Alasan Pembatasan Kuota BBM Bersubsidi
A
A
A
JAKARTA - Organisasi Angkutan Darat (Organda) kemarin telah melaksanakan rapat guna membahas masalah pembatasan penjualan BBM bersubsidi jenis solar.
Organda memprotes kebijakan pembatasan solar di SPBU dibatasi, sedangkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan, hanya 12% SPBU yang dibatasi.
Dirjen Perhubungan Darat Suroyo Aliemoeso menjelaskan ada beberapa alasan atas kebijakan tersebut. Pertama, adanya edaran dari BPH Migas kepada Pertamina dan lain-lainnya yang meminta pembatasan BBM bersubsidi, karena kuota yang diberikan pemerintah selalu kelewat.
"Nah, kalau sudah kelewat begini, nantinya pasti mereka yang harus membayar sendiri kan," ujar dia di Kantor Kementerian Perhubungan, Rabu (6/8/2014).
Kedua, pembatasan BBM tersebut ternyata diarahkan ke kawan-kawan sektor industri, perkebunan dan pertambangan. Menurutnya, sektor-sektor tersebut mengakibatkan bocornya BBM bersubsidi.
"Karena dengan alasan BBM bersubsidi itu kebanyakan bocornya ya karena dibawa lari ke situ. Saya kemarin sudah tanyakan mengenai hal itu. Ternyata persensatasi di Jawa, pom bensinya yang BBM hanya 5% itu dikenakan pemabatasan. Sedangkan untuk wilayah Sumatera sebanyak 20%, daerah tersebut memang banyak industri," jelasnya.
Menurutnya, jika kuato bisa berlebih maka perlu dipertanyakan apakah benar angkutan umum yang membeli.
"Memang seberapa besar sih tangkinya angkutan umum. Lebih baik yang ditingkatkan pengawasan pendistribusiannya. Pengawasan pendisitribusian itu bukan tugas Kemenhub, itu harus dilakukan pengawasan pihak-pihak tertentu," pungkas Suroyo.
Organda memprotes kebijakan pembatasan solar di SPBU dibatasi, sedangkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan, hanya 12% SPBU yang dibatasi.
Dirjen Perhubungan Darat Suroyo Aliemoeso menjelaskan ada beberapa alasan atas kebijakan tersebut. Pertama, adanya edaran dari BPH Migas kepada Pertamina dan lain-lainnya yang meminta pembatasan BBM bersubsidi, karena kuota yang diberikan pemerintah selalu kelewat.
"Nah, kalau sudah kelewat begini, nantinya pasti mereka yang harus membayar sendiri kan," ujar dia di Kantor Kementerian Perhubungan, Rabu (6/8/2014).
Kedua, pembatasan BBM tersebut ternyata diarahkan ke kawan-kawan sektor industri, perkebunan dan pertambangan. Menurutnya, sektor-sektor tersebut mengakibatkan bocornya BBM bersubsidi.
"Karena dengan alasan BBM bersubsidi itu kebanyakan bocornya ya karena dibawa lari ke situ. Saya kemarin sudah tanyakan mengenai hal itu. Ternyata persensatasi di Jawa, pom bensinya yang BBM hanya 5% itu dikenakan pemabatasan. Sedangkan untuk wilayah Sumatera sebanyak 20%, daerah tersebut memang banyak industri," jelasnya.
Menurutnya, jika kuato bisa berlebih maka perlu dipertanyakan apakah benar angkutan umum yang membeli.
"Memang seberapa besar sih tangkinya angkutan umum. Lebih baik yang ditingkatkan pengawasan pendistribusiannya. Pengawasan pendisitribusian itu bukan tugas Kemenhub, itu harus dilakukan pengawasan pihak-pihak tertentu," pungkas Suroyo.
(izz)