Biaya perizinan perumahan perlu payung hukum
A
A
A
Sindonews.com - Ketua Asosiasi Pengembang Perumahan Rakyat Seluruh Indonesia (Appersi), Ferry Sandiana mengatakan, perampingan biaya perizinan mesti disertai dengan ketetapan hukum seperti Undang-Undang.
Aturan tersebut juga harus di jabarkan ditingkat kota/kabupaten. Sehingga pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di daerah semakin merata. "Sehingga tidak ada masalah di daerah," kata dia, Kamis (29/8/2013).
Saat ini, harga perumahan MBR tipe 36 dengan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) di patok Rp88 juta per unit. Harga perumahan, lanjut dia, bisa saja naik jika mengikuti perkembangan harga tanah dan inflasi. Namun, kondisi tersebut tentu akan membebani MBR.
"Kalau biaya perizinan bisa ditekan, kami optimistis potensi kenaikan harga rumah bisa diminimalisir," ujar Ferry.
Ketika disinggung potensi kenaikan harga rumah MBR, Ferry menegaskan, harga maksimal Rp88 juta masih bisa diterima pengembang. "Di Jabar, kebutuhan perumahan (backlog) mencapai tiga juta unit. Ini tantangan bagi kita, memfasilitasi perumahan untuk masyarakat," imbuhnya.
Menurutnya, penyederhanaan perizinan mendorong pengusaha perumahan melakukan ekspansi lebih maksimal. Pengembang perumahan bisa lebih cepat memenuhi backlog perumahan di Indonesia.
"Mestinya perizinan untuk MBR lebih di sederhanakan. Memang di beberapa daerah sudah ada pelayanan satu pintu, tapi tetap saja, perizinannya beranak pinak. Ini membuat proses perizinan semakin panjang," pungkas dia.
Aturan tersebut juga harus di jabarkan ditingkat kota/kabupaten. Sehingga pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di daerah semakin merata. "Sehingga tidak ada masalah di daerah," kata dia, Kamis (29/8/2013).
Saat ini, harga perumahan MBR tipe 36 dengan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) di patok Rp88 juta per unit. Harga perumahan, lanjut dia, bisa saja naik jika mengikuti perkembangan harga tanah dan inflasi. Namun, kondisi tersebut tentu akan membebani MBR.
"Kalau biaya perizinan bisa ditekan, kami optimistis potensi kenaikan harga rumah bisa diminimalisir," ujar Ferry.
Ketika disinggung potensi kenaikan harga rumah MBR, Ferry menegaskan, harga maksimal Rp88 juta masih bisa diterima pengembang. "Di Jabar, kebutuhan perumahan (backlog) mencapai tiga juta unit. Ini tantangan bagi kita, memfasilitasi perumahan untuk masyarakat," imbuhnya.
Menurutnya, penyederhanaan perizinan mendorong pengusaha perumahan melakukan ekspansi lebih maksimal. Pengembang perumahan bisa lebih cepat memenuhi backlog perumahan di Indonesia.
"Mestinya perizinan untuk MBR lebih di sederhanakan. Memang di beberapa daerah sudah ada pelayanan satu pintu, tapi tetap saja, perizinannya beranak pinak. Ini membuat proses perizinan semakin panjang," pungkas dia.
(izz)