Minimalkan Imbas Covid-19, Pemerintah Didesak Serius Jalankan Perppu No 1/2020
Selasa, 28 April 2020 - 15:18 WIB
Menurut Ariyo, jika kita sudah memiliki gambaran yang jelas tentang penyebaran dan pencegahan penularan Covid-19, akan membuat pemerintah mudah dalam mendesain kebijakan yang tepat di bidang ekonominya. Sehingga tahu perusahaan mana yang perlu insentif mana yang tidak. Perusahaan yang menyerap tenaga kerja yang banyak serta menggerakan sektor ekonomi ril tantu perlu insentif.
Supaya pencegahan penyebaran Covid-19 maksimal, pihaknya mendukung kebijakan pemerintah pusat yang membolehkan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) digunakan untuk menambah biaya pencegahan dan penularan oleh pemerintah daerah di daerahnya masing-masing. Ariyo menilai selama ini dana DBHCHT kurang tepat pemanfaaatannya. Pemanfaatannya belum sesuai harapan dan keinginan masyarakat. Pemerintah daerah lebih banyak kepada pembangunan fisik, bukan peningkatan kualitas kesehatan, pendidikan, dan kualitas sumber daya masyarakat daerah.
Selain memberikan sumbangan kepada pemda lewat DBHCHT cukup besar, Ariyo mengakui industri rokok menyerap tenaga kerja yang banyak. Industri ini juga memberikan sumbangan keuangan yang besar bagi penerimaan negara. Karena itu dia yakin perhatian pemerintah terhadap industri hasil tembakau ini cukup besar.
Namun ke depan pemerintah perlu menggali sumber sumber cukai lainnya. Tidak harus dari cukai rokok. "Harus ada dari sektor lainnya. Industri rokok tidak boleh dibiarkan mati. saya rasa pemerintah cukup care juga karena kontribusinya (industri hasil rokok) besar," ucap Ariyo.
Ariyo juga mengakui, penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang belakang ini banyak diterapkan oleh pemerintah daerah selain di Jabodetabek, sedikit banyak memgganggu kelancaran ekonomi. Hal ini menyebabkan terjadi supply and demand shock. Di mana permintaan dan penawaran komoditas ekonomi maupun komoditas yang diperlukan dalam kehidupan sehari hari terganggu.
Istilahnya supply and demand shock do mana penawaran dan permintaan terdisrupsi. Kalau dari suplainya dengan adanya pandemik, di sisi supply shock perusahaan itu terganggu pasokannya karena memang manusia dalam istilah ekonomi sebagai tenaga kerja kena shock di aspek kesehatan tenaga kerjanya.
"Jadi otomatis kapasitas produksinya akan berkurang dan suplai barang dan jasa akan turun. Nah, di sisi demand-nya karena produksi menurun otomatis daya beli turun karena banyak yang di PHK, tidak ada produksi, tidak dapat gajian. Jadi Daya beli masyarakat turun, karena kehilangan pekerjaan, toh orang-orang yang sudah kerja tetap di pabrik tidak ada produksi, kan dia hilang juga,” papar alumnus FEB Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo.
Namun, tegas dia, mengingat tujuan PSBB adalah mencegah penyebaran dan penularan Covid-19, maka PSBB harus didukung semua pihak dan dijalankan. Karena kunci dari pemulihan ekonomi sangat bergantung pada pencegahan penyebarluasan dan pencegahan penularan virus Corona.
"PSBB itu adalah dalam rangka pencegahan Covid-19. Bagaimanapun, pencegahan jauh lebih baik dari pada mengobati yang sakit. Jadi, PSBB ini harus dilaksanakan dan harus didukung agar wabah segera berlalu," harap Ariyo.
Supaya pencegahan penyebaran Covid-19 maksimal, pihaknya mendukung kebijakan pemerintah pusat yang membolehkan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) digunakan untuk menambah biaya pencegahan dan penularan oleh pemerintah daerah di daerahnya masing-masing. Ariyo menilai selama ini dana DBHCHT kurang tepat pemanfaaatannya. Pemanfaatannya belum sesuai harapan dan keinginan masyarakat. Pemerintah daerah lebih banyak kepada pembangunan fisik, bukan peningkatan kualitas kesehatan, pendidikan, dan kualitas sumber daya masyarakat daerah.
Selain memberikan sumbangan kepada pemda lewat DBHCHT cukup besar, Ariyo mengakui industri rokok menyerap tenaga kerja yang banyak. Industri ini juga memberikan sumbangan keuangan yang besar bagi penerimaan negara. Karena itu dia yakin perhatian pemerintah terhadap industri hasil tembakau ini cukup besar.
Namun ke depan pemerintah perlu menggali sumber sumber cukai lainnya. Tidak harus dari cukai rokok. "Harus ada dari sektor lainnya. Industri rokok tidak boleh dibiarkan mati. saya rasa pemerintah cukup care juga karena kontribusinya (industri hasil rokok) besar," ucap Ariyo.
Ariyo juga mengakui, penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang belakang ini banyak diterapkan oleh pemerintah daerah selain di Jabodetabek, sedikit banyak memgganggu kelancaran ekonomi. Hal ini menyebabkan terjadi supply and demand shock. Di mana permintaan dan penawaran komoditas ekonomi maupun komoditas yang diperlukan dalam kehidupan sehari hari terganggu.
Istilahnya supply and demand shock do mana penawaran dan permintaan terdisrupsi. Kalau dari suplainya dengan adanya pandemik, di sisi supply shock perusahaan itu terganggu pasokannya karena memang manusia dalam istilah ekonomi sebagai tenaga kerja kena shock di aspek kesehatan tenaga kerjanya.
"Jadi otomatis kapasitas produksinya akan berkurang dan suplai barang dan jasa akan turun. Nah, di sisi demand-nya karena produksi menurun otomatis daya beli turun karena banyak yang di PHK, tidak ada produksi, tidak dapat gajian. Jadi Daya beli masyarakat turun, karena kehilangan pekerjaan, toh orang-orang yang sudah kerja tetap di pabrik tidak ada produksi, kan dia hilang juga,” papar alumnus FEB Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo.
Namun, tegas dia, mengingat tujuan PSBB adalah mencegah penyebaran dan penularan Covid-19, maka PSBB harus didukung semua pihak dan dijalankan. Karena kunci dari pemulihan ekonomi sangat bergantung pada pencegahan penyebarluasan dan pencegahan penularan virus Corona.
"PSBB itu adalah dalam rangka pencegahan Covid-19. Bagaimanapun, pencegahan jauh lebih baik dari pada mengobati yang sakit. Jadi, PSBB ini harus dilaksanakan dan harus didukung agar wabah segera berlalu," harap Ariyo.
(fai)
tulis komentar anda