ESDM: November, BBM Dicampur Bioetanol
A
A
A
JAKARTA - Direktur Bioenergi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan, PT Pertamina (Persero) akan mulai mengimplementasikan penggunaan bahan bakar nabati (BBN) jenis bioetanol untuk dicampur pada bahan bakar minyak (BBM) di November 2014.
Pelaksanaan pencampuran bioetanol pada sektor transportasi memiliki beberapa tahapan. "Pertamina misalnya perlu melakukan pengadaan (lelang), dan juga mempersiapkan sarana fasilitas blending-nya," kata dia di Jakarta, Kamis (9/10/2014).
Implementasi penggunaan bioetanol dilakukan seiring terbitnya Peraturan Menteri ESDM tentang revisi harga indeks pasar (HIP) bioetanol. Dadan mengungkapkan, Permen harga indeks pasar (HIP) bioetanol sudah ditandatangani Menteri ESDM ad interim Chairul Tanjung pada pekan lalu.
Saat ini, peraturan tersebut tinggal menunggu nomor surat keputusannya. Kementerian ESDM akan meningkatkan HIP bioetanol menjadi Argus+ 14% dari saat ini sebesar Argus+5%. Penetapan HIP bioethanol sebelumnya diatur dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 0219 Tahun 2010 tentang HIP BBM dan BBN yang dicampurkan ke dalam jenis bahan bakar tertentu.
Aturan itu menyebutkan, formula harga bioetanol didasarkan pada harga publikasi Argus untuk etanol FOB Thailand ditambah 5%. Dengan rumusan tersebut, harga jual bioethanol di pasar domestik hanya Rp8.400 per liter atau lebih rendah dari biaya pokok produksi. Seiring kenaikan menjadi argus +14%, harga jual biotanol diperkirakan akan naik Rp200-Rp300 per liter.
Sementara, Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Rovicky Dwi Putrohari mengingatkan, target bauran energi baru terbarukan (EBT) sudah ada dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN), sehingga pemerintah harus melakukan perbaikan kebijakan harga energi EBT agar dapat bersaing dengan energi fosil lainnya.
"Pemerintah harus memberikan insentif terhadap investasi atau pengembangan EBT. Selain itu, pemerintah mendorong inovasi nasional untuk pengembangan EBT," kata Rovicky.
Pelaksanaan pencampuran bioetanol pada sektor transportasi memiliki beberapa tahapan. "Pertamina misalnya perlu melakukan pengadaan (lelang), dan juga mempersiapkan sarana fasilitas blending-nya," kata dia di Jakarta, Kamis (9/10/2014).
Implementasi penggunaan bioetanol dilakukan seiring terbitnya Peraturan Menteri ESDM tentang revisi harga indeks pasar (HIP) bioetanol. Dadan mengungkapkan, Permen harga indeks pasar (HIP) bioetanol sudah ditandatangani Menteri ESDM ad interim Chairul Tanjung pada pekan lalu.
Saat ini, peraturan tersebut tinggal menunggu nomor surat keputusannya. Kementerian ESDM akan meningkatkan HIP bioetanol menjadi Argus+ 14% dari saat ini sebesar Argus+5%. Penetapan HIP bioethanol sebelumnya diatur dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 0219 Tahun 2010 tentang HIP BBM dan BBN yang dicampurkan ke dalam jenis bahan bakar tertentu.
Aturan itu menyebutkan, formula harga bioetanol didasarkan pada harga publikasi Argus untuk etanol FOB Thailand ditambah 5%. Dengan rumusan tersebut, harga jual bioethanol di pasar domestik hanya Rp8.400 per liter atau lebih rendah dari biaya pokok produksi. Seiring kenaikan menjadi argus +14%, harga jual biotanol diperkirakan akan naik Rp200-Rp300 per liter.
Sementara, Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Rovicky Dwi Putrohari mengingatkan, target bauran energi baru terbarukan (EBT) sudah ada dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN), sehingga pemerintah harus melakukan perbaikan kebijakan harga energi EBT agar dapat bersaing dengan energi fosil lainnya.
"Pemerintah harus memberikan insentif terhadap investasi atau pengembangan EBT. Selain itu, pemerintah mendorong inovasi nasional untuk pengembangan EBT," kata Rovicky.
(rna)