Indonesia Harus Hidupkan Kembali Sektor Manufaktur
A
A
A
JAKARTA - Deputy Country Director Asian Development Bank (ADB) Indonesia Edimon Ginting menegaskan, pemerintah Indonesia harus menghidupkan kembali sektor manufaktur yang berorientasi ekspor, pasca memudarnya efek commodity boom yang dirasakan akibat penurunan harga minyak dunia.
Dia mengatakan, dengan memperbaiki neraca industri manufaktur Indonesia, maka pendapatan negara yang berkurang lantaran penurunan harga minyak dunia tersebut dapat diperbaiki.
"Untuk penurunan harga minyak, bagi sebagian besar negara di Asia dampaknya positif karena sebagian besar merupakan importir. Tapi bagi kita juga berpengaruh pada penerimaan dan juga dari sisi royalti," ujarnya di Hotel Intercontinental, Jakarta, Selasa (24/3/2015).
Menurutnya, menghidupkan kembali sektor manufaktur merupakan salah satu tantangan kebijakan terbesar bagi Indonesia. Terlebih, Indonesia membutuhkan sumber pertumbuhan ekspor baru untuk mengembalikan pertumbuhan PDB di atas 6%.
"Sektor manufacturing terabaikan saat commodity boom juga karena upah buruh yang naik dan lain-lain. Makanya saat ini manufacturing bisa didorong untuk menjadi primadona lagi. Kita lihat, China itu semakin banyak jadi konsumen. Tenaga kerja Jepang makin banyak yang retire. Itu akan membuat ekonomi kita strukturnya jadi lebih bagus," ungkap dia.
Kendati demikian, sambung Edimon, pemerintah juga tidak bisa mengabaikan berbagai kendala yang ada untuk mendorong pertumbuhan sektor manufaktur di Indonesia. Berbagai persoalan seperti infrastruktur yang tidak memadai, ketidakpastian aturan dan biaya logistik yang tinggi perlu segera dibenahi pemerintah.
"Para pelaku ekonomi menunggu apakah pemerintah dapat mempertahankan momentum reformasi tersebut dan mengembangkan sektor manufaktur yang berorientasi pada ekspor," tandas Edimon.
Dia mengatakan, dengan memperbaiki neraca industri manufaktur Indonesia, maka pendapatan negara yang berkurang lantaran penurunan harga minyak dunia tersebut dapat diperbaiki.
"Untuk penurunan harga minyak, bagi sebagian besar negara di Asia dampaknya positif karena sebagian besar merupakan importir. Tapi bagi kita juga berpengaruh pada penerimaan dan juga dari sisi royalti," ujarnya di Hotel Intercontinental, Jakarta, Selasa (24/3/2015).
Menurutnya, menghidupkan kembali sektor manufaktur merupakan salah satu tantangan kebijakan terbesar bagi Indonesia. Terlebih, Indonesia membutuhkan sumber pertumbuhan ekspor baru untuk mengembalikan pertumbuhan PDB di atas 6%.
"Sektor manufacturing terabaikan saat commodity boom juga karena upah buruh yang naik dan lain-lain. Makanya saat ini manufacturing bisa didorong untuk menjadi primadona lagi. Kita lihat, China itu semakin banyak jadi konsumen. Tenaga kerja Jepang makin banyak yang retire. Itu akan membuat ekonomi kita strukturnya jadi lebih bagus," ungkap dia.
Kendati demikian, sambung Edimon, pemerintah juga tidak bisa mengabaikan berbagai kendala yang ada untuk mendorong pertumbuhan sektor manufaktur di Indonesia. Berbagai persoalan seperti infrastruktur yang tidak memadai, ketidakpastian aturan dan biaya logistik yang tinggi perlu segera dibenahi pemerintah.
"Para pelaku ekonomi menunggu apakah pemerintah dapat mempertahankan momentum reformasi tersebut dan mengembangkan sektor manufaktur yang berorientasi pada ekspor," tandas Edimon.
(izz)