PGE minta geothermal tak dianggap penambangan
A
A
A
Sindonews.com - Direktur Pertamina Geothermal Energy, Ardiansyah mengatakan, energi panas bumi (geothermal) hanya bisa digunakan di lokasi sekitarnya, karena tidak bisa ditranspor.
Hal tersebut menjadi salah satu keterbatasan geothermal. Ini disebabkan jika uap ditranspor maka akan menjadi air, sehingga tidak bisa digunakan lagi.
"Jadi PLT-nya harus dibangun di situ juga, yang bisa ditranspor hanya electricity-nya saja," kata dia di kantor pusat Pertamina, Jumat (1/11/2013).
Dia mengatakan, jika kabel jaringan PLN bisa dijadikan seperti jaringan gas dengan open access, maka bisnis geothermal di Indonesia tidak akan lambat seperti saat ini.
"Karena close access, single buyer kita adalah PLN, kalau sudah deal dengan single buyer itu artinya price tidak lagi diatur oleh market, inilah yang menjadi kesulitan," katanya.
Selain itu, kata dia, keterbatasan geothermal umumnya panas bumi terletak di hutan konservasi dan di hutan cagar alam. Selain itu, persepsi masyarakat terhadap geothermal masih dianggap sebagai industri ekstraksi, sehingga sering disebut penambangan geothermal. "Padahal yang diekstraksi adalah energi, bukanlah materinya," ucap dia.
Karena dianggap penambangan, lanjut Ardiansyah, sesuai UU penamabangan itu tidak boleh menggunakan area cagar alam. Sehingga, jika area-area geothermal berada di cagar alam, sudah harga mati tidak bisa digunakan sama sekali.
"Perubahan UU yang sedang digodok saat ini, kami berharap geothermal tidak lagi di kategorikan sebagai penambangan dan saya pikir kita punya justifikasi kuat soal itu," katanya.
Selain itu, dia juga mengatakan, bahwa risiko yang tinggi, investasi yang besar diawal tahap pengembangan di mana PLTP butuh 3,5 juta per MW menjadi tambahan keterbatasan geothermal di Indonesia.
Hal tersebut menjadi salah satu keterbatasan geothermal. Ini disebabkan jika uap ditranspor maka akan menjadi air, sehingga tidak bisa digunakan lagi.
"Jadi PLT-nya harus dibangun di situ juga, yang bisa ditranspor hanya electricity-nya saja," kata dia di kantor pusat Pertamina, Jumat (1/11/2013).
Dia mengatakan, jika kabel jaringan PLN bisa dijadikan seperti jaringan gas dengan open access, maka bisnis geothermal di Indonesia tidak akan lambat seperti saat ini.
"Karena close access, single buyer kita adalah PLN, kalau sudah deal dengan single buyer itu artinya price tidak lagi diatur oleh market, inilah yang menjadi kesulitan," katanya.
Selain itu, kata dia, keterbatasan geothermal umumnya panas bumi terletak di hutan konservasi dan di hutan cagar alam. Selain itu, persepsi masyarakat terhadap geothermal masih dianggap sebagai industri ekstraksi, sehingga sering disebut penambangan geothermal. "Padahal yang diekstraksi adalah energi, bukanlah materinya," ucap dia.
Karena dianggap penambangan, lanjut Ardiansyah, sesuai UU penamabangan itu tidak boleh menggunakan area cagar alam. Sehingga, jika area-area geothermal berada di cagar alam, sudah harga mati tidak bisa digunakan sama sekali.
"Perubahan UU yang sedang digodok saat ini, kami berharap geothermal tidak lagi di kategorikan sebagai penambangan dan saya pikir kita punya justifikasi kuat soal itu," katanya.
Selain itu, dia juga mengatakan, bahwa risiko yang tinggi, investasi yang besar diawal tahap pengembangan di mana PLTP butuh 3,5 juta per MW menjadi tambahan keterbatasan geothermal di Indonesia.
(izz)