Perusahaan Tambang Tak Boleh Intervensi Pemerintah
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif IRESS Marwan Batubara mengatakan, perusahaan tambang tidak boleh mengintervensi sikap pemerintah terhadap perusahaan mineral tambang. Ketegasan pemerintah dibutuhkan untuk memastikan program hilirisasi tambang dapat terealisasi sesuai target demi meningkatkan nilai tambah ekonomi.
Ketegasan ini termasuk konsisten mengimplementasikan nota kesepahaman (MoU) yang sudah disetujui setiap perusahaan mineral tambang dan tidak ada niat untuk memberikan kembali relaksasi ekspor dan tenggat waktu pembangunan smelter.
Menurutnya, ketegasan pemerintah dalam merealisasi pembangunan smelter sangat dibutuhkan. Sejauh ini belum ada kemajuan dalam kegiatan peningkatan nilai tambah. Pemerintah harus tegas demi memastikan ketersediaan pasokan konsentrat untuk sejumlah smelter yang sedang dibangun.
Selain itu, dengan ketegasan itu, target pencapaian manfaat dan nilai tambah yang sudah diprediksi pemerintah bisa terealisasi sesuai jadwal.
"Jika pemerintah bersikap lunak atau tidak total tegas melarang ekspor konsentrat mineral, bahkan melanggar UU Minerba, pembangunan smelter dan nilai tambah yang sudah diprediksi ke depan bakal terus molor," ujarnya kepada wartawan di Jakarta Senin (23/2/2015).
Dia mengatakan, beberapa perusahaan yang gagal memenuhi target pembangunan smelter seharusnya diberi sanksi tegas. Sikap lunak pemerintah menyebabkan preseden buruk terhadap konsistensi pelaksanaan UU dan Peraturan Pemerintah yang sudah ditetapkan. Ini menunjukkan pemerintah lemah dan mudah dipengaruhi kepentingan tertentu.
Ketua Umum Asosiasi Metalurgi dan Mineral Indonesia Ryad Chairil menilai, UU Minerba yang mewajibkan pembangunan smelter dan larangan ekspor harus dilaksanakan secara konsisten.
Pemerintah jangan sampai diintervensi kepentingan perusahaan tambang yang berpikir jangka pendek dan memasung tujuan jangka panjang kebijakan hilirisasi demi mewujudkan industri pertambangan berbasis mineral.
Konsistensi kebijakan itu sangat memengaruhi masa depan tenaga ahli, pekerja tambang, dan masyarakat Indonesia karena memberikan angin segar terhadap pemanfaatan kekayaan alam Indonesia untuk manfaat sebesar-besarnya bagi negara.
"Pemerintah punya tanggung jawab moril bukan saja soal menepati dan memenuhi ketentuan UU, tetapi juga nasib masyarakat dan pemangku kepentingan sektor pertambangan dalam negeri. Kita ingin tambang menjadi berkat bagi semua masyarakat bukan kutukan," katanya.
Ketua Asosiasi Tembaga Emas Indonesia (ATEI) Natsir Mansyur mengatakan, pelaku industri smelter menuntut peran pemerintah lebih besar dan nyata. Pemerintah diminta tegas penerapan kebijakan hilirisasi, termasuk terkait ekspor konsentrat mineral.
"Kalau mau konsisten, harusnya dilarang semua, jangan ada diskriminasi antara perusahaan pemegang kontrak karya dan perusahaan pemegang IUP," ujar Natsir.
Dia mengatakan, industri smelter yang biaya investasinya mahal sangat memperhitungkan ketegasan pemerintah terutama terkait pasokan konsentrat. Investasi besar itu akan mubazir apabila pemerintah tidak tegas melarang ekspor konsentrat mineral.
Pemerintah sudah menetapkan larangan ekspor dan mewajibkan setiap perusahaan tambang membangun smelter. Kebijakan itu tidak bisa direlaksasi kembali karena akan berdampak buruk pada rencana investasi pembangunan smelter yang saat ini sedang gencar dilakukan.
