AS Terancam Gagal Bayar Utang Rp461.000 Triliun, Indonesia Kena Dampak?

Selasa, 02 Mei 2023 - 13:24 WIB
Amerika Serikat (AS) terancam gagal bayar utang. FOTO/Reuters
JAKARTA - Amerika Serikat (AS) berpotensi gagal bayar utang USD31,4 triliun atau setara Rp461.000 triliun. AS akan kehabisan uang tunai pada 1 Juni 2023 jika kongres gagal menaikkan atau menangguhkan plafon utang. Lantas apa dampaknya bagi Indonesia?

"Di Indonesia, dari sisi komposisi, pemerintah tidak pegang obligasi Amerika, kalau misalnya terjadi gagal bayar, dampak secara langsung kepada APBN tidak terlalu besar," ujar Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto dalam Market Review IDXChannel, Selasa (2/5/2023).





Dia mengatakan ancaman gagal bayar itu juga seiring dengan alotnya pembahasan oleh para senator untuk menaikkan plafon pinjaman. Namun terdapat konsekuensi yang ditawarkan yaitu menekan belanja pemerintah pusat.

Adapun penambahan plafon pinjaman biasanya menjadi jalan keluar dari adanya ancaman gagal bayar utang. Sebab apabila kegagalan dalam pembayaran utang di Amerika Serikat bakal berdampak serius terhadap perekonomian global.

Pemegang surat utang AS bisa saja mengalihkan uang ke negara yang memikat kondisi ekonomi lebih stabil. Dampaknya aktivitas perekonomian hingga pembangunan di Amerika Serikat bakal berdampak buruk.

Meski demikian, gagal bayar utang Amerika itu dikatakan Eko tidak akan berdampak langsung terhadap kondisi perekonomian di Indonesia. Salah satu yang paling utama karena Indonesia tidak memiliki surat utang Amerika Serikat alias tidak mengutangi Amerika.

Menurutnya situasi di sektor keuangan yang akan terdampak apabila Amerika Serikat mengalami gagal bayar utang. Mulai fluktuasi nilai tukar rupiah, hingga bisa berdampak ke sektor rill. "Tetapi biasanya akan berdampak ke sektor keuangan dulu," kata Eko.

Selain itu, urutan pangsa pasar ekspor non migas terbesar Indonesia adalah China, kedua Amerika Serikat, Jepang, India, Malaysia, dan Singapura. Oleh sebab itu tidak menampik kemungkinan gagal bayar utang Amerika akan sedikit berpengaruh juga terhadap perekonomian Indonesia.



Namun, melalui kerjasama Bank Indonesia (BI) dengan beberapa bank sentral negara lain lewat Local Currency Settlement (LCS) merupakan suatu langkah yang positif, karena dengan mendiversifikasi kebutuhan valas bukan hanya pada dolar AS, bakal mengurangi risiko tekanan terhadap nilai tukar rupiah.

"Pada titik itu bagus untuk stabilitas nilai tukar rupiah, dan momentumnya tepat saat ini, karena kita tidak melakukan sendirian, ada China, India dan beberapa negara lainnya," tutupnya.
(nng)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More