Kemenperin serahkan bangku sekolah rotan di Kalteng
A
A
A
Sindonews.com - Industri furniture merupakan salah satu industri berbasis kayu/rotan yang memiliki nilai tambah tinggi dan menyerap banyak tenaga kerja serta memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap perekonomian nasional, baik dalam bentuk kontribusi pada PDB maupun dalam perolehan devisa (ekspor).
Sejak 2 tahun terakhir, industri pengolahan rotan mulai mengalami perbaikan kondisi ke arah yang lebih baik. Kondisi ini dipengaruhi oleh kebijakan Pemerintah yang mengurangi ekspor rotan dalam bentuk bahan baku dan memfasilitasi para pelaku industri pengolahan rotan untuk kembali bersaing di pasar internasional.
Hal tersebut disampaikan Wakil Menteri Perindustrian Alex SW Retraubun pada acara Pemberian Bantuan Bangku Sekolah Rotan dalam rangka Program Comfort School with Rattan (CSR) di Seruyan, Kalimantan Tengah, Rabu 27 November 2013.
“Kegiatan Program CSR merupakan kegiatan pemberian bantuan kursi dan meja belajar yang terbuat dari rotan untuk siswa SD dan SMP di daerah, terutama daerah penghasil rotan, dengan dukungan dana corporate social responsibility yang berasal dari pengusaha swasta dan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang berasal dari BUMN,” tegas Wamenperin dalam siaran persnya, Kamis (28/11/2013).
Terkait program CSR, Kementerian Perindustrian telah membentuk Tim Penggerak Peningkatan Penggunaan Furnitur Rotan (TP3FR) di Instansi Pemerintah dan Sekolah. Tim ini yang melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam rangka mempercepat implementasi program CSR di lapangan.
Dapat disampaikan, saat ini di Indonesia terdapat 607.384 ruang kelas tingkat pendidikan dasar (SD) dan menengah (SMP). Pada tahun 2012, tercatat sebanyak 332.421 ruang kelas dalam kondisi rusak ringan, rusak sedang dan rusak berat. Kondisi kelas yang rusak ini salah satunya adalah pada sarana belajar yang meliputi kursi dan meja sekolah.
Diilustrasikan, apabila satu kelas diasumsikan memiliki 15 set kursi dan meja belajar untuk 30 siswa, maka bila kursi dan meja belajar siswa tersebut terbuat dari rotan, diperlukan 225 kg rotan ½ jadi. Bila ditambah dengan meja dan kursi untuk guru, rak buku di kelas serta kelengkapan lainnya, diasumsikan bisa terserap 300 kg rotan ½ jadi.
Dengan demikian, bila seluruh ruang kelas dalam kondisi rusak tersebut (332.421 kelas) dilengkapi dengan furnitur rotan, maka akan terserap 99.726 ton rotan ½ jadi. Artinya, lebih dari 3 kali lipat dari jumlah ekspor rotan ½ jadi Indonesia berdasarkan data Comtrade pada tahun 2010.
Sementara itu, realisasi CSR di daerah Seruyan dilakukan oleh PT Multi Asahan Nabati (Wilmar Group) dengan memberikan bantuan furnitur rotan terdiri dari 40 meja dan 80 kursi serta 2 set meja guru untuk Sekolah Dasar (SD) Negeri 4 Pematang Panjang, Seruyan, Kalimantan Tengah.
Rencananya, total bantuan CSR yang akan diberikan sebanyak 700 set (meja dan kursi) untuk siswa dan 45 set meja untuk guru. Furnitur rotan tersebut dibuat dengan standar kekuatan hingga minimal 3 tahun atau lebih baik dibandingkan furnitur kayu yang berusia 6 bulan sudah mengalami kerusakan, meskipun dengan harga hanya ¼ harga furnitur rotan.
TP3FR Kemenperin terus mengajak para pengusaha yang sudah memberikan CSR untuk melanjutkan di daerah sekitarnya. Selain itu, mekanisme CSR furnitur rotan dari pengusaha lokal juga akan secepatnya dimulai. Pada 2014, TP3FR Kemenperin menargetkan bisa digalang CSR furnitur rotan dengan total bantuan 10.000 set kursi/meja untuk seluruh Indonesia.
