Ini empat prioritas utama APP di industri kertas
A
A
A
Sindonews.com - Asia Pulp & Paper (APP) salah satu anak usaha Sinar Mas Group telah menetapkan empat prioritas utama yang harus diselesaikan di 2014 oleh kalangan industri kertas terkait dengan kebijakan konservasi hutan.
Managing Director Sustainability & Stakeholder Engagement APP, Aida Greenbury mengatakan, empat prioritas utama tersebut untuk menghilangkan deforestasi, yaitu perizinan tumpang tindih, konflik masyarakat dan konflik lahan, manajemen lanskap dan pengakuan pasar.
"Kami menyusun rencana pengelolaan ini untuk memastikan kelangsungan dari 2,6 juta hektar lahan yang merupakan tanggung jawab para pemasok kami. Namun, apabila wilayah hutan Indonesia lainnya tidak dikelola secara bertanggung jawab, lanskap hutan Indonesia akan terus beresiko terdegradasi," kata dia dalam keterangan rilisnya di Jakarta, Kamis (13/2/2014).
APP meluncurkan laporan kemajuan satu tahun pelaksanaan Kebijakan Konservasi Hutan (Forest Conservation Policy/FCP) dengan mengajak LSM, pemerintah dan sektor bisnis untuk bekerjasama mengatasi isu deforestasi di Indonesia.
APP juga telah mengumumkan penghentian pembukaan hutan alam secara permanen di seluruh rantai pasokannya melalui peluncuran kebijakan FCP. FCP yang meliputi area konsesi seluas 2,6 juta hektar, merupakan terobosan penting dalam usaha melindungi hutan alam.
Dengan hampir selesainya penilaian HCV dan HCS di lapangan, APP telah mulai mengolah hasil temuan yang ada ke dalam Rencana Pengelolaan Hutan Lestari yang Terintegrasi (Integrated Sustainable Forest Management Plans/ISFMPs). ISFMP ini akan mengatur tata cara pengelolaan dan pemeliharaan daerah konsesi kedepannya.
Namun, keberhasilan jangka panjang dari rencana pengelolaan ini juga memerlukan komitmen dari berbagai pemangku kepentingan kehutanan Indonesia.
"Pada tahun 2014, kami akan menyelesaikan penilaian terintegrasi terhadap keaneka ragaman hayati dan konservasi, yang terbesar yang pernah dilakukan. Dari penilaian ini, kami menemukan bahwa ada banyak kesempatan dan tantangan yang tidak dapat diwujudkan atau diselesaikan oleh satu perusahaan saja," tandasnya.
Hal ini juga diungkapkan, Forest Trust, sebuah organisasi nirlaba yang membantu APP untuk memastikan bahwa kebijakan konservasi hutannya membawa perubahan yang nyata di lapangan.
"Satu tahun telah berlalu dan kami mempunyai moratoria pembukaan hutan alam di seluruh area pemasok APP yang telah terbukti efektif. Penilaian hutan dengan HCV dan HCS sedang dalam tahap penyelesaian, sejumlah permasalahan konflik sosial telah diselesaikan, dan ada transparansi yang nyata dalam bentuk pelaporan kemajuan dalam pelaksanaan kebijakan FCP di lapangan," kata Direktur Eksekutif The Forest Trust, Scott Poynton.
Untuk menandai satu tahun pelaksanaan FCP, hari ini APP mengadakan acara di Jakarta dimana penerapan FCP selama satu tahun pertama dan isu lainnya dapat dibahas bersama dengan para panelis dari APP, TFT, Greenpeace, Ekologika dan LSM laiin yang berpartisipasi. Panel diskusi ini akan dimoderatori oleh Rhett Butler dari Mongabay.
Managing Director Sustainability & Stakeholder Engagement APP, Aida Greenbury mengatakan, empat prioritas utama tersebut untuk menghilangkan deforestasi, yaitu perizinan tumpang tindih, konflik masyarakat dan konflik lahan, manajemen lanskap dan pengakuan pasar.
"Kami menyusun rencana pengelolaan ini untuk memastikan kelangsungan dari 2,6 juta hektar lahan yang merupakan tanggung jawab para pemasok kami. Namun, apabila wilayah hutan Indonesia lainnya tidak dikelola secara bertanggung jawab, lanskap hutan Indonesia akan terus beresiko terdegradasi," kata dia dalam keterangan rilisnya di Jakarta, Kamis (13/2/2014).
APP meluncurkan laporan kemajuan satu tahun pelaksanaan Kebijakan Konservasi Hutan (Forest Conservation Policy/FCP) dengan mengajak LSM, pemerintah dan sektor bisnis untuk bekerjasama mengatasi isu deforestasi di Indonesia.
APP juga telah mengumumkan penghentian pembukaan hutan alam secara permanen di seluruh rantai pasokannya melalui peluncuran kebijakan FCP. FCP yang meliputi area konsesi seluas 2,6 juta hektar, merupakan terobosan penting dalam usaha melindungi hutan alam.
Dengan hampir selesainya penilaian HCV dan HCS di lapangan, APP telah mulai mengolah hasil temuan yang ada ke dalam Rencana Pengelolaan Hutan Lestari yang Terintegrasi (Integrated Sustainable Forest Management Plans/ISFMPs). ISFMP ini akan mengatur tata cara pengelolaan dan pemeliharaan daerah konsesi kedepannya.
Namun, keberhasilan jangka panjang dari rencana pengelolaan ini juga memerlukan komitmen dari berbagai pemangku kepentingan kehutanan Indonesia.
"Pada tahun 2014, kami akan menyelesaikan penilaian terintegrasi terhadap keaneka ragaman hayati dan konservasi, yang terbesar yang pernah dilakukan. Dari penilaian ini, kami menemukan bahwa ada banyak kesempatan dan tantangan yang tidak dapat diwujudkan atau diselesaikan oleh satu perusahaan saja," tandasnya.
Hal ini juga diungkapkan, Forest Trust, sebuah organisasi nirlaba yang membantu APP untuk memastikan bahwa kebijakan konservasi hutannya membawa perubahan yang nyata di lapangan.
"Satu tahun telah berlalu dan kami mempunyai moratoria pembukaan hutan alam di seluruh area pemasok APP yang telah terbukti efektif. Penilaian hutan dengan HCV dan HCS sedang dalam tahap penyelesaian, sejumlah permasalahan konflik sosial telah diselesaikan, dan ada transparansi yang nyata dalam bentuk pelaporan kemajuan dalam pelaksanaan kebijakan FCP di lapangan," kata Direktur Eksekutif The Forest Trust, Scott Poynton.
Untuk menandai satu tahun pelaksanaan FCP, hari ini APP mengadakan acara di Jakarta dimana penerapan FCP selama satu tahun pertama dan isu lainnya dapat dibahas bersama dengan para panelis dari APP, TFT, Greenpeace, Ekologika dan LSM laiin yang berpartisipasi. Panel diskusi ini akan dimoderatori oleh Rhett Butler dari Mongabay.
(gpr)