Bursa diperkirakan merespon negatif kenaikan BI rate
A
A
A
Sindonews.com - Keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan (BI rate) sebesar 25 basis poin menjadi 6,00 persen dipandang sebagai momentum positif, namun akan memberi imbas kurang positif terhadap pasar modal.
"BI rate naik jadi 6 persen, biasanya direspon bursa negatif, sehingga akan ada koreksi," ujar Head of Operation and Business Development PT Panin Asset Management, Rudiyanto kepada Sindonews, Kamis (13/6/2013).
Koreksi yang berpotensi terjadi atas Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tersebut, menurut Rudiyanto akan menyebabkan penurunan harga saham. Hal ini juga akan berkorelasi terhadap produk investasi berbasis saham.
"Jadi, produk-produk reksa dana berbasis saham juga akan ikut turun harganya," tandas dia.
Dari pasar obligasi, dia menuturkan, kenaikan BI rate akan menyebabkan kenaikan yield (imbal hasil), sehingga mengakibatkan harga obligasi ikut turun.
Seperti diketahui, BI memutuskan untuk menaikkan Bi rate menjadi 6,00 persen setelah selama 15 bulan mempertahankan BI rate di level 5,75 persen. Hal itu dilakukan sebagai respon meningkatnya ekspektasi inflasi serta memelihara kestabilan makroekonomi dan stabilitas sistem keuangan di tengah ketidakpastian di pasar keuangan global.
Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Peter Jacobs mengatakan, BI etap melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai kondisi fundamentalnya dan terus menjaga kecukupan likuiditas di pasar valas domestik. Selain itu, BI akan melanjutkan penguatan operasi moneter melalui pengayaan instrumen moneter dan pendalaman pasar uang rupiah dan valas.
"Di samping itu, penguatan kebijakan makroprudensial juga dipersiapkan untuk mencegah meningkatnya risiko yang berlebihan di sektor-sektor tertentu," ujarnya.
"BI rate naik jadi 6 persen, biasanya direspon bursa negatif, sehingga akan ada koreksi," ujar Head of Operation and Business Development PT Panin Asset Management, Rudiyanto kepada Sindonews, Kamis (13/6/2013).
Koreksi yang berpotensi terjadi atas Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tersebut, menurut Rudiyanto akan menyebabkan penurunan harga saham. Hal ini juga akan berkorelasi terhadap produk investasi berbasis saham.
"Jadi, produk-produk reksa dana berbasis saham juga akan ikut turun harganya," tandas dia.
Dari pasar obligasi, dia menuturkan, kenaikan BI rate akan menyebabkan kenaikan yield (imbal hasil), sehingga mengakibatkan harga obligasi ikut turun.
Seperti diketahui, BI memutuskan untuk menaikkan Bi rate menjadi 6,00 persen setelah selama 15 bulan mempertahankan BI rate di level 5,75 persen. Hal itu dilakukan sebagai respon meningkatnya ekspektasi inflasi serta memelihara kestabilan makroekonomi dan stabilitas sistem keuangan di tengah ketidakpastian di pasar keuangan global.
Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Peter Jacobs mengatakan, BI etap melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai kondisi fundamentalnya dan terus menjaga kecukupan likuiditas di pasar valas domestik. Selain itu, BI akan melanjutkan penguatan operasi moneter melalui pengayaan instrumen moneter dan pendalaman pasar uang rupiah dan valas.
"Di samping itu, penguatan kebijakan makroprudensial juga dipersiapkan untuk mencegah meningkatnya risiko yang berlebihan di sektor-sektor tertentu," ujarnya.
(rna)