Internet of Things Solusi Cerdas Tingkatkan Hasil Panen Petani
Senin, 30 Januari 2023 - 12:31 WIB
JAKARTA - Petani sayuran mengalami situasi dilematis saat ini karena masalah hama dan penyakit tanaman, kondisi cuaca, dan kualitas tanah yang cenderung menurun. Biaya produksi bertambah mahal, namun hasil produksi ataupun panen tidak menentu. Hal ini pun berdampak pada menurunnya minat generasi muda, khususnya milenial untuk terjun ke bidang pertanian.
Tawaran menjadi buruh industri dinilai lebih memikat ketimbang bertani, terlebih pendapatan UMR buruh pun berada di atas rata-rata petani. Abah Odang dan Pak Timi adalah bagian dari kelompok petani berusia lanjut di atas 60 tahun, yang berdomisili di Desa Cibodas, Kutawaringin, Kabupaten Bandung. Kendati sudah berusia senja, mereka berdua tetap menikmati asiknya bertani sayur2an. Namun belakangan ini mereka lebih bersemangat dalam bekerja.
"Pasalnya, mereka memperoleh bantuan fasilitas perangkat IoT (Internet of Things) pertanian yang membantu proses penanganan tanaman. Alat ini, dengan ukuran 40 x 30 cm, mampu mendeteksi kesuburan tanah (unsur hara) dan melakukan penyiraman air serta pupuk cair secara mudah dan efisien. Selain pekerjaan menjadi ringan, Abah Odang dan Pak Timi mampu menganalisa kesuburan tanah dan menentukan jenis pupuk yang sesuai dengan kebutuhan," ujar Pemerhati Teknologi Digital Pertanian, Gunawan Zuardi dalam pernyataannya, di Jakarta, Senin (30/1/2023).
Alat tersebut dipasang oleh mereka di lahan tanaman tomat, bekas sawah, seluas 500 m2. Hal ini menjadi suatu tantangan tersendiri, mengingat tanah bekas sawah perlu pengolahan extra. Setelah proses pengolahan tanah dan pemberian pupuk organik, tanah pun siap untuk ditanami bibit tomat. Sebelum penanaman, Abah Odang dan Pak Timi memasang pipanisasi IoT, untuk penyiraman air dan nutrisi otomatis. Usai instalasi pompa, toren, solenoid, sistem irigasi sprinkler dan tetes, perangkat panel IoT pun dipasang di samping tanaman dan sensor kesuburan tanah tertanam di salah satu titik lahan tanaman. Dan proses pertumbuhan (vegetatif dan generatif) tanaman tomat pun mulai berjalan dengan alat bantu digital (IOT).
"Sensor IoT yang tertanam membantu petani mendapatkan informasi unsur hara kesuburan tanah, seperti Nitrogen, Phosphor, Kalium, dan PH. Dengan HP, Abah Odang memperoleh info kesuburan tanah tersebut dan mengkajinya dengan cermat. Apabila angka-angka NPK sudah turun di bawah batas, Abah dan pak Timi siap meracik pupuk dan menyiramnya melalui irigasi tetes. Sangat mudah, hanya dalam hitungan 10 menit, seluruh tanaman telah selesai diberikan pupuk (cair)," lanjut Gunawan.
Dan setiap hari pun, pak Timi melakukan penyiraman air dengan irigasi sprinkler. Cukup tekan tombol di HP, air akan tersiram dan memberikan kelembaban bagi tanaman. Sangat mudah dan efisien, karena tidak perlu repot dan tidak lagi harus membayar tenaga kerja untuk penyiraman pupuk dan air.
Setelah berjalan, ada hal unik yang dialami oleh Abah Odang dan Pak Timi. Kalau biasanya pupuk NPK diberikan 1x per minggu, sekarang mereka cukup menyiram NPK 1 kali per bulan. Dengan mengacu pada angka NPK dari IoT, mereka juga bisa menentukan racikan pupuk terbaik dan mencampurnya dengan pupuk organik. Tanah jadi lebih sehat, karena pupuk diberikan tepat sasaran, tidak kurang ataupun lebih, dan mudah terserap tanaman. Abah Odang bisa menghemat pupuk 50% dengan bantuan alat ukur IoT NPK ini.
"Hal unik lainnya adalah dari waktu panen. Bila umumnya tanaman tomat baru panen pada hari ke 83, kali ini Abah Odang bisa mulai panen pada hari ke 63 lebih cepat 3 minggu. Setelah pengecekan, tanamanpun ternyata lebih kuat dan tidak mudah terserang penyakit. Dan setelah panen, mereka berdua kembali mendapatkan surprise baru. Hasil panen berlimpah, 40% lebih banyak ketimbang cara-cara tradisional dan manual," ungkap Gunawan.