Sejak 2 tahun terakhir, industri pengolahan rotan mulai mengalami perbaikan kondisi ke arah yang lebih baik. Kondisi ini dipengaruhi oleh kebijakan Pemerintah yang mengurangi ekspor rotan dalam bentuk bahan baku dan memfasilitasi para pelaku industri pengolahan rotan untuk kembali bersaing di pasar internasional.
Hal tersebut disampaikan Wakil Menteri Perindustrian Alex SW Retraubun pada acara Pemberian Bantuan Bangku Sekolah Rotan dalam rangka Program Comfort School with Rattan (CSR) di Seruyan, Kalimantan Tengah, Rabu 27 November 2013.
“Kegiatan Program CSR merupakan kegiatan pemberian bantuan kursi dan meja belajar yang terbuat dari rotan untuk siswa SD dan SMP di daerah, terutama daerah penghasil rotan, dengan dukungan dana corporate social responsibility yang berasal dari pengusaha swasta dan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang berasal dari BUMN,” tegas Wamenperin dalam siaran persnya, Kamis (28/11/2013).
Terkait program CSR, Kementerian Perindustrian telah membentuk Tim Penggerak Peningkatan Penggunaan Furnitur Rotan (TP3FR) di Instansi Pemerintah dan Sekolah. Tim ini yang melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam rangka mempercepat implementasi program CSR di lapangan.
Dapat disampaikan, saat ini di Indonesia terdapat 607.384 ruang kelas tingkat pendidikan dasar (SD) dan menengah (SMP). Pada tahun 2012, tercatat sebanyak 332.421 ruang kelas dalam kondisi rusak ringan, rusak sedang dan rusak berat. Kondisi kelas yang rusak ini salah satunya adalah pada sarana belajar yang meliputi kursi dan meja sekolah.
Diilustrasikan, apabila satu kelas diasumsikan memiliki 15 set kursi dan meja belajar untuk 30 siswa, maka bila kursi dan meja belajar siswa tersebut terbuat dari rotan, diperlukan 225 kg rotan ½ jadi. Bila ditambah dengan meja dan kursi untuk guru, rak buku di kelas serta kelengkapan lainnya, diasumsikan bisa terserap 300 kg rotan ½ jadi.
Dengan demikian, bila seluruh ruang kelas dalam kondisi rusak tersebut (332.421 kelas) dilengkapi dengan furnitur rotan, maka akan terserap 99.726 ton rotan ½ jadi. Artinya, lebih dari 3 kali lipat dari jumlah ekspor rotan ½ jadi Indonesia berdasarkan data Comtrade pada tahun 2010.
Sementara itu, realisasi CSR di daerah Seruyan dilakukan oleh PT Multi Asahan Nabati (Wilmar Group) dengan memberikan bantuan furnitur rotan terdiri dari 40 meja dan 80 kursi serta 2 set meja guru untuk Sekolah Dasar (SD) Negeri 4 Pematang Panjang, Seruyan, Kalimantan Tengah.
Rencananya, total bantuan CSR yang akan diberikan sebanyak 700 set (meja dan kursi) untuk siswa dan 45 set meja untuk guru. Furnitur rotan tersebut dibuat dengan standar kekuatan hingga minimal 3 tahun atau lebih baik dibandingkan furnitur kayu yang berusia 6 bulan sudah mengalami kerusakan, meskipun dengan harga hanya ¼ harga furnitur rotan.
TP3FR Kemenperin terus mengajak para pengusaha yang sudah memberikan CSR untuk melanjutkan di daerah sekitarnya. Selain itu, mekanisme CSR furnitur rotan dari pengusaha lokal juga akan secepatnya dimulai. Pada 2014, TP3FR Kemenperin menargetkan bisa digalang CSR furnitur rotan dengan total bantuan 10.000 set kursi/meja untuk seluruh Indonesia.
(gpr)