Bisnis KPR jadi unggulan sektor properti dan perbankan
A
A
A
Sindonews.com - Saham-saham di sektor perbankan yang kuat dalam bisnis Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan sektor properti diperkirakan akan tetap menjadi buruan investor mengingat potensi pertumbuhannya cukup besar.
Kedua sektor tersebut merupakan penggerak utama kenaikan indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) saat ini. Selama bulan Januari lalu sektor finansial menguat 7,52 persen dan properti naik 8,01 persen.
Berdasarkan hasil riset PT Investa Saran Mandiri disebutkan dari sekitar 9 sektor saham di bursa, kontribusi sektor finansial mencapai 24 persen.
Apalagi kendati di bulan Januari kemarin tingkat inflasi mencapai 1,07 persen, Bank Indonesia (BI) tetap optimistis tahun ini inflasi akan berada dikisaran 5 persen plus minus 1 persen. Sementara Menteri Keuangan Chatib Basri memprediksi inflasi tahunan akan berada dilevel 5,5 persen.
Managing Patner PT Investa Saran Mandiri, Kiswoyo Adi Joe mengatakan, penurunan inflasi akan mendorong BI Rate menurun. Dengan demikian akan memberikan ruang lebih luas bagi sektor perbankan untuk menjalankan bisnisnya, baik dalam aspek kredit maupun pengelolaan dana murah.
"Sektor perbankan memiliki prospek yang sangat baik ditunjang oleh fundamental yang kuat dan tingkat inflasi yang menurun. Inflasi dan BI Rate tahun ini akan berada di kisaran 6 persen dan itu sangat menguntungkan perbankan," jelas Kiswoyo di Jakarta, Selasa (4/2/2014).
Menurut dia, saham-saham perbankan terutama yang banyak menyalurkan KPR memiliki ruang pertumbuhan tinggi adalah Bank Mandiri (BMRI), Bank Tabungan Negara (BTN) dan Bank Rakyat Indonesia (BBRI).
Bank Mandiri yang bisnisnya sangat solid dan terdiversifikasi di berbagai sektor konsumer, UKM dan komersial, akan sangat diuntungkan oleh penurunan inflasi dan suku bunga. Apalagi kredit ke sektor konsumer Bank Mandiri yaitu KPR merupakan salah satu yang terbesar dengan pertumbuhan di atas industri.
Sementara, BTN yang fokus pada pembiayaan perumahaan khususnya perumahan bersubsidi juga masih akan mengalami pertumbuhan yang signifikan. Pasalnya, kebutuhan pemilikan rumah di Indonesia masih cukup besar dibandingkan ketersediaan di pasaran.
Prospek sektor properti juga tak kalah menarik. Pada Januari 2014, saat kenaikan indeks saham 0,03 persen, penguatan sektor properti merupakan yang tertinggi yaitu 8,01 persen. Tingginya penguatan sektor properti itu didorong oleh ekspektasi terhadap kenaikan pasar properti di tahun ini menyusul optimisme penurunan inflasi dan BI Rate yang menjadi acuan bunga kredit.
Analis riset First Asia Capital David Sutyanto menuturkan, saat ini pergerakan saham-saham di sektor properti masih akan stabil. "Setelah Maret atau laporan keuangan kuartal I keluar pergerakan sahamnya akan semakin dinamis,” jelasnya.
Menurut David, sektor properti memiliki fundamental yang kuat. Sebab permintaan akan perumahan terus tumbuh tinggi. Hanya saja, saat ini memang masih ada beberapa hambatan, terutama dari suku bunga dan aturan Bank Indonesia soal uang muka KPR.
“Demand properti masih tinggi, daya beli masih ada, itu positifnya. Saat ini saja banyak properti selalu sold out,” katanya.
Sementara, analis Sucorinvest Central Gani Michele Gabriela menjelaskan, kinerja saham properti dalam jangka panjang sangat positif. "Kebutuhan properti yang sangat tinggi dan sentimen penurunan suku bunga serta inflasi akan menjadikan sektor properti semakin menarik," paparnya.
