Sektor properti tahun depan tetap tumbuh
A
A
A
Sindonews.com - Sepanjang tahun 2014, sektor properti diperkirakan masih akan bergerak positif, meskipun lajunya dimungkinkan tidak seagresif pada tiga tahun terakhir. Pemberlakuan Loan to Value (LTV) terkait kredit perumahan dipandang sebagai salah satu pemicu perlambatan tersebut.
Meski begitu, Head of Research Asia Financial Network (AFN) Rowena Suryobroto mengatakan, pelaku pasar tidak perlu khawatir akan terjadinya gelembung (bubble) sektor properti di Tanah Air seperti yang dikhawatirkan banyak orang.
"Indeks (sektor properti) sudah hampir 70 persen, bahkan sempat 178,3 persen di pertengahan 2013. Walaupun demikian, bubble properti bukanlah hal yang perlu dikuatirkan sebagaimana diajukan banyak orang," kata Rowena.
Rowena menyebutkan, lantaran sejumlah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terkait sektor ini akan menyebabkan pertumbuhan sektor properti tidak akan secepat lajunya pada tahun-tahun sebelumnya.
"Pertumbuhan properti di 2014 diekspektasikan tidak akan mencolok sebagaimana tiga tahun ke belakang," ujar dia.
Seperti diketahui, Bank Indonesia (BI) telah merampungkan perluasan aturan rasio pinjaman terhadap aset (LTV) kredit properti untuk kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit pemilikan apartemen (KPA) pada Oktober.
Dalam aturan tersebut, BI menurunkan jumlah kredit yang boleh diberikan bank untuk pembelian rumah dan apartemen menjadi 50-60 persen. Hal ini merujuk pandangan bahwa uang muka minimal 30 persen dianggap sudah tak dapat membendung membludaknya kenaikan permintaan dan harga rumah, terutama tipe 20-70 meter persegi (m2) dan di atas 70 m2.
Mulai Oktober 2014, Bank Sentral mewajibkan aturan LTV ini berlaku serempak oleh semua perbankan di Tanah Air terhadap KPR rumah kedua dan apartemen. Namun, tidak termasuk rumah toko (ruko).
LTV untuk rumah kedua untuk tipe di atas 70 m2 ditetapkan menjadi 60 persen. Lalu, untuk rumah ketiga dengan tipe di atas 70 m2 menjadi 50 persen.
BI memperkirakan, aturan ini dapat mempengaruhi 53,8 persen dari total KPR. Berdasarkan data BI per Juli 2013, kredit untuk rumah tinggal mencapai Rp254,796 triliun, kemudian kredit untuk flat dan apartemen mencapai Rp11,070 triliun.
Meski begitu, Head of Research Asia Financial Network (AFN) Rowena Suryobroto mengatakan, pelaku pasar tidak perlu khawatir akan terjadinya gelembung (bubble) sektor properti di Tanah Air seperti yang dikhawatirkan banyak orang.
"Indeks (sektor properti) sudah hampir 70 persen, bahkan sempat 178,3 persen di pertengahan 2013. Walaupun demikian, bubble properti bukanlah hal yang perlu dikuatirkan sebagaimana diajukan banyak orang," kata Rowena.
Rowena menyebutkan, lantaran sejumlah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terkait sektor ini akan menyebabkan pertumbuhan sektor properti tidak akan secepat lajunya pada tahun-tahun sebelumnya.
"Pertumbuhan properti di 2014 diekspektasikan tidak akan mencolok sebagaimana tiga tahun ke belakang," ujar dia.
Seperti diketahui, Bank Indonesia (BI) telah merampungkan perluasan aturan rasio pinjaman terhadap aset (LTV) kredit properti untuk kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit pemilikan apartemen (KPA) pada Oktober.
Dalam aturan tersebut, BI menurunkan jumlah kredit yang boleh diberikan bank untuk pembelian rumah dan apartemen menjadi 50-60 persen. Hal ini merujuk pandangan bahwa uang muka minimal 30 persen dianggap sudah tak dapat membendung membludaknya kenaikan permintaan dan harga rumah, terutama tipe 20-70 meter persegi (m2) dan di atas 70 m2.
Mulai Oktober 2014, Bank Sentral mewajibkan aturan LTV ini berlaku serempak oleh semua perbankan di Tanah Air terhadap KPR rumah kedua dan apartemen. Namun, tidak termasuk rumah toko (ruko).
LTV untuk rumah kedua untuk tipe di atas 70 m2 ditetapkan menjadi 60 persen. Lalu, untuk rumah ketiga dengan tipe di atas 70 m2 menjadi 50 persen.
BI memperkirakan, aturan ini dapat mempengaruhi 53,8 persen dari total KPR. Berdasarkan data BI per Juli 2013, kredit untuk rumah tinggal mencapai Rp254,796 triliun, kemudian kredit untuk flat dan apartemen mencapai Rp11,070 triliun.
(rna)