Putin Serang Balik Barat, G7 Hadapi Kesulitan Besar Gunakan Aset-aset Rusia
loading...
A
A
A
JAKARTA - G7 belum mencapai konsensus mengenai bagaimana menggunakan pendapatan yang dihasilkan oleh aset-aset bank sentral Rusia yang dibekukan di luar negeri untuk membantu Ukraina. Hal itu diungkapkan Menteri Ekonomi Italia Giancarlo Giorgetti dalam rangkaian pertemuan dua hari para menteri keuangan G7 di Kota Stresa, Sabtu (25/5).
Giorgetti mengungkapkan para menteri keuangan G7 telah membuat kemajuan dalam masalah aset Rusia. Namun, belum menyelesaikan prosesnya karena tersandung masalah teknis dan hukum.
Dia menambahkan bahwa kedua belah pihak sedang mencoba untuk mencapai solusi yang diinginkan secara politis yang tidak dapat dibantah dari sudut pandang hukum dengan konsekwensi membutuhkan waktu.
Giorgetti mencatat bahwa keputusan akhir untuk langkah ini kemungkinan akan dibuat pada pertemuan para pemimpin G7 bulan Juni di Puglia. Italia menjadi ketua kelompok tersebut tahun ini.
Baca Juga: Perintah Baru ICJ Buat Israel dan Para Pendukung Baratnya Hampir Tak Berkutik
Menyusul konflik Ukraina pada awal 2022, negara-negara Barat memblokir sekitar USD300 miliar aset milik bank sentral Rusia sebagai bagian dari sanksi terhadap Moskow. Menyitir Russia Today, sekitar dua pertiga dari dana ini disimpan di lembaga kliring Uni Eropa, Euroclear dan sisanya sebagian besar menganggur di negara-negara Uni Eropa lainnya dengan sekitar USD5 miliar di AS.
Meskipun Washington sangat ingin menyita aset-aset tersebut secara langsung, G7 dilaporkan tidak mempertimbangkan opsi ini karena kekhawatiran anggota-anggota Eropa bahwa hal ini akan merusak kredibilitas keuangan mereka dan membuat negara-negara lain enggan untuk menyimpan aset-aset mereka di blok tersebut.
Sebaliknya, kelompok ini berfokus pada cara-cara untuk memanfaatkan keuntungan yang dihasilkan oleh aset-aset tersebut hingga bagaimana menggunakannya. Menurut laporan-laporan yang mengutip para peserta Konferensi Tingkat Tinggi (KTT), salah satu opsi yang paling banyak dibahas adalah menggunakan keuntungan di masa depan dari dana-dana yang dibekukan sebagai jaminan untuk pinjaman miliaran dolar ke Kiev.
Namun, Menteri Keuangan Jerman Christian Lindner mengatakan masih harus dilihat apakah mungkin untuk memperkenalkan instrumen semacam itu karena dampak hukum yang mungkin ditimbulkan.
Giorgetti mengungkapkan para menteri keuangan G7 telah membuat kemajuan dalam masalah aset Rusia. Namun, belum menyelesaikan prosesnya karena tersandung masalah teknis dan hukum.
Dia menambahkan bahwa kedua belah pihak sedang mencoba untuk mencapai solusi yang diinginkan secara politis yang tidak dapat dibantah dari sudut pandang hukum dengan konsekwensi membutuhkan waktu.
Giorgetti mencatat bahwa keputusan akhir untuk langkah ini kemungkinan akan dibuat pada pertemuan para pemimpin G7 bulan Juni di Puglia. Italia menjadi ketua kelompok tersebut tahun ini.
Baca Juga: Perintah Baru ICJ Buat Israel dan Para Pendukung Baratnya Hampir Tak Berkutik
Menyusul konflik Ukraina pada awal 2022, negara-negara Barat memblokir sekitar USD300 miliar aset milik bank sentral Rusia sebagai bagian dari sanksi terhadap Moskow. Menyitir Russia Today, sekitar dua pertiga dari dana ini disimpan di lembaga kliring Uni Eropa, Euroclear dan sisanya sebagian besar menganggur di negara-negara Uni Eropa lainnya dengan sekitar USD5 miliar di AS.
Meskipun Washington sangat ingin menyita aset-aset tersebut secara langsung, G7 dilaporkan tidak mempertimbangkan opsi ini karena kekhawatiran anggota-anggota Eropa bahwa hal ini akan merusak kredibilitas keuangan mereka dan membuat negara-negara lain enggan untuk menyimpan aset-aset mereka di blok tersebut.
Sebaliknya, kelompok ini berfokus pada cara-cara untuk memanfaatkan keuntungan yang dihasilkan oleh aset-aset tersebut hingga bagaimana menggunakannya. Menurut laporan-laporan yang mengutip para peserta Konferensi Tingkat Tinggi (KTT), salah satu opsi yang paling banyak dibahas adalah menggunakan keuntungan di masa depan dari dana-dana yang dibekukan sebagai jaminan untuk pinjaman miliaran dolar ke Kiev.
Namun, Menteri Keuangan Jerman Christian Lindner mengatakan masih harus dilihat apakah mungkin untuk memperkenalkan instrumen semacam itu karena dampak hukum yang mungkin ditimbulkan.