melonjak menjadi 790 juta liter.
Menurutnya, pada 2011, omzet minuman berkarbonasi mencapai Rp10 triliun atau 3,8 persen dari total minuman ringan. Secara umum, produksi minuman ringan dalam negeri juga terus meningkat. Jika pada 2009, produksi minuman ringan baru mencapai 3,64 miliar liter, maka pada 2010 menjangkau 4,32 miliar liter. Menariknya, ekspor minuman ringan mulai 2009 lebih tinggi dibandingkan impor.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, Kemenkeu tinggal menunggu rekomendasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk meneruskan kajian, kembali membahas dengan DPR, dan menerapkannya.
"Kita masih menunggu rekomendasi dari Kemenkes. Kita sudah kirim ke Kemenkes. Kalau cuma tanggapan di focus group discussion sudah cukup, yang resmi belum," tutur Bambang, di kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jakarta, akhir pekan lalu.
Sebagai catatan, pengenaan cukai dimaksudkan sebagai pengendali konsumsi karena pemakaiannya bisa menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat, baik lingkungan maupun kesehatan. Karena itulah, kebijakan cukai dikeluarkan setelah mendapatkan pertimbangan Kemenkes.
Bambang mengatakan, rekomendasi dari Kemenkes memang belum diperoleh tetapi BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) sudah memberikan lampu hijau.
"BPOM sudah. Tapi BPOM hanya melihat, ini makanan ada racunnya atau tidak. Sedangkan ini kan lebih ke kandungan gizi, masalah kesehatan. BPOM tidak harus masuk," imbuhnya.
Pemerintah, melalui BKF, telah membawa kajian awal mengenai cukai soda ke DPR pada awal Desember tahun lalu. BKF juga sudah mengajukan besaran tarif cukai mulai dari Rp1.000 per liter hingga Rp5 ribu per liter. BKF mengajukan pengenaan tarif cukai soda ini untuk menekan konsumsi, karena minuman jenis tersebut ditengarai mengandung zat-zat yang membahayakan kesehatan.
Volume konsumsi minuman ringan berkarbonasi yang berpemanis (MRKP) terus meningkat setiap tahun. Jika pada 2010, volume konsumsinya baru mencapai 634 juta liter, maka pada 2011 jumlah konsumsi menjadi 650 juta liter dan pada 2012 melonjak menjadi 790 juta liter.
Menurutnya, pada 2011, omzet minuman berkarbonasi mencapai Rp10 triliun atau 3,8 persen dari total minuman ringan. Secara umum, produksi minuman ringan dalam negeri juga terus meningkat. Jika pada 2009, produksi minuman ringan baru mencapai 3,64 miliar liter, maka pada 2010 menjangkau 4,32 miliar liter. Menariknya, ekspor minuman ringan mulai 2009 lebih tinggi dibandingkan impor.
(izz)