Tawaran menjadi buruh industri dinilai lebih memikat ketimbang bertani, terlebih pendapatan UMR buruh pun berada di atas rata-rata petani. Abah Odang dan Pak Timi adalah bagian dari kelompok petani berusia lanjut di atas 60 tahun, yang berdomisili di Desa Cibodas, Kutawaringin, Kabupaten Bandung. Kendati sudah berusia senja, mereka berdua tetap menikmati asiknya bertani sayur2an. Namun belakangan ini mereka lebih bersemangat dalam bekerja.
"Pasalnya, mereka memperoleh bantuan fasilitas perangkat IoT (Internet of Things) pertanian yang membantu proses penanganan tanaman. Alat ini, dengan ukuran 40 x 30 cm, mampu mendeteksi kesuburan tanah (unsur hara) dan melakukan penyiraman air serta pupuk cair secara mudah dan efisien. Selain pekerjaan menjadi ringan, Abah Odang dan Pak Timi mampu menganalisa kesuburan tanah dan menentukan jenis pupuk yang sesuai dengan kebutuhan," ujar Pemerhati Teknologi Digital Pertanian, Gunawan Zuardi dalam pernyataannya, di Jakarta, Senin (30/1/2023).
Alat tersebut dipasang oleh mereka di lahan tanaman tomat, bekas sawah, seluas 500 m2. Hal ini menjadi suatu tantangan tersendiri, mengingat tanah bekas sawah perlu pengolahan extra. Setelah proses pengolahan tanah dan pemberian pupuk organik, tanah pun siap untuk ditanami bibit tomat. Sebelum penanaman, Abah Odang dan Pak Timi memasang pipanisasi IoT, untuk penyiraman air dan nutrisi otomatis. Usai instalasi pompa, toren, solenoid, sistem irigasi sprinkler dan tetes, perangkat panel IoT pun dipasang di samping tanaman dan sensor kesuburan tanah tertanam di salah satu titik lahan tanaman. Dan proses pertumbuhan (vegetatif dan generatif) tanaman tomat pun mulai berjalan dengan alat bantu digital (IOT).
"Sensor IoT yang tertanam membantu petani mendapatkan informasi unsur hara kesuburan tanah, seperti Nitrogen, Phosphor, Kalium, dan PH. Dengan HP, Abah Odang memperoleh info kesuburan tanah tersebut dan mengkajinya dengan cermat. Apabila angka-angka NPK sudah turun di bawah batas, Abah dan pak Timi siap meracik pupuk dan menyiramnya melalui irigasi tetes. Sangat mudah, hanya dalam hitungan 10 menit, seluruh tanaman telah selesai diberikan pupuk (cair)," lanjut Gunawan.
Dan setiap hari pun, pak Timi melakukan penyiraman air dengan irigasi sprinkler. Cukup tekan tombol di HP, air akan tersiram dan memberikan kelembaban bagi tanaman. Sangat mudah dan efisien, karena tidak perlu repot dan tidak lagi harus membayar tenaga kerja untuk penyiraman pupuk dan air.
Setelah berjalan, ada hal unik yang dialami oleh Abah Odang dan Pak Timi. Kalau biasanya pupuk NPK diberikan 1x per minggu, sekarang mereka cukup menyiram NPK 1 kali per bulan. Dengan mengacu pada angka NPK dari IoT, mereka juga bisa menentukan racikan pupuk terbaik dan mencampurnya dengan pupuk organik. Tanah jadi lebih sehat, karena pupuk diberikan tepat sasaran, tidak kurang ataupun lebih, dan mudah terserap tanaman. Abah Odang bisa menghemat pupuk 50% dengan bantuan alat ukur IoT NPK ini.
"Hal unik lainnya adalah dari waktu panen. Bila umumnya tanaman tomat baru panen pada hari ke 83, kali ini Abah Odang bisa mulai panen pada hari ke 63 lebih cepat 3 minggu. Setelah pengecekan, tanamanpun ternyata lebih kuat dan tidak mudah terserang penyakit. Dan setelah panen, mereka berdua kembali mendapatkan surprise baru. Hasil panen berlimpah, 40% lebih banyak ketimbang cara-cara tradisional dan manual," ungkap Gunawan.
tulis komentar anda