Menpera Minta REI Serahkan Daftar Pengembang Nakal
A
A
A
JAKARTA - Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) Djan Faridz meminta asosiasi pengembang Realestat Indonesia (REI) untuk menyerahkan daftar pengembang yang belum menerapkan pembangunan rumah dengan pola hunian berimbang.
Pasalnya, hingga saat ini pihak Kemenpera masih belum melihat aksi para pengembang untuk mendorong pembangunan rumah dengan pola hunian berimbang sehingga kebutuhan rumah sederhana untuk masyarakat dikhawatirkan akan terus meningkat karena ketiadaan pasokan rumah murah.
"Kami (Kemenpera-red) minta REI untuk segera menyerahkan daftar anggota khususnya para pengembang yang belum membangun rumah murah untuk masyarakat dengan pola hunian berimbang," ujar Djan dalam rilisnya, Senin (4/8/2014).
Permintaannya kepada REI tersebut merupakan tindak lanjut dari penyerahan laporan pengembang yang tidak melaksanakan hunian berimbang ke Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Kepolisian pada bulan Juni lalu.
Pada waktu itu, Menpera telah menghadap ke Kejaksaan dan Kepolisian dengan melaporkan 60 pengembang di wilayah Jabodetabek yang tidak melaksanakan hunian berimbang agar dilakukan pengusutan dan penindakan lebih jauh.
Djan mengatakan, di dalam Undang-undang No 1 / 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman tercantum dengan jelas bahwa pengembang yang membangun rumah mewah harus membangun rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebagaimana aturan hunian berimbang dengan pola 1:2:3 yakni pembangunan satu rumah mewah harus diikuti dengan pembangunan dua rumah menengah dan tiga rumah sederhana.
"Dulu kami telah melaporkan pengembang di Jabodetabek yang belum melaksanakan pembangunan rumah dengan pola hunian berimbang. Tidak tertutup kemungkinan pengembang di daerah lain bisa dilaporkan jika mereka tidak mentaati peraturan yang berlaku," tandasnya.
Hingga saat ini, dirinya juga belum melihat secara jelas aksi para pengembang di lapangan untuk melaksanakan pola hunian berimbang tersebut. Oleh karena itu, saya menilai REI perlu melakukan pendataan terhadap para pengembang yang menjadi anggotanya agar diketahui secara jelas para pengembang mana saja yang memang belum melaksanakan kewajibannya untuk membangun rumah sederhana
Selain itu, adanya data pengembang yang belum melaksanakan pola hunian berimbang juga bisa menjadi landasan bagi Menteri Perumahan Rakyat selanjutnya untuk membuat program serta kebijakan apabila dirinya telah selesai menjalankan tugasnya di Kabinet Indonesia Bersatu II.
"Pola hunian berimbang yang dilaksanakan oleh pengembang tidak harus rumah tapak tapi juga bisa dengan membangun Rumah susun minimal dua lantai. Apalagi ke depan Kemenpera hanya akan memberikan bantuan pembiayaan perumahan dengan KPR FLPP untuk Rusun saja," imbuhnya.
Pasalnya, hingga saat ini pihak Kemenpera masih belum melihat aksi para pengembang untuk mendorong pembangunan rumah dengan pola hunian berimbang sehingga kebutuhan rumah sederhana untuk masyarakat dikhawatirkan akan terus meningkat karena ketiadaan pasokan rumah murah.
"Kami (Kemenpera-red) minta REI untuk segera menyerahkan daftar anggota khususnya para pengembang yang belum membangun rumah murah untuk masyarakat dengan pola hunian berimbang," ujar Djan dalam rilisnya, Senin (4/8/2014).
Permintaannya kepada REI tersebut merupakan tindak lanjut dari penyerahan laporan pengembang yang tidak melaksanakan hunian berimbang ke Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Kepolisian pada bulan Juni lalu.
Pada waktu itu, Menpera telah menghadap ke Kejaksaan dan Kepolisian dengan melaporkan 60 pengembang di wilayah Jabodetabek yang tidak melaksanakan hunian berimbang agar dilakukan pengusutan dan penindakan lebih jauh.
Djan mengatakan, di dalam Undang-undang No 1 / 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman tercantum dengan jelas bahwa pengembang yang membangun rumah mewah harus membangun rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebagaimana aturan hunian berimbang dengan pola 1:2:3 yakni pembangunan satu rumah mewah harus diikuti dengan pembangunan dua rumah menengah dan tiga rumah sederhana.
"Dulu kami telah melaporkan pengembang di Jabodetabek yang belum melaksanakan pembangunan rumah dengan pola hunian berimbang. Tidak tertutup kemungkinan pengembang di daerah lain bisa dilaporkan jika mereka tidak mentaati peraturan yang berlaku," tandasnya.
Hingga saat ini, dirinya juga belum melihat secara jelas aksi para pengembang di lapangan untuk melaksanakan pola hunian berimbang tersebut. Oleh karena itu, saya menilai REI perlu melakukan pendataan terhadap para pengembang yang menjadi anggotanya agar diketahui secara jelas para pengembang mana saja yang memang belum melaksanakan kewajibannya untuk membangun rumah sederhana
Selain itu, adanya data pengembang yang belum melaksanakan pola hunian berimbang juga bisa menjadi landasan bagi Menteri Perumahan Rakyat selanjutnya untuk membuat program serta kebijakan apabila dirinya telah selesai menjalankan tugasnya di Kabinet Indonesia Bersatu II.
"Pola hunian berimbang yang dilaksanakan oleh pengembang tidak harus rumah tapak tapi juga bisa dengan membangun Rumah susun minimal dua lantai. Apalagi ke depan Kemenpera hanya akan memberikan bantuan pembiayaan perumahan dengan KPR FLPP untuk Rusun saja," imbuhnya.
(gpr)