Green Architecture yang Fenomenal
A
A
A
JAKARTA - Seiring dengan perkembangan, konsep arsitektur hijau (green architecture) dan perumahan ramah lingkungan kini sudah menjadi kebutuhan krusial masyarakat di kota-kota besar.
Hal ini menjadi solusi kondisi lingkungan yang mulai terasa dampak dari global warming, efek rumah kaca, hingga polusi yang tak terbendung. Bangunan dengan konsep green architecture tengah populer dalam beberapa tahun belakangan, mengikuti tren dunia yang sedang mengarah ke sana.
Tak heran, para developer lantas berlomba-lomba untuk membangun kawasan perumahan bertema hijau untuk menarik investor. Bangunan hijau atau dikenal juga sebagai konstruksi hijau, bangunan berkelanjutan, mengarah pada struktur dan pemakaian proses yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan hemat sumber daya sepanjang siklus hidup bangunan tersebut, mulai dari pemilihan tempat sampai desain, konstruksi, operasi, perawatan, renovasi dan peruntuhan.
Praktik ini memperluas dan melengkapi desain bangunan klasik dalam hal ekonomi, utilitas, durabilitas, dan kenyamanan. Secara sederhana, konsep hijau dimaknai sebagai pengadopsian sistem yang hemat air dan listrik, penggunaan energi terbarukan, konservasi air, kualitas udara yang baik, hingga pemakaian bahan bangunan yang ramah lingkungan dan hemat energi.
Masyarakat di kota-kota besar, termasuk Jakarta, semakin membutuhkan adanya pembangunan hijau ini akibat banyak terjadinya kerusakan alam dan efek pemanasan global yang membuat bumi semakin tidak nyaman untuk ditinggali. Di sejumlah negara Asia Tenggara, konsep ini sudah diterapkan dalam waktu beberapa tahun belakangan. Singapura misalnya, telah mengedepankan Green Building Masterplan yang kedua pada 2009 lalu dengan fokus kepada bangunan hijau yang ada pada 2030 nanti.
Selain itu, awal tahun ini, Negeri Singa tersebut telah meluncurkan blueprint berkelanjutan di bawah Gerakan Singapura Berkelanjutan yang bertujuan membuat kota layak hidup dan huni. Sementara itu, Thailand memiliki inisiatif Low Carbon City untuk membantu mencapai pengurangan emisi gas rumah kaca dan mengatalisasi pergeseran ini ke masyarakat rendah karbon. Kemudian, Filipina juga mempunyai inisiatif hijau yang akan berguna untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya.
Di Tanah Air, Green Building Council Indonesia (GBCI), organisasi resmi yang concern terhadap persoalan eco-property, tahun ini sudah merampungkan standardisasi green building khusus untuk perumahan, melengkapi standar-standar untuk gedung dan perkantoran yang sudah disusun sebelumnya.
Menurut GBCI sudah ada 70 bangunan yang mendaftar untuk disertifikasi sebagai bangunan ramah lingkungan. Chairperson GBCI Naning Adiwoso mengungkapkan, sampai sekarang memang belum banyak pengembang mengerti apa saja keuntungan membangun arsitektur hijau. Apalagi menyongsong pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) pada 2015, di mana pengembang besar dari Singapura, Malaysia, dan negara Asean lainnya akan masuk ke Indonesia.
“Kalau tidak siap, pengembang kita akan tertinggal. Tentu ini perlu dimengerti agar di kemudian hari sangat menguntungkan. Terutama dengan bangunan hijau, subsidi untuk energi yang dibutuhkan bangunan akan berkurang,” ujarnya.
Dia menjelaskan, bangunan yang masuk kualifikasi bangunan hijau adalah bangunan yang menggunakan energi di bawah 250kw/m/ tahun. Penghematan energi memungkinkan dilakukan karena bangunan menggunakan banyak cahaya alami serta menggunakan AC dan peralatan yang tidak merusak ozon. Parameter lain yang memasukkan sebuah bangunan ke bangunan hijau adalah proses pembangunan yang menggunakan passive design. Konsep yang mengutamakan pemakaian selubung pada bangunan tersebut mencegah penyerapan panas ke dalam ruangan.
“Selain itu, bangunan hijau menggunakan microclimate effect dan roof garden untuk mengurangi dampak dari island heat effect,” kata Naning. Salah satu pengembang yang peduli terhadap green property, yaitu PT Lippo Cikarang yang banyak menerima penghargaan dari sejumlah pihak.
Pada proyeknya, Kluster Vassa Residence di Kawasan Lippo Cikarang (3.000 hektare), Bekasi unggul dalam kriteria Green Transportation, kategori perumahan kota di atas luas 500 hektare yaitu pengembangan perumahan yang diintegrasikan dengan pengembangan kawasan industri di satu lokasi.
“Selain menawarkan hunian, developer juga menyediakan transportasi umum di dalam area perumahan yang melalui kluster-klusternya dan kawasan industri, serta transportasi umum dari luar area perumahan berupa shuttle bus yang beroperasi rutin dilengkapi terminal,” ujar Public Relation Manager PT Lippo Cikarang, Ria Sormin.
Para pekerja industri yang tinggal di dalam dan di sekitar perumahan, lebih mudah dan murah menjangkau tempat kerja dengan angkutan umum. Sementara itu, PT Sentul City Tbk telah lama menggandeng Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk memantapkan konsep eco city atau kota berwawasan lingkungan yang mereka usung. “Kami akan menyempurnakan konsep yang sudah ada disertai dengan eksplorasi gagasan-gagasan yang baru,” kata Wakil Direktur Utama Sentul City, Andrian Budi Utama.
Lewat kongsi itu, Sentul City mengembangkan bangunan hijau berupa penerapan green wall dan green roof, yang sesuai dengan iklim dan potensi alam di Indonesia. Termasuk di dalamnya pemilihan tanaman dan teknik perawatannya.
