Pemerintah diminta bentuk lembaga semacam Bulog
A
A
A
Sindonews.com - Wakil Direktur ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, pelarangan ekspor mineral mentah pada 2014 dinilai akan menurunkan pendapatan negara. Bahkan, pemutusan hubungan kerja (PHK) akan mewarnai perusahaan tambang lantaran produksi akan menurun.
"Dalam mengurangi beban biaya produksi bisa dipastikan secara terpaksa perusahaan akan melakukan pengurangan jumlah karyawan," kata dia, Senin (9/12/2013).
Komaidi menyarankan, agar pemerintah membentuk suatu lembaga yang bisa menampung mineral mentah yang tidak terserap smelter dalam negeri, semacam Badan Logistik (Bulog). Dengan adanya badan penampung tersebut penjualan tetap berjalan, sehingga arus kas dari pengusaha pun tetap jalan dan bisa digunakan untuk membayar gaji karyawan.
Lebih lanjut Komaidi mengatakan, lembaga tersebut untuk mencegah kesulitan yang dialami perusahaan karena tidak diizinkan melakukan ekspor, sehingga mengalami kesulitan. Jika pemerintah tidak bisa menampung produksi maka jalan terakhir adalah mengurangi jumlah karyawannya karena produksi harus dikurangi.
"Itu resiko, keuangan negara harus keluar. Kalau tidak keluar harus ada pengangguran. Tidak bisa produksi berjalan normal dan jumlah karyawan tetap, harus ada yang dikorbankan," tutur dia.
Sementara itu, sejumlah kalangan mendesak pemerintah dan DPR konsisten menjalankan kebijakan pelarangan ekspor tambang mineral tanpa pengecualian pasca 12 Januari 2014, seperti diamanatkan dalam Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).
Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mendesak agar kesepakatan pemerintah dan DPR untuk melarang ekspor mineral tanpa pengecualian di 2014 bukan hanya sebatas retorika belaka.
"Kami lihat memang DPR dan pemerintah sudah sepakat untuk menjalankan undang-undang No. 4/2009 tentang hilirisasi di sektor tambang mineral. Namun di sini masih ada sedikit keraguan," kata Marwan.
"Dalam mengurangi beban biaya produksi bisa dipastikan secara terpaksa perusahaan akan melakukan pengurangan jumlah karyawan," kata dia, Senin (9/12/2013).
Komaidi menyarankan, agar pemerintah membentuk suatu lembaga yang bisa menampung mineral mentah yang tidak terserap smelter dalam negeri, semacam Badan Logistik (Bulog). Dengan adanya badan penampung tersebut penjualan tetap berjalan, sehingga arus kas dari pengusaha pun tetap jalan dan bisa digunakan untuk membayar gaji karyawan.
Lebih lanjut Komaidi mengatakan, lembaga tersebut untuk mencegah kesulitan yang dialami perusahaan karena tidak diizinkan melakukan ekspor, sehingga mengalami kesulitan. Jika pemerintah tidak bisa menampung produksi maka jalan terakhir adalah mengurangi jumlah karyawannya karena produksi harus dikurangi.
"Itu resiko, keuangan negara harus keluar. Kalau tidak keluar harus ada pengangguran. Tidak bisa produksi berjalan normal dan jumlah karyawan tetap, harus ada yang dikorbankan," tutur dia.
Sementara itu, sejumlah kalangan mendesak pemerintah dan DPR konsisten menjalankan kebijakan pelarangan ekspor tambang mineral tanpa pengecualian pasca 12 Januari 2014, seperti diamanatkan dalam Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).
Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mendesak agar kesepakatan pemerintah dan DPR untuk melarang ekspor mineral tanpa pengecualian di 2014 bukan hanya sebatas retorika belaka.
"Kami lihat memang DPR dan pemerintah sudah sepakat untuk menjalankan undang-undang No. 4/2009 tentang hilirisasi di sektor tambang mineral. Namun di sini masih ada sedikit keraguan," kata Marwan.
(rna)