Kedua sektor tersebut merupakan penggerak utama kenaikan indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) saat ini. Selama bulan Januari lalu sektor finansial menguat 7,52 persen dan properti naik 8,01 persen.
Berdasarkan hasil riset PT Investa Saran Mandiri disebutkan dari sekitar 9 sektor saham di bursa, kontribusi sektor finansial mencapai 24 persen.
Apalagi kendati di bulan Januari kemarin tingkat inflasi mencapai 1,07 persen, Bank Indonesia (BI) tetap optimistis tahun ini inflasi akan berada dikisaran 5 persen plus minus 1 persen. Sementara Menteri Keuangan Chatib Basri memprediksi inflasi tahunan akan berada dilevel 5,5 persen.
Managing Patner PT Investa Saran Mandiri, Kiswoyo Adi Joe mengatakan, penurunan inflasi akan mendorong BI Rate menurun. Dengan demikian akan memberikan ruang lebih luas bagi sektor perbankan untuk menjalankan bisnisnya, baik dalam aspek kredit maupun pengelolaan dana murah.
"Sektor perbankan memiliki prospek yang sangat baik ditunjang oleh fundamental yang kuat dan tingkat inflasi yang menurun. Inflasi dan BI Rate tahun ini akan berada di kisaran 6 persen dan itu sangat menguntungkan perbankan," jelas Kiswoyo di Jakarta, Selasa (4/2/2014).
Menurut dia, saham-saham perbankan terutama yang banyak menyalurkan KPR memiliki ruang pertumbuhan tinggi adalah Bank Mandiri (BMRI), Bank Tabungan Negara (BTN) dan Bank Rakyat Indonesia (BBRI).
Bank Mandiri yang bisnisnya sangat solid dan terdiversifikasi di berbagai sektor konsumer, UKM dan komersial, akan sangat diuntungkan oleh penurunan inflasi dan suku bunga. Apalagi kredit ke sektor konsumer Bank Mandiri yaitu KPR merupakan salah satu yang terbesar dengan pertumbuhan di atas industri.
Sementara, BTN yang fokus pada pembiayaan perumahaan khususnya perumahan bersubsidi juga masih akan mengalami pertumbuhan yang signifikan. Pasalnya, kebutuhan pemilikan rumah di Indonesia masih cukup besar dibandingkan ketersediaan di pasaran.
Prospek sektor properti juga tak kalah menarik. Pada Januari 2014, saat kenaikan indeks saham 0,03 persen, penguatan sektor properti merupakan yang tertinggi yaitu 8,01 persen. Tingginya penguatan sektor properti itu didorong oleh ekspektasi terhadap kenaikan pasar properti di tahun ini menyusul optimisme penurunan inflasi dan BI Rate yang menjadi acuan bunga kredit.
Analis riset First Asia Capital David Sutyanto menuturkan, saat ini pergerakan saham-saham di sektor properti masih akan stabil. "Setelah Maret atau laporan keuangan kuartal I keluar pergerakan sahamnya akan semakin dinamis,” jelasnya.
Menurut David, sektor properti memiliki fundamental yang kuat. Sebab permintaan akan perumahan terus tumbuh tinggi. Hanya saja, saat ini memang masih ada beberapa hambatan, terutama dari suku bunga dan aturan Bank Indonesia soal uang muka KPR.
“Demand properti masih tinggi, daya beli masih ada, itu positifnya. Saat ini saja banyak properti selalu sold out,” katanya.
Sementara, analis Sucorinvest Central Gani Michele Gabriela menjelaskan, kinerja saham properti dalam jangka panjang sangat positif. "Kebutuhan properti yang sangat tinggi dan sentimen penurunan suku bunga serta inflasi akan menjadikan sektor properti semakin menarik," paparnya.
(gpr)