Pengusaha Dukung Penghapusan Subsidi BBM Premium
A
A
A
JAKARTA - Pengusaha mendukung kebijakan penghapusan subsidi bahan bakar minyak (BBM) jenis premium atau Ron 88 yang baru-baru ini digulirkan pemerintah.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani sangat mendukung penghapusan subsidi premium, dan semestinya harga BBM mengikuti harga minyak dunia.
"Mendukung sekali (penghapusan subsidi premium). Karena seharusnya BBM itu harus mengikuti harga dunia," ujar dia ketika dihubungi Sindonews, Sabtu (3/1/2015).
Dia mengatakan, saat ini penurunan harga BBM belum berimbas pada sektor transportasi. Sebab pembangunan infrastruktur yang dapat mendukung transportasi masih belum maksimal.
"Kalau menurut saya transportasi kasusnya berbeda, itu disebabkan karena pemerintah belum membangun infrastruktur transportasi secara maksimal," imbuhnya.
Menurutnya, hal ini menjadi momentum untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur, terutama dengan memaksimalkan peran pemerintah daerah.
Kendati harga BBM nantinya bisa kembali naik mengikuti harga minyak dunia, namun dia meyakini, lambatnya pertumbuhan sektor informal menjadi alasan keterbatasan daya beli masyarakat.
Dia mengatakan, ketika harga BBM naik dan angka inflasi turut melonjak, masyarakat kecil paling terkena dampaknya.
"Saat ini pekerja di sektor formal semakin menyusut. Sebab itu kemampuan ekonomi masyarakat juga cenderung menurun. Daya beli masyarakat jadi kecil, sehingga ketika terjadi inflasi banyak masyarakat terkena imbasnya," tutup Hariyadi.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani sangat mendukung penghapusan subsidi premium, dan semestinya harga BBM mengikuti harga minyak dunia.
"Mendukung sekali (penghapusan subsidi premium). Karena seharusnya BBM itu harus mengikuti harga dunia," ujar dia ketika dihubungi Sindonews, Sabtu (3/1/2015).
Dia mengatakan, saat ini penurunan harga BBM belum berimbas pada sektor transportasi. Sebab pembangunan infrastruktur yang dapat mendukung transportasi masih belum maksimal.
"Kalau menurut saya transportasi kasusnya berbeda, itu disebabkan karena pemerintah belum membangun infrastruktur transportasi secara maksimal," imbuhnya.
Menurutnya, hal ini menjadi momentum untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur, terutama dengan memaksimalkan peran pemerintah daerah.
Kendati harga BBM nantinya bisa kembali naik mengikuti harga minyak dunia, namun dia meyakini, lambatnya pertumbuhan sektor informal menjadi alasan keterbatasan daya beli masyarakat.
Dia mengatakan, ketika harga BBM naik dan angka inflasi turut melonjak, masyarakat kecil paling terkena dampaknya.
"Saat ini pekerja di sektor formal semakin menyusut. Sebab itu kemampuan ekonomi masyarakat juga cenderung menurun. Daya beli masyarakat jadi kecil, sehingga ketika terjadi inflasi banyak masyarakat terkena imbasnya," tutup Hariyadi.
(izz)