Lelang Gula di Jabar Ditunda Akibat Harga Rendah
A
A
A
CIREBON - Lelang gula di Jawa Barat terpaksa ditunda akibat harga lelang gula yang rendah di sejumlah daerah di Indonesia.
Sekretaris DPD Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jabar Haris Dodi Sukmawan menyebutkan, lelang periode pertama seharusnya telah dilakukan pada 5-7 Juni 2014. Hal ini dipengaruhi musim giling yang telah dilakukan pada Mei lalu.
"Makanya Juli ini seharusnya lelang telah memasuki periode III, tapi sampai sekarang belum satu pun dilakukan," kata dia, Rabu (9/7/2014).
Menurut dia, lelang ditunda akibat rendahnya harga lelang gula di Jawa Timur di kisaran Rp8.550–Rp8.600/kg. Nilai itu jauh lebih rendah ketimbaang harga lelang awal pada 2013 yang mencapai Rp10.300/kg.
Selain rendahnya harga, para petani tebu juga dikecewakan dengan rendahnya tingkat rendemen tebu di semua pabrik gula (PG). Dia menyebutkan, saat giling awal pada Mei 2014, tingkat rendemen tebu di PG Tersana Baru Cirebon hanya 7,01%. Bahkan, saat ini, tingkat rendemen terus menurun hingga menjadi 6,52%.
Di PG Karangsuwung Cirebon, tingkat rendemen tebu pada giling awal mencapai 6,9% dan kini menurun menjadi 6,45%. Di PG Sindang Laut Cirebon, tingkat rendemen tebu pada giling awal 6,5% dan kini menjadi 6,3%.
Tak jauh berbeda di PG Jatitujuh Majalengka, di mana tingkat rendemen hanya 6,2%. Sementara tingkat rendemen di PG Subang justru 5,2%. Dia menyatakan, rendahnya tingkat rendemen tebu tahun ini sama seperti tahun 2013.
Pihaknya sendiri mengaku belum mengetahui waktu pelaksanaan lelang di Jabar. Dia memperkirakan, lelang akan digelar seraya mengamati perkembangan harga gula. Pelaksanaan lelang periode I-III pun dimungkinan disatukan.
"Meski lelang belum dilakukan, berdasarkan MoU antara APTRI dan investor penyangga, jaminan harga gula sudah diberikan investor penyangga yakni Rp8.500/kg," ujar dia.
Apabila saat lelang harga gula lebih rendah dari Rp8.500/kg, investor penyangga harus tetap membeli gula petani seharga itu. Namun apabila pada lelang harga gula berkisar antara Rp8.500/kg–Rp9.000/kg, maka selisih Rp500 akan diberikan kepada investor Rp100/kg dan sisanya diberikan kepada petani.
Apabila harga lelang Rp9.000/kg-Rp9.300/kg, maka selisih Rp150/kg akan diberikan kepada investor dan sisanya untuk petani. Apabila lebih dari Rp9.300/kg, maka investor mendapat Rp200/kg dan sisanya untuk petani.
Dia menambahkan, jika lelang dilakukan saat ini dengan harga seperti di Jatim yakni Rp8.550/kg-Rp8.600/kg, maka harga itu belum bisa memberikan keuntungan bagi petani.
"Harga gula sekarang rendah karena gula rafinasi membanjir. Kami harap pemerintah segera mengatasinya," tandas dia.
Terpisah, rendahnya harga gula lelang sepertinya tak mempengaruhi harga gula di Kabupaten Cirebon yang justru tinggi. Harga gula yang hingga kini sekitar Rp12.000 justru dikeluhkan para pengusaha katering.
"Jelang lebaran pasti butuh banyak gula untuk membuat pesanan kue. Harga kue terpaksa akan ditinggikan kalau harga gulanya terus naik jelang lebaran nanti, karena awal puasa saja sudah Rp12.000," ungkap salah seorang penyuplai kue-kue kering di Kabupaten Cirebon, Dede, 30.
Sekretaris DPD Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jabar Haris Dodi Sukmawan menyebutkan, lelang periode pertama seharusnya telah dilakukan pada 5-7 Juni 2014. Hal ini dipengaruhi musim giling yang telah dilakukan pada Mei lalu.
"Makanya Juli ini seharusnya lelang telah memasuki periode III, tapi sampai sekarang belum satu pun dilakukan," kata dia, Rabu (9/7/2014).
Menurut dia, lelang ditunda akibat rendahnya harga lelang gula di Jawa Timur di kisaran Rp8.550–Rp8.600/kg. Nilai itu jauh lebih rendah ketimbaang harga lelang awal pada 2013 yang mencapai Rp10.300/kg.
Selain rendahnya harga, para petani tebu juga dikecewakan dengan rendahnya tingkat rendemen tebu di semua pabrik gula (PG). Dia menyebutkan, saat giling awal pada Mei 2014, tingkat rendemen tebu di PG Tersana Baru Cirebon hanya 7,01%. Bahkan, saat ini, tingkat rendemen terus menurun hingga menjadi 6,52%.
Di PG Karangsuwung Cirebon, tingkat rendemen tebu pada giling awal mencapai 6,9% dan kini menurun menjadi 6,45%. Di PG Sindang Laut Cirebon, tingkat rendemen tebu pada giling awal 6,5% dan kini menjadi 6,3%.
Tak jauh berbeda di PG Jatitujuh Majalengka, di mana tingkat rendemen hanya 6,2%. Sementara tingkat rendemen di PG Subang justru 5,2%. Dia menyatakan, rendahnya tingkat rendemen tebu tahun ini sama seperti tahun 2013.
Pihaknya sendiri mengaku belum mengetahui waktu pelaksanaan lelang di Jabar. Dia memperkirakan, lelang akan digelar seraya mengamati perkembangan harga gula. Pelaksanaan lelang periode I-III pun dimungkinan disatukan.
"Meski lelang belum dilakukan, berdasarkan MoU antara APTRI dan investor penyangga, jaminan harga gula sudah diberikan investor penyangga yakni Rp8.500/kg," ujar dia.
Apabila saat lelang harga gula lebih rendah dari Rp8.500/kg, investor penyangga harus tetap membeli gula petani seharga itu. Namun apabila pada lelang harga gula berkisar antara Rp8.500/kg–Rp9.000/kg, maka selisih Rp500 akan diberikan kepada investor Rp100/kg dan sisanya diberikan kepada petani.
Apabila harga lelang Rp9.000/kg-Rp9.300/kg, maka selisih Rp150/kg akan diberikan kepada investor dan sisanya untuk petani. Apabila lebih dari Rp9.300/kg, maka investor mendapat Rp200/kg dan sisanya untuk petani.
Dia menambahkan, jika lelang dilakukan saat ini dengan harga seperti di Jatim yakni Rp8.550/kg-Rp8.600/kg, maka harga itu belum bisa memberikan keuntungan bagi petani.
"Harga gula sekarang rendah karena gula rafinasi membanjir. Kami harap pemerintah segera mengatasinya," tandas dia.
Terpisah, rendahnya harga gula lelang sepertinya tak mempengaruhi harga gula di Kabupaten Cirebon yang justru tinggi. Harga gula yang hingga kini sekitar Rp12.000 justru dikeluhkan para pengusaha katering.
"Jelang lebaran pasti butuh banyak gula untuk membuat pesanan kue. Harga kue terpaksa akan ditinggikan kalau harga gulanya terus naik jelang lebaran nanti, karena awal puasa saja sudah Rp12.000," ungkap salah seorang penyuplai kue-kue kering di Kabupaten Cirebon, Dede, 30.
(gpr)