Eksportir Indonesia yang Pegang SKA Kurang dari 20%
A
A
A
JAKARTA - Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Bayu Krisnamurthi mengungkapkan, kurang dari 20% eksportir asal Indonesia yang sudah memegang surat keterangan asal (SKA) untuk produk-produk yang diekspor.
SKA sendiri merupakan fasilitas yang diberikan dalam konteks perundingan yang menyatakan bahwa barang tersebut berasal dan diproduksi di Indonesia.
"Kurang dari 20% yang memanfaatkan fasilitas itu. Gara-gara tidak ada surat keterangan asal, jadi enggak dapat fasilitas negara tujuannya," ujar dia ketika berbincang dengan media di kantornya, Jumat (8/8/2014).
Menurut dia, sedianya SKA tersebut penting agar eksportir bisa mendapatkan kemudahan maupun perbedaan tarif sesuai persetujuan Indonesia dengan negara tujuan ekspor.
Fasilitas yang diterbitkan Kementerian Perdagangan (Kemendag) ini minim peminat. Padahal pihaknya telah memfasilitasi melalui electronic-SKA (e-SKA).
"Ini kerja sama empat institusi (Kemendag, InaTrade, INSW, dan Bea Cukai) untuk menjelaskan produk ini adalah produk Indonesia. agar di negara tujuannya (ekspor) dia bisa mendapatkan fasilitas-fasilitas yang dijanjikan," jelasnya.
Bayu menyebutkan, setiap negara memiliki perjanjian berbeda dengan Indonesia untuk permasalahan SKA. Namun, beberapa di antaranya, mempersyaratkan SKA untuk produk eksportir bisa masuk ke negaranya.
"Sesuai yang diperjanjikan (kemudahannya), jadi ada yang tarifnya lebih rendah, dimudakan karantinanya, dimudahkan custom-nya. Bahkan kalau ada SKA bisa masuk, kalau enggak ada SKA enggak bisa masuk. Hampir semua negara sudah menggunakan fasilitas ini," tandas dia.
SKA sendiri merupakan fasilitas yang diberikan dalam konteks perundingan yang menyatakan bahwa barang tersebut berasal dan diproduksi di Indonesia.
"Kurang dari 20% yang memanfaatkan fasilitas itu. Gara-gara tidak ada surat keterangan asal, jadi enggak dapat fasilitas negara tujuannya," ujar dia ketika berbincang dengan media di kantornya, Jumat (8/8/2014).
Menurut dia, sedianya SKA tersebut penting agar eksportir bisa mendapatkan kemudahan maupun perbedaan tarif sesuai persetujuan Indonesia dengan negara tujuan ekspor.
Fasilitas yang diterbitkan Kementerian Perdagangan (Kemendag) ini minim peminat. Padahal pihaknya telah memfasilitasi melalui electronic-SKA (e-SKA).
"Ini kerja sama empat institusi (Kemendag, InaTrade, INSW, dan Bea Cukai) untuk menjelaskan produk ini adalah produk Indonesia. agar di negara tujuannya (ekspor) dia bisa mendapatkan fasilitas-fasilitas yang dijanjikan," jelasnya.
Bayu menyebutkan, setiap negara memiliki perjanjian berbeda dengan Indonesia untuk permasalahan SKA. Namun, beberapa di antaranya, mempersyaratkan SKA untuk produk eksportir bisa masuk ke negaranya.
"Sesuai yang diperjanjikan (kemudahannya), jadi ada yang tarifnya lebih rendah, dimudakan karantinanya, dimudahkan custom-nya. Bahkan kalau ada SKA bisa masuk, kalau enggak ada SKA enggak bisa masuk. Hampir semua negara sudah menggunakan fasilitas ini," tandas dia.
(izz)