Hal ini menjadi solusi kondisi lingkungan yang mulai terasa dampak dari global warming, efek rumah kaca, hingga polusi yang tak terbendung. Bangunan dengan konsep green architecture tengah populer dalam beberapa tahun belakangan, mengikuti tren dunia yang sedang mengarah ke sana.
Tak heran, para developer lantas berlomba-lomba untuk membangun kawasan perumahan bertema hijau untuk menarik investor. Bangunan hijau atau dikenal juga sebagai konstruksi hijau, bangunan berkelanjutan, mengarah pada struktur dan pemakaian proses yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan hemat sumber daya sepanjang siklus hidup bangunan tersebut, mulai dari pemilihan tempat sampai desain, konstruksi, operasi, perawatan, renovasi dan peruntuhan.
Praktik ini memperluas dan melengkapi desain bangunan klasik dalam hal ekonomi, utilitas, durabilitas, dan kenyamanan. Secara sederhana, konsep hijau dimaknai sebagai pengadopsian sistem yang hemat air dan listrik, penggunaan energi terbarukan, konservasi air, kualitas udara yang baik, hingga pemakaian bahan bangunan yang ramah lingkungan dan hemat energi.
Masyarakat di kota-kota besar, termasuk Jakarta, semakin membutuhkan adanya pembangunan hijau ini akibat banyak terjadinya kerusakan alam dan efek pemanasan global yang membuat bumi semakin tidak nyaman untuk ditinggali. Di sejumlah negara Asia Tenggara, konsep ini sudah diterapkan dalam waktu beberapa tahun belakangan. Singapura misalnya, telah mengedepankan Green Building Masterplan yang kedua pada 2009 lalu dengan fokus kepada bangunan hijau yang ada pada 2030 nanti.
Selain itu, awal tahun ini, Negeri Singa tersebut telah meluncurkan blueprint berkelanjutan di bawah Gerakan Singapura Berkelanjutan yang bertujuan membuat kota layak hidup dan huni. Sementara itu, Thailand memiliki inisiatif Low Carbon City untuk membantu mencapai pengurangan emisi gas rumah kaca dan mengatalisasi pergeseran ini ke masyarakat rendah karbon. Kemudian, Filipina juga mempunyai inisiatif hijau yang akan berguna untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya.
Di Tanah Air, Green Building Council Indonesia (GBCI), organisasi resmi yang concern terhadap persoalan eco-property, tahun ini sudah merampungkan standardisasi green building khusus untuk perumahan, melengkapi standar-standar untuk gedung dan perkantoran yang sudah disusun sebelumnya.
Menurut GBCI sudah ada 70 bangunan yang mendaftar untuk disertifikasi sebagai bangunan ramah lingkungan. Chairperson GBCI Naning Adiwoso mengungkapkan, sampai sekarang memang belum banyak pengembang mengerti apa saja keuntungan membangun arsitektur hijau. Apalagi menyongsong pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) pada 2015, di mana pengembang besar dari Singapura, Malaysia, dan negara Asean lainnya akan masuk ke Indonesia.
“Kalau tidak siap, pengembang kita akan tertinggal. Tentu ini perlu dimengerti agar di kemudian hari sangat menguntungkan. Terutama dengan bangunan hijau, subsidi untuk energi yang dibutuhkan bangunan akan berkurang,” ujarnya.
Dia menjelaskan, bangunan yang masuk kualifikasi bangunan hijau adalah bangunan yang menggunakan energi di bawah 250kw/m/ tahun. Penghematan energi memungkinkan dilakukan karena bangunan menggunakan banyak cahaya alami serta menggunakan AC dan peralatan yang tidak merusak ozon. Parameter lain yang memasukkan sebuah bangunan ke bangunan hijau adalah proses pembangunan yang menggunakan passive design. Konsep yang mengutamakan pemakaian selubung pada bangunan tersebut mencegah penyerapan panas ke dalam ruangan.
“Selain itu, bangunan hijau menggunakan microclimate effect dan roof garden untuk mengurangi dampak dari island heat effect,” kata Naning. Salah satu pengembang yang peduli terhadap green property, yaitu PT Lippo Cikarang yang banyak menerima penghargaan dari sejumlah pihak.
Pada proyeknya, Kluster Vassa Residence di Kawasan Lippo Cikarang (3.000 hektare), Bekasi unggul dalam kriteria Green Transportation, kategori perumahan kota di atas luas 500 hektare yaitu pengembangan perumahan yang diintegrasikan dengan pengembangan kawasan industri di satu lokasi.
“Selain menawarkan hunian, developer juga menyediakan transportasi umum di dalam area perumahan yang melalui kluster-klusternya dan kawasan industri, serta transportasi umum dari luar area perumahan berupa shuttle bus yang beroperasi rutin dilengkapi terminal,” ujar Public Relation Manager PT Lippo Cikarang, Ria Sormin.
Para pekerja industri yang tinggal di dalam dan di sekitar perumahan, lebih mudah dan murah menjangkau tempat kerja dengan angkutan umum. Sementara itu, PT Sentul City Tbk telah lama menggandeng Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk memantapkan konsep eco city atau kota berwawasan lingkungan yang mereka usung. “Kami akan menyempurnakan konsep yang sudah ada disertai dengan eksplorasi gagasan-gagasan yang baru,” kata Wakil Direktur Utama Sentul City, Andrian Budi Utama.
Lewat kongsi itu, Sentul City mengembangkan bangunan hijau berupa penerapan green wall dan green roof, yang sesuai dengan iklim dan potensi alam di Indonesia. Termasuk di dalamnya pemilihan tanaman dan teknik perawatannya.
(dmd)