Gapki Tolak Penurunan Batas Bawah BK CPO
A
A
A
BADUNG - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menolak rencana pemerintah yang akan menurunkan bea keluar (BK) ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Alasannya, penurunan itu akan sangat memberatkan industri sawit.
"Harga (CPO) yang rendah ini saja sudah memberatkan industri untuk menutupi biaya operasional dan produksi," kata Ketua Umum Gapki Joefly J Bachroeny di acara Munas IX Gapki di Badung, Bali, Jumat (27/2/2015).
Joefly berharap, pemerintah memberikan dukungan kepada industri sawit dengan tidak mengeluarkan peraturan kontraproduktif, yang mengakibatkan daya saing minyak sawit Indonesia berkurang di pasar global.
Bahkan, kata dia, Gapki meminta kepada pemerintah agar dana hasil BK yang selama ini dikutip pemerintah dikembalikan untuk pengembangan industri sawit.
Dana tersebut bisa untuk mendukung kegiatan riset, kampanye positif industri sawit, pembangunan infrastruktur dan implementasi sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO).
Menurutnya, pada 2014 merupakan tahun yang berat bagi perdagangan CPO. Seperti diketahui, harga CPO internasional terus menurun sejak September 2014. Hingga saat ini, harga CPO masih stagnan dan belum mampu menembus batas bawah harga penetapan BK USD750 per ton.
Tarif bea keluar progresif untuk CPO saat ini ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 223/PMK.011/2008 tentang penetapan barang ekspor yang dikenai bea keluar dan tarif bea keluar.
Tarif bea keluar CPO terendah adalah 7,5% untuk harga referensi USD750-800 per ton. Di bawah USD750 per ton, bea keluar CPO otomatis hilang. Sedangkan bea tertinggi adalah 22,5% untuk harga referensi di atas USD1.250 ton.
"Harga (CPO) yang rendah ini saja sudah memberatkan industri untuk menutupi biaya operasional dan produksi," kata Ketua Umum Gapki Joefly J Bachroeny di acara Munas IX Gapki di Badung, Bali, Jumat (27/2/2015).
Joefly berharap, pemerintah memberikan dukungan kepada industri sawit dengan tidak mengeluarkan peraturan kontraproduktif, yang mengakibatkan daya saing minyak sawit Indonesia berkurang di pasar global.
Bahkan, kata dia, Gapki meminta kepada pemerintah agar dana hasil BK yang selama ini dikutip pemerintah dikembalikan untuk pengembangan industri sawit.
Dana tersebut bisa untuk mendukung kegiatan riset, kampanye positif industri sawit, pembangunan infrastruktur dan implementasi sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO).
Menurutnya, pada 2014 merupakan tahun yang berat bagi perdagangan CPO. Seperti diketahui, harga CPO internasional terus menurun sejak September 2014. Hingga saat ini, harga CPO masih stagnan dan belum mampu menembus batas bawah harga penetapan BK USD750 per ton.
Tarif bea keluar progresif untuk CPO saat ini ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 223/PMK.011/2008 tentang penetapan barang ekspor yang dikenai bea keluar dan tarif bea keluar.
Tarif bea keluar CPO terendah adalah 7,5% untuk harga referensi USD750-800 per ton. Di bawah USD750 per ton, bea keluar CPO otomatis hilang. Sedangkan bea tertinggi adalah 22,5% untuk harga referensi di atas USD1.250 ton.
(rna)