BI Klaim Sudah Berusaha Jaga Rasio Makro
A
A
A
JAKARTA - Deputi Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara mengaku pihaknya sudah berusaha menjaga rasio makro di tengah gejolak tekanan nilai tukar rupiah terhadap USD.
Menurutnya, dengan postur sementara APBN 2015 yang dipatok defisit menjadi 2,21%, itu sudah menunjukan pemerintah berkomitmen menurunkan defisit anggaran.
"Itu penting sekali, karena di 2015 itu situasi di pasar keuangan lebih berat dibandingkan tahun ini. Karena suku bunga meningkat cepat dari 0,25% ke 1,375%," ujarnya, Senin (22/9/2014) malam.
Mirza mengatakan, bahwa defisit harus dibiayai dan dicari dari sebagian besar surat utang negara dan pasarnya tahun depan masih belum bisa diprediksi.
"Kita masih harus siaga karena kalau kita tidak jaga rasio-rasio makro yang sehat, kita bisa kena fluktuasi, bisa dianggap bahwa kita tidak disiplin," tuturnya.
Situasi pada kuartal I dan IV 2013, lanjut dia, saat itu beberapa negara terjadi emerging market termasuk Indonesia, South Africa, Brazil, India, dan Turki.
Negara-negara tersebut dianggap sebagai negara-negara yang rasio makronya kurang sehat, sehingga pada saat terjadi gejolak lima negara ini gejolaknya paling besar.
"Nah, kita kan tidak ingin kena gejolak, kerena itu supaya tidak kena gejolak kita harus jaga rasio makro dengan sehat. Salah satunya dengan menurunkan defisit. Jadi, menyehatkan struktur APBN penting sekali, juga penting untuk credit rating kita," jelas Mirza.
Menurutnya, dengan postur sementara APBN 2015 yang dipatok defisit menjadi 2,21%, itu sudah menunjukan pemerintah berkomitmen menurunkan defisit anggaran.
"Itu penting sekali, karena di 2015 itu situasi di pasar keuangan lebih berat dibandingkan tahun ini. Karena suku bunga meningkat cepat dari 0,25% ke 1,375%," ujarnya, Senin (22/9/2014) malam.
Mirza mengatakan, bahwa defisit harus dibiayai dan dicari dari sebagian besar surat utang negara dan pasarnya tahun depan masih belum bisa diprediksi.
"Kita masih harus siaga karena kalau kita tidak jaga rasio-rasio makro yang sehat, kita bisa kena fluktuasi, bisa dianggap bahwa kita tidak disiplin," tuturnya.
Situasi pada kuartal I dan IV 2013, lanjut dia, saat itu beberapa negara terjadi emerging market termasuk Indonesia, South Africa, Brazil, India, dan Turki.
Negara-negara tersebut dianggap sebagai negara-negara yang rasio makronya kurang sehat, sehingga pada saat terjadi gejolak lima negara ini gejolaknya paling besar.
"Nah, kita kan tidak ingin kena gejolak, kerena itu supaya tidak kena gejolak kita harus jaga rasio makro dengan sehat. Salah satunya dengan menurunkan defisit. Jadi, menyehatkan struktur APBN penting sekali, juga penting untuk credit rating kita," jelas Mirza.
(izz)