DPR: Opini WDP Kemenpera karena masalah leadership
A
A
A
Sindonews.com - Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan keuangan Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) selama enam tahun berturut-turut sejak 2006, akhirnya tercoreng juga pada 2012.
Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan, laporan keuangan Kemenpera termasuk di antara tiga Kementerian/Lembaga (K/L), yang mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari 15 K/L di bawah koordinasi Kesra.
Turunnya rapor dari WTP menjadi WDP pada Kemenpera diingatkan oleh Komisi V DPR RI dalam rapat kerja dengan Menteri Perumahan Rakyat Selasa (18/2/2014) kemarin. Salah satu agenda raker adalah pembahasan terhadap tindak lanjut hasil pemeriksaan semester I/2013 BPK pada Kemenpera.
Kapoksi V dari Fraksi PKS Sigit Sosiantomo mengatakan, persoalan turunnya opini menjadi WDP adalah masalah kepemimpinan (leadership).
"Turunnya opini juga diyakini bukan karena Standard Operasional Procedure (SOP) yang belum lengkap, namun karena menteri tidak melaksanakan SOP," kata dia dalam rilisnya di Jakarta, Rabu (19/2/2014).
Opini dari BPK menjadi penting karena merupakan salah satu indikator keberhasilan dan kinerja menteri serta kepala lembaga dalam menyelenggarakan reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi merupakan prioritas pembangunan nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional.
Resume laporan atas pengedalian internal di Kemenpera menunjukkan, terdapat penempatan dana fasilitas likuiditas pembiayaan perumahaan (FLPP) 2012, yang tidak berdasarkan rencana penyaluran FLPP yang tertuang dalam perjanjian kerja sama operasional dan belum mempertimbangkan aspek tata kelola keuangan dalam penentuan penempatan dana FLPP.
Hal tersebut mengakibatkan tujuan program FLPP dan target penyaluran berpotensi tidak tercapai dan terhambat serta potensi tidak maksimalnya hasil pengelolaan dana kelola FLPP.
Pada 2012, ada temuan karena ketidakpatuhan terhadap peraturan yang mengakibatkan kerugian negara sebanyak tujuh kasus senilai Rp1,36 miliar dan kekurangan penerimaan sebanyak enam kasus senilai Rp171,27 miliar.
Ditinjau dari status pemantauan tindak lanjut, selama semester I/2013 ada 21 temuan senilai Rp1,14 triliun. Dari temuan tersebut ada 18 rekomendasi senilai Rp168,35 miliar yang belum ditindaklanjuti dari 28 rekomendasi yang disampaikan BPK.
Legislator asal Surabaya ini juga memprihatinkan backlog perumahan yang sangat besar, namun tidak diimbangi dengan inisiatif terbaik Kemenpera untuk menguranginya.
Rusunawa yang sudah dibangun pun banyak yang tidak dihuni karena alasan lokasi, tidak ada fasilitas pendukung seperti listrik dan sebagainya. Pernah tercatat ada sekitar 40 twinblock yang dibangun tetapi tidak digunakan. Jika nilai setiap twinblock sekitar Rp13 miliar, berarti pada masa itu ada aset senilai Rp520 miliar yang tidak produktif.
"Dengan kinerja Kemenpera seperti itu, ditambah banyak bencana alam yang terjadi saat ini yang merusak bahkan menghancurkan banyak rumah, tentunya membuat backlog perumahan akan semakin besar dan semakin sulit dipenuhi pada masa pemerintahan KIB Jilid II," tutur dia.
Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan, laporan keuangan Kemenpera termasuk di antara tiga Kementerian/Lembaga (K/L), yang mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari 15 K/L di bawah koordinasi Kesra.
Turunnya rapor dari WTP menjadi WDP pada Kemenpera diingatkan oleh Komisi V DPR RI dalam rapat kerja dengan Menteri Perumahan Rakyat Selasa (18/2/2014) kemarin. Salah satu agenda raker adalah pembahasan terhadap tindak lanjut hasil pemeriksaan semester I/2013 BPK pada Kemenpera.
Kapoksi V dari Fraksi PKS Sigit Sosiantomo mengatakan, persoalan turunnya opini menjadi WDP adalah masalah kepemimpinan (leadership).
"Turunnya opini juga diyakini bukan karena Standard Operasional Procedure (SOP) yang belum lengkap, namun karena menteri tidak melaksanakan SOP," kata dia dalam rilisnya di Jakarta, Rabu (19/2/2014).
Opini dari BPK menjadi penting karena merupakan salah satu indikator keberhasilan dan kinerja menteri serta kepala lembaga dalam menyelenggarakan reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi merupakan prioritas pembangunan nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional.
Resume laporan atas pengedalian internal di Kemenpera menunjukkan, terdapat penempatan dana fasilitas likuiditas pembiayaan perumahaan (FLPP) 2012, yang tidak berdasarkan rencana penyaluran FLPP yang tertuang dalam perjanjian kerja sama operasional dan belum mempertimbangkan aspek tata kelola keuangan dalam penentuan penempatan dana FLPP.
Hal tersebut mengakibatkan tujuan program FLPP dan target penyaluran berpotensi tidak tercapai dan terhambat serta potensi tidak maksimalnya hasil pengelolaan dana kelola FLPP.
Pada 2012, ada temuan karena ketidakpatuhan terhadap peraturan yang mengakibatkan kerugian negara sebanyak tujuh kasus senilai Rp1,36 miliar dan kekurangan penerimaan sebanyak enam kasus senilai Rp171,27 miliar.
Ditinjau dari status pemantauan tindak lanjut, selama semester I/2013 ada 21 temuan senilai Rp1,14 triliun. Dari temuan tersebut ada 18 rekomendasi senilai Rp168,35 miliar yang belum ditindaklanjuti dari 28 rekomendasi yang disampaikan BPK.
Legislator asal Surabaya ini juga memprihatinkan backlog perumahan yang sangat besar, namun tidak diimbangi dengan inisiatif terbaik Kemenpera untuk menguranginya.
Rusunawa yang sudah dibangun pun banyak yang tidak dihuni karena alasan lokasi, tidak ada fasilitas pendukung seperti listrik dan sebagainya. Pernah tercatat ada sekitar 40 twinblock yang dibangun tetapi tidak digunakan. Jika nilai setiap twinblock sekitar Rp13 miliar, berarti pada masa itu ada aset senilai Rp520 miliar yang tidak produktif.
"Dengan kinerja Kemenpera seperti itu, ditambah banyak bencana alam yang terjadi saat ini yang merusak bahkan menghancurkan banyak rumah, tentunya membuat backlog perumahan akan semakin besar dan semakin sulit dipenuhi pada masa pemerintahan KIB Jilid II," tutur dia.
(rna)