Kemendag cermati pelambatan ekonomi Tiongkok
A
A
A
Sindonews.com - Republik Rakyat Tiongkok (RRT) saat ini tengah mengalami pelambatan ekonomi salah satunya disebabkan karena turunnya ekspor dan impor Tiongkok. Hal ini tentu akan berdampak secara ekonomi ke banyak negara, termasuk Indonesia.
"Tiongkok impor turun 11 persen. Ini kita coba lihat lebih detail. Kan 11 persen itu global, by values kan. Faktornya bisa macam-macam. Kita lagi coba cermati mana yang turun dan mana yang impact ke Indonesia lebih besar," ungkap dia di kantornya, Jumat (11/4/2014).
Dia mengatakan, penurunan tersebut sifatnya past tense dan bukan proyeksi, karena itu dilihat dari impor yang sudah terjadi. Jika dihubungkan dengan ekspor Indonesia, dia berpendapat ekspor kita secara umum masih tumbuh, termasuk ke Tiongkok.
"Di sisi lain secara umum masih tumbuh. Ada beberapa yang turun, tapi kalau impor Tiongkok yang turun itu kita harus bedah yang seperti apa dan dari mana turunnya yang paling besar. Intinya masih kita pelajarilah lebih lanjut," tambahnya.
Namun dia menuturkan, ke depannya kita memang harus bersiap dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok. "Perubahan itu akan berdampak kepada banyak hal termasuk impor mereka. Itu yang harus kita cermati," imbuh dia.
Turunnya impor Tiongkok, lanjutnya, secara umum memang karena turunnya pertumbuhan ekonomi. Tetapi jika diperdalam, itu juga karena melambatnya investasi. Dari data yang ada, turunnya investasi di Tiongkok ada pada sektor otomotif, elektronik, sektor yang berbasis tenaga Kerja, dan yang berdimensi lingkungan.
"Itu kan bukan kebutuhan pokok seperti energi. Mungkin yang sudah kena dan mulai terasa melambat itu karet karena itu ke otomotif kan. Jadi ini masih sesuatu yang harus kita bedah lebih lanjut. Yang kita lihat bukan past tense-nya tapi ke depannya seperti apa," tandasnya.
"Tiongkok impor turun 11 persen. Ini kita coba lihat lebih detail. Kan 11 persen itu global, by values kan. Faktornya bisa macam-macam. Kita lagi coba cermati mana yang turun dan mana yang impact ke Indonesia lebih besar," ungkap dia di kantornya, Jumat (11/4/2014).
Dia mengatakan, penurunan tersebut sifatnya past tense dan bukan proyeksi, karena itu dilihat dari impor yang sudah terjadi. Jika dihubungkan dengan ekspor Indonesia, dia berpendapat ekspor kita secara umum masih tumbuh, termasuk ke Tiongkok.
"Di sisi lain secara umum masih tumbuh. Ada beberapa yang turun, tapi kalau impor Tiongkok yang turun itu kita harus bedah yang seperti apa dan dari mana turunnya yang paling besar. Intinya masih kita pelajarilah lebih lanjut," tambahnya.
Namun dia menuturkan, ke depannya kita memang harus bersiap dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok. "Perubahan itu akan berdampak kepada banyak hal termasuk impor mereka. Itu yang harus kita cermati," imbuh dia.
Turunnya impor Tiongkok, lanjutnya, secara umum memang karena turunnya pertumbuhan ekonomi. Tetapi jika diperdalam, itu juga karena melambatnya investasi. Dari data yang ada, turunnya investasi di Tiongkok ada pada sektor otomotif, elektronik, sektor yang berbasis tenaga Kerja, dan yang berdimensi lingkungan.
"Itu kan bukan kebutuhan pokok seperti energi. Mungkin yang sudah kena dan mulai terasa melambat itu karet karena itu ke otomotif kan. Jadi ini masih sesuatu yang harus kita bedah lebih lanjut. Yang kita lihat bukan past tense-nya tapi ke depannya seperti apa," tandasnya.
(gpr)