"Kalau dihitung, manfaat dan nilai tambahnya akan jauh lebih besar dari pendapatan negara saat ini," pungkasnya.
Ketegasan ini termasuk konsisten mengimplementasikan nota kesepahaman (MoU) yang sudah disetujui setiap perusahaan mineral tambang dan tidak ada niat untuk memberikan kembali relaksasi ekspor dan tenggat waktu pembangunan smelter.
Menurutnya, ketegasan pemerintah dalam merealisasi pembangunan smelter sangat dibutuhkan. Sejauh ini belum ada kemajuan dalam kegiatan peningkatan nilai tambah. Pemerintah harus tegas demi memastikan ketersediaan pasokan konsentrat untuk sejumlah smelter yang sedang dibangun.
Selain itu, dengan ketegasan itu, target pencapaian manfaat dan nilai tambah yang sudah diprediksi pemerintah bisa terealisasi sesuai jadwal.
"Jika pemerintah bersikap lunak atau tidak total tegas melarang ekspor konsentrat mineral, bahkan melanggar UU Minerba, pembangunan smelter dan nilai tambah yang sudah diprediksi ke depan bakal terus molor," ujarnya kepada wartawan di Jakarta Senin (23/2/2015).
Dia mengatakan, beberapa perusahaan yang gagal memenuhi target pembangunan smelter seharusnya diberi sanksi tegas. Sikap lunak pemerintah menyebabkan preseden buruk terhadap konsistensi pelaksanaan UU dan Peraturan Pemerintah yang sudah ditetapkan. Ini menunjukkan pemerintah lemah dan mudah dipengaruhi kepentingan tertentu.
Ketua Umum Asosiasi Metalurgi dan Mineral Indonesia Ryad Chairil menilai, UU Minerba yang mewajibkan pembangunan smelter dan larangan ekspor harus dilaksanakan secara konsisten.
Pemerintah jangan sampai diintervensi kepentingan perusahaan tambang yang berpikir jangka pendek dan memasung tujuan jangka panjang kebijakan hilirisasi demi mewujudkan industri pertambangan berbasis mineral.
Konsistensi kebijakan itu sangat memengaruhi masa depan tenaga ahli, pekerja tambang, dan masyarakat Indonesia karena memberikan angin segar terhadap pemanfaatan kekayaan alam Indonesia untuk manfaat sebesar-besarnya bagi negara.
"Pemerintah punya tanggung jawab moril bukan saja soal menepati dan memenuhi ketentuan UU, tetapi juga nasib masyarakat dan pemangku kepentingan sektor pertambangan dalam negeri. Kita ingin tambang menjadi berkat bagi semua masyarakat bukan kutukan," katanya.
Ketua Asosiasi Tembaga Emas Indonesia (ATEI) Natsir Mansyur mengatakan, pelaku industri smelter menuntut peran pemerintah lebih besar dan nyata. Pemerintah diminta tegas penerapan kebijakan hilirisasi, termasuk terkait ekspor konsentrat mineral.
"Kalau mau konsisten, harusnya dilarang semua, jangan ada diskriminasi antara perusahaan pemegang kontrak karya dan perusahaan pemegang IUP," ujar Natsir.
Dia mengatakan, industri smelter yang biaya investasinya mahal sangat memperhitungkan ketegasan pemerintah terutama terkait pasokan konsentrat. Investasi besar itu akan mubazir apabila pemerintah tidak tegas melarang ekspor konsentrat mineral.
Pemerintah sudah menetapkan larangan ekspor dan mewajibkan setiap perusahaan tambang membangun smelter. Kebijakan itu tidak bisa direlaksasi kembali karena akan berdampak buruk pada rencana investasi pembangunan smelter yang saat ini sedang gencar dilakukan.
"Kalau dihitung, manfaat dan nilai tambahnya akan jauh lebih besar dari pendapatan negara saat ini," pungkasnya.
(izz)