Wamen ESDM: China sudah timbun nikel dari Indonesia
A
A
A
Sindonews.com - Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Susilo Siswoutomo mengatakan, China merupakan salah satu negara yang menimbun nikel dari Indonesia sebelum ketentuan larangan ekspor diberlakukan tahun depan.
"Saat ini China sudah keburu simpan nikel Indonesia cukup untuk tujuh bulan lamanya. Karena mereka tahu kita akan stop ekspor, mereka tingkatkan permintaan. Tapi kan tujuh bulan itu akan habis, setelahnya mereka harus mencari sumber daya lain," ungkapnya di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (6/12/2013).
Dia mengakui bahwa penghentian ekspor mineral dan tambang mentah akan membuat harga mineral hasil olahan di dalam negeri menjadi lebih tinggi saat diekspor, ketimbang ekspor tambang mentah.
"Kita ingin industri sadar, bahwa era Indonesia ekspor tanah air tidak akan terjadi lagi, akibatnya harga mineral pasti naik tinggi," ujarnya.
Susilo juga memprediksi, pembangunan smelter atau pabrik pemurnian tambang mentah di Indonesia akan marak.
"Berapa sih dana bangun smelter? cuma USD1 miliar, saat ini saja sudah ada 28 smelter yang dalam proses groundbreaking dan FS. Sekarang sudah ada 10 pabrik smelter yang beroperasi. Ada dampaknya akibat kebijakan ini, tapi dampaknya mari kita bicarakan bersama, kita cari jalan keluar terbaiknya seperti apa," tutur dia.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, pada periode Januari-Oktober 2013, volume ekspor bijih nikel tercatat 46,5 juta ton, bijih dan pasir besi 16,11 juta ton, bauksit 47,01 juta ton, dan konsentrat tembaga 1,02 juta ton.
Dengan pemberlakuan UU Minerba, maka Indonesia tidak lagi mengekspor mineral-mineral mentah atau bijih tersebut.
"Saat ini China sudah keburu simpan nikel Indonesia cukup untuk tujuh bulan lamanya. Karena mereka tahu kita akan stop ekspor, mereka tingkatkan permintaan. Tapi kan tujuh bulan itu akan habis, setelahnya mereka harus mencari sumber daya lain," ungkapnya di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (6/12/2013).
Dia mengakui bahwa penghentian ekspor mineral dan tambang mentah akan membuat harga mineral hasil olahan di dalam negeri menjadi lebih tinggi saat diekspor, ketimbang ekspor tambang mentah.
"Kita ingin industri sadar, bahwa era Indonesia ekspor tanah air tidak akan terjadi lagi, akibatnya harga mineral pasti naik tinggi," ujarnya.
Susilo juga memprediksi, pembangunan smelter atau pabrik pemurnian tambang mentah di Indonesia akan marak.
"Berapa sih dana bangun smelter? cuma USD1 miliar, saat ini saja sudah ada 28 smelter yang dalam proses groundbreaking dan FS. Sekarang sudah ada 10 pabrik smelter yang beroperasi. Ada dampaknya akibat kebijakan ini, tapi dampaknya mari kita bicarakan bersama, kita cari jalan keluar terbaiknya seperti apa," tutur dia.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, pada periode Januari-Oktober 2013, volume ekspor bijih nikel tercatat 46,5 juta ton, bijih dan pasir besi 16,11 juta ton, bauksit 47,01 juta ton, dan konsentrat tembaga 1,02 juta ton.
Dengan pemberlakuan UU Minerba, maka Indonesia tidak lagi mengekspor mineral-mineral mentah atau bijih tersebut.
(izz)