Koalisi Anti Utang Pertanyakan Subsidi Jokowi
A
A
A
JAKARTA - Tim pakar Koalisi Anti Utang (KAU) Kusfiardi mengatakan, kebijakan pemotongan subsidi BBM (bahan bakar minyak) pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) tidak tepat sasaran. KAU mempertanyakan pemerintah karena lebih memilih memberikan subsidi terhadap perbankan, bukan kepentingan rakyat.
"Pemerintah kalau subsidi kepada bankir dianggap tepat sasaran. Namun, kalau subsidi BBM dianggap salah sasaran," ujarnya dalam Diskusi Kemandirian Bangsa di Kafe Warung Daun, Jakarta, Rabu (25/2/2015).
Kusfiardi menuturkan, baru-baru ini presiden jokowi sempat manaikkan harga BBM Rp2.000 per liter, dengan penghematan anggaran APBN sebesar Rp100 triliun. Namun faktanya, pemerintah tidak mengalihkan anggaran pada pembangunan infrastruktur.
"Untuk membangunkan rel kereta api saja pemerintah serahkan ke China. Terus kemana uang untuk membangun infrastruktur. Sesungguhnya uang pemotongan subsisi itu digunakan untuk membayar utang bunga yang jatuh tempo," imbuhnya.
Dalam APBNP 2015, peningkatan pajak bukan dari pph (pajak penghasilan), tetapi penerimaan PPN (pajak pertambahan nilai) yang menempel pada barang dan jasa. Ini yang naik dan nempel dibarang-barang konsumsi. Kemudian, PBB (pajak bumi dan bangunan) juga naik. Terakhir, dari BLU (Badan Layanan Umum) yang disumbang dari Rumah Sakit. "Itu artinya pemerintah kehilangan akal dengan membebankan masyarakat sedemikian rupa," tandasnya.
"Pemerintah kalau subsidi kepada bankir dianggap tepat sasaran. Namun, kalau subsidi BBM dianggap salah sasaran," ujarnya dalam Diskusi Kemandirian Bangsa di Kafe Warung Daun, Jakarta, Rabu (25/2/2015).
Kusfiardi menuturkan, baru-baru ini presiden jokowi sempat manaikkan harga BBM Rp2.000 per liter, dengan penghematan anggaran APBN sebesar Rp100 triliun. Namun faktanya, pemerintah tidak mengalihkan anggaran pada pembangunan infrastruktur.
"Untuk membangunkan rel kereta api saja pemerintah serahkan ke China. Terus kemana uang untuk membangun infrastruktur. Sesungguhnya uang pemotongan subsisi itu digunakan untuk membayar utang bunga yang jatuh tempo," imbuhnya.
Dalam APBNP 2015, peningkatan pajak bukan dari pph (pajak penghasilan), tetapi penerimaan PPN (pajak pertambahan nilai) yang menempel pada barang dan jasa. Ini yang naik dan nempel dibarang-barang konsumsi. Kemudian, PBB (pajak bumi dan bangunan) juga naik. Terakhir, dari BLU (Badan Layanan Umum) yang disumbang dari Rumah Sakit. "Itu artinya pemerintah kehilangan akal dengan membebankan masyarakat sedemikian rupa," tandasnya.
(dmd)