Fluktuasi Nilai Rupiah Pengaruhi Harga Baja
A
A
A
JAKARTA - Direktur Pemasaran PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) Yerry menilai, fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (USD) memengaruhi kenaikan harga baja terutama Hot Rolled Coil (HRC).
Hal ini dikarenakan beberapa bahan baku masih harus diimpor dengan harga pembelian dalam USD. Sehingga menyebabkan biaya produksi baja membengkak.
"Dengan demikian, ada keyakinan yang kuat pasar harga baja domestik akan segera membaik," katanya, Kamis (18/9/2014).
Selain itu, konflik Ukraina-Rusia menyebabkan terganggunya supply slab dunia dan berakibat kenaikan harga slab sebagai bahan baku (semi finished). Sehingga berdampak pada kenaikan harga HRC sekitar USD25-35.
Sebagai informasi, Rusia dan Ukraina merupakan negara pemasok slab terbesar di dunia. Total ekspor slab Rusia dan Ukraina diperkirakan lebih dari 13,5 juta ton atau sekitar 54% dari total kebutuhan ekspor slab dunia sekitar 25 juta ton (SBB Platts).
Situasi Rusia-Ukraina juga berpotensi pada kenaikan harga ekspor HRC China dan dunia sampai akhir 2014.
Dalam laporan World Steel Dynamic Agustus 2014, harga ekspor Hot Rolled Band (HRB) China diperkirakan akan meningkat USD25-35/ton.
Sejalan dengan situasi pasar internasional, pasar domestik cenderung membaik, apalagi
dengan diterapkannya Permendag 28/M-DAG/PER/6/2014 tentang Ketentuan Impor Baja
Paduan.
Penerapan Permendag ini menjamin kondisi perdagangan baja domestik kembali normal tidak terganggu praktik-praktik perdagangan ilegal and unfair.
Data di lapangan, sejumlah puluhan ribu ton baja paduan digagalkan karena tidak memenuhi Permendag tersebut.
Di antaranya ada satu importir yang meminta izin sampai 40.000 ton dapat digagalkan karena tidak memenuhi ketentuan Permendag.
Situasi ini berakibat membaiknya pasar domestik karena harga kembali normal. "Harga pasar akan kembali normal, karena terciptanya iklim persaingan yang fair," ujarnya.
Menurutnya, pasar juga menunjukkan sentimen positif dengan menaruh harapan kepada pemerintah baru untuk merealisasikan berbagai proyek infrastruktur ke depan.
Hal ini dikarenakan beberapa bahan baku masih harus diimpor dengan harga pembelian dalam USD. Sehingga menyebabkan biaya produksi baja membengkak.
"Dengan demikian, ada keyakinan yang kuat pasar harga baja domestik akan segera membaik," katanya, Kamis (18/9/2014).
Selain itu, konflik Ukraina-Rusia menyebabkan terganggunya supply slab dunia dan berakibat kenaikan harga slab sebagai bahan baku (semi finished). Sehingga berdampak pada kenaikan harga HRC sekitar USD25-35.
Sebagai informasi, Rusia dan Ukraina merupakan negara pemasok slab terbesar di dunia. Total ekspor slab Rusia dan Ukraina diperkirakan lebih dari 13,5 juta ton atau sekitar 54% dari total kebutuhan ekspor slab dunia sekitar 25 juta ton (SBB Platts).
Situasi Rusia-Ukraina juga berpotensi pada kenaikan harga ekspor HRC China dan dunia sampai akhir 2014.
Dalam laporan World Steel Dynamic Agustus 2014, harga ekspor Hot Rolled Band (HRB) China diperkirakan akan meningkat USD25-35/ton.
Sejalan dengan situasi pasar internasional, pasar domestik cenderung membaik, apalagi
dengan diterapkannya Permendag 28/M-DAG/PER/6/2014 tentang Ketentuan Impor Baja
Paduan.
Penerapan Permendag ini menjamin kondisi perdagangan baja domestik kembali normal tidak terganggu praktik-praktik perdagangan ilegal and unfair.
Data di lapangan, sejumlah puluhan ribu ton baja paduan digagalkan karena tidak memenuhi Permendag tersebut.
Di antaranya ada satu importir yang meminta izin sampai 40.000 ton dapat digagalkan karena tidak memenuhi ketentuan Permendag.
Situasi ini berakibat membaiknya pasar domestik karena harga kembali normal. "Harga pasar akan kembali normal, karena terciptanya iklim persaingan yang fair," ujarnya.
Menurutnya, pasar juga menunjukkan sentimen positif dengan menaruh harapan kepada pemerintah baru untuk merealisasikan berbagai proyek infrastruktur ke depan.
(izz)