Kemenkeu bersikeras kenakan BK ekspor mineral mentah
A
A
A
Sindonews.com - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tetap bersikeras pada aturan bea keluar (BK) untuk barang tambang mentah sesuai regulasi kepada perusahaan-perusahaan tambang yang masih mengekspor barang mineral mentah dari Indonesia.
BK progresif tersebut akan berjalan sebesar 20 persen pada tahun ini dan pelan-pelan akan terus naik sampai dengan 60 persen di 2017.
"Pokoknya pemerintah tetap stay pada PP dan peraturan terkait térmasuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan tetap akan dilaksanakan," ujar Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (24/1/2014).
Kendati demikian, Bambang menyatakan siap berdialog dengan para pengusaha tambang mengenai mekanisme aturan tersebut. "Kita dalam tahap berdialog," lanjut Bambang.
Dia juga memastikan pengenaan BK tersebut merupakan usaha bersama antar Kementerian untuk membatasi ekspor bahan tambang mentah. "Bahkan sebelum bisa ekspor itu ada izin lain sebelum bea keluar. Bea keluar itu hanya ujungnya saja," pungkas Bambang.
Sebelumnya diberitakan, pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan kebijakan bea keluar (BK) ekspor mineral sebagai bagian dari penerapan ekspor mineral bertujuan memaksa industri tambang agar benar-benar membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter).
Seiring implementasi Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) yang melarang ekspor mineral mentah mulai 12 Januari 2014, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.011/2014 yang mengatur bea keluar ekspor bahan mineral.
Menurut Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo, BK ekspor mineral bukan merupakan tambahan pajak yang dikenakan kepada industri tambang mineral, tapi lebih kepada konsistensi pemerintah dalam menjalankan amanat undang-undang.
“BK ekspor mineral bukan juga untuk menambah pendapatan bangun smelter, tapi untuk memaksa agar mereka mau membangun smelter,” kata Susilo di Jakarta, Jumat (24/1/2014).
Bahkan ketika menanggapi banyaknya industri tambang yang mengeluh keluarnya BK ekspor mineral ini, Susilo menjawabnya dengan santai karena kebijakan ini dibuat untuk kepentingan bangsa dan negara.
Pemerintah, kata dia, telah berkoordinasi dengan kementerian lainnya. Kemudian kewenangannya berada di Kementerian Keuangan. “Tidak masalalah kalau mereka tidak mau ekspor, toh barangnya juga masih tetap punya negara,” ujar dia.
BK progresif tersebut akan berjalan sebesar 20 persen pada tahun ini dan pelan-pelan akan terus naik sampai dengan 60 persen di 2017.
"Pokoknya pemerintah tetap stay pada PP dan peraturan terkait térmasuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan tetap akan dilaksanakan," ujar Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (24/1/2014).
Kendati demikian, Bambang menyatakan siap berdialog dengan para pengusaha tambang mengenai mekanisme aturan tersebut. "Kita dalam tahap berdialog," lanjut Bambang.
Dia juga memastikan pengenaan BK tersebut merupakan usaha bersama antar Kementerian untuk membatasi ekspor bahan tambang mentah. "Bahkan sebelum bisa ekspor itu ada izin lain sebelum bea keluar. Bea keluar itu hanya ujungnya saja," pungkas Bambang.
Sebelumnya diberitakan, pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan kebijakan bea keluar (BK) ekspor mineral sebagai bagian dari penerapan ekspor mineral bertujuan memaksa industri tambang agar benar-benar membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter).
Seiring implementasi Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) yang melarang ekspor mineral mentah mulai 12 Januari 2014, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.011/2014 yang mengatur bea keluar ekspor bahan mineral.
Menurut Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo, BK ekspor mineral bukan merupakan tambahan pajak yang dikenakan kepada industri tambang mineral, tapi lebih kepada konsistensi pemerintah dalam menjalankan amanat undang-undang.
“BK ekspor mineral bukan juga untuk menambah pendapatan bangun smelter, tapi untuk memaksa agar mereka mau membangun smelter,” kata Susilo di Jakarta, Jumat (24/1/2014).
Bahkan ketika menanggapi banyaknya industri tambang yang mengeluh keluarnya BK ekspor mineral ini, Susilo menjawabnya dengan santai karena kebijakan ini dibuat untuk kepentingan bangsa dan negara.
Pemerintah, kata dia, telah berkoordinasi dengan kementerian lainnya. Kemudian kewenangannya berada di Kementerian Keuangan. “Tidak masalalah kalau mereka tidak mau ekspor, toh barangnya juga masih tetap punya negara,” ujar dia.
(gpr)