Tourism behavior belum tersentuh terpadu
A
A
A
Sindonews.com - Target kunjungan wisatawan asing ke Indonesia masih jauh dari yang diharapkan. Karenanya, semua komponen sarana dan prasarana penunjang harus disiapkan, termasuk pengembangan tourism behavior.
"Bicara tentang pariwisata seharusnya tourism behavior mengarah ke semua lini. Namun dalam kenyataan yang ada unsur tourism behavior belum tersentuh secara terpadu. Seperti halnya tourist behavior, market behavior, tour behavior, consumer behavior," ujar Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Pariwisata Ambarukmo (Stipram) Yogyakarta Suhendroyono Selasa (25/2/2014).
Dalam acara seminar internasional bertajuk 'Sustainable Tourism Development Based on Tourism Behavior', Hendro menuturkan, tourism behavior belum banyak dikenali oleh masyarakat sehingga masih berjalan secara parsial. Seharusnya hal tersebut berjalan bersamaan dengan pengelolaan secara bersinergi agar tourism behavior tercipta di masyarakat Indonesia.
"Dengan melekatnya tourism behavior pada pariwisata Indonesia, diharapkan bisa berkembang pesat dan menjadi tujuan utama dunia. Selain itu, perlu juga kerja sama pemerintah, masyarakat dan pengusaha dalam memikirkan pengembangan tourism behavior ini," imbuhnya.
Dosen tamu asal Amerika Serikat Erik Christopher Hookom BA MEd TEFL mengatakan, kekhasan yang dimiliki negara atau daerah seharusnya bisa menjadi aset wisata yang potensial. Sebab, dengan kekhasan tersebut daerah lain tidak dapat menirunya. hal inilah yang juga bisa dilakukan dunia pariwisata Indonesia.
"Candi misalnya, bisa diamati seumur hidup tanpa bosan karena merupakan aset wisata yang khas dan berbeda dari yang ada di negara lain. Seperti negara kami, kekhasan kota dan gunung dijadikan sebagai aset wisata," ujarnya.
Karena itulah Indonesia, termasuk Yogyakarta, menurutnya bisa menjadikan kekhasan negara dan daerahnya sebagai aset wisata yang berharga. Namun untuk mewujudkannya perlu dukungan banyak pihak dalam menjaga aset tersebut sebagai pariwisata berkelanjutan.
Misalnya, dalam mengembangkan wisata candi harus didukung pelestarian lingkungan sekitar seperti menjaga sungai dan hutan secara bersih.
"Aset wisata ini juga harus ramah tidak hanya bagi wisatawan namun juga kaum difabel. Kesadaran ini perlu didukung dunia pendidikan agar untuk bisa mengembangkan pariwisata berkelanjutan," imbuhnya.
"Bicara tentang pariwisata seharusnya tourism behavior mengarah ke semua lini. Namun dalam kenyataan yang ada unsur tourism behavior belum tersentuh secara terpadu. Seperti halnya tourist behavior, market behavior, tour behavior, consumer behavior," ujar Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Pariwisata Ambarukmo (Stipram) Yogyakarta Suhendroyono Selasa (25/2/2014).
Dalam acara seminar internasional bertajuk 'Sustainable Tourism Development Based on Tourism Behavior', Hendro menuturkan, tourism behavior belum banyak dikenali oleh masyarakat sehingga masih berjalan secara parsial. Seharusnya hal tersebut berjalan bersamaan dengan pengelolaan secara bersinergi agar tourism behavior tercipta di masyarakat Indonesia.
"Dengan melekatnya tourism behavior pada pariwisata Indonesia, diharapkan bisa berkembang pesat dan menjadi tujuan utama dunia. Selain itu, perlu juga kerja sama pemerintah, masyarakat dan pengusaha dalam memikirkan pengembangan tourism behavior ini," imbuhnya.
Dosen tamu asal Amerika Serikat Erik Christopher Hookom BA MEd TEFL mengatakan, kekhasan yang dimiliki negara atau daerah seharusnya bisa menjadi aset wisata yang potensial. Sebab, dengan kekhasan tersebut daerah lain tidak dapat menirunya. hal inilah yang juga bisa dilakukan dunia pariwisata Indonesia.
"Candi misalnya, bisa diamati seumur hidup tanpa bosan karena merupakan aset wisata yang khas dan berbeda dari yang ada di negara lain. Seperti negara kami, kekhasan kota dan gunung dijadikan sebagai aset wisata," ujarnya.
Karena itulah Indonesia, termasuk Yogyakarta, menurutnya bisa menjadikan kekhasan negara dan daerahnya sebagai aset wisata yang berharga. Namun untuk mewujudkannya perlu dukungan banyak pihak dalam menjaga aset tersebut sebagai pariwisata berkelanjutan.
Misalnya, dalam mengembangkan wisata candi harus didukung pelestarian lingkungan sekitar seperti menjaga sungai dan hutan secara bersih.
"Aset wisata ini juga harus ramah tidak hanya bagi wisatawan namun juga kaum difabel. Kesadaran ini perlu didukung dunia pendidikan agar untuk bisa mengembangkan pariwisata berkelanjutan," imbuhnya.
(gpr)