Pasang Jebakan Utang, Begini Cara China Sita Aset Pelabuhan Sri Lanka
Kamis, 01 Juni 2023 - 14:50 WIB
"Negara-negara dengan tingkat utang yang tinggi dan ruang kebijakan yang terbatas akan menghadapi tekanan tambahan. Tidak melihat lebih jauh dari Sri Lanka sebagai tanda peringatan,” ujar Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva dalam rangkaian pertemuan para menteri keuangan anggota G20.
China dianggap berperan besar
dalam bencana Sri Lanka. Beijing adalah satu-satunya kreditur terbesar Sri Lanka, menyumbang sekitar 10% dari utang luar negeri negara itu. Antara tahun 2000 dan 2020, pinjaman diberikan hampir USD12 miliar kepada pemerintah Sri Lanka, sebagian besar untuk serangkaian proyek gajah putuh termasuk infrastruktur pelabuhan besar yang mahal di kampung halaman Rajapaksa di Hambantota.
Infrastrktur itu kemudian disita China karena otoritas Sri Lanka tak mampu lagi membayar utang. Sri Lanka masuk ke dalam apa yang disebut oleh para kritikus Beijing sebagai diplomasi Jebakan Utang China. Pada 2020, ia menerima kredit mudah senilai USD3 miliar dari China untuk membantu pembayaran kembali utangnya.
Sri Lanka memilih jalan ini daripada mengambil langkah-langkah yang lebih menyakitkan untuk merestrukturisasi utangnya dalam dialog dengan IMF dan mendorong langkah-langkah penghematan. Namun ternyata itu adalah sebuah kesalahan.
"Alih-alih memanfaatkan cadangan terbatas yang kami miliki dan merestrukturisasi utang di muka, kami terus melakukan pembayaran utang sampai kami kehabisan semua cadangan kami," kata Ali Sabry, menteri keuangan sementara Sri Lanka kepada Wall Street Journal. "Jika realistis, kita seharusnya pergi ke INF setidaknya 12 bulan sebelum kita melakukannya," kata dia.
Pinjaman China juga tampak besar di negara-negara lain yang dilanda utang. China menyumbang sekitar 30 persen dari utang luar negeri Zambia. Miliaran dolar dalam pendanaan China untuk fasilitas pembangkit listrik tenaga air dan infrastruktur kereta api sekarang membuat Laos gagal bayar utangnya.
Pejabat China dan komentator negara membenci kritik Barat terhadap metode mereka, dengan alasan bahwa itu mirip dengan paternalisme kolonial.
"Ini hanyalah kasus tipikal lain yang meninjau mentalitas masam dari dunia Barat yang dipimpin AS, tidak mau melihat kerja sama yang menguntungkan antara China dan lainnya, dan mereka tahu dengan jelas bahwa mereka telah kehilangan keuntungan dalam mengejar kolaborasi semacam itu."
China dianggap berperan besar
dalam bencana Sri Lanka. Beijing adalah satu-satunya kreditur terbesar Sri Lanka, menyumbang sekitar 10% dari utang luar negeri negara itu. Antara tahun 2000 dan 2020, pinjaman diberikan hampir USD12 miliar kepada pemerintah Sri Lanka, sebagian besar untuk serangkaian proyek gajah putuh termasuk infrastruktur pelabuhan besar yang mahal di kampung halaman Rajapaksa di Hambantota.
Infrastrktur itu kemudian disita China karena otoritas Sri Lanka tak mampu lagi membayar utang. Sri Lanka masuk ke dalam apa yang disebut oleh para kritikus Beijing sebagai diplomasi Jebakan Utang China. Pada 2020, ia menerima kredit mudah senilai USD3 miliar dari China untuk membantu pembayaran kembali utangnya.
Baca Juga
Sri Lanka memilih jalan ini daripada mengambil langkah-langkah yang lebih menyakitkan untuk merestrukturisasi utangnya dalam dialog dengan IMF dan mendorong langkah-langkah penghematan. Namun ternyata itu adalah sebuah kesalahan.
"Alih-alih memanfaatkan cadangan terbatas yang kami miliki dan merestrukturisasi utang di muka, kami terus melakukan pembayaran utang sampai kami kehabisan semua cadangan kami," kata Ali Sabry, menteri keuangan sementara Sri Lanka kepada Wall Street Journal. "Jika realistis, kita seharusnya pergi ke INF setidaknya 12 bulan sebelum kita melakukannya," kata dia.
Pinjaman China juga tampak besar di negara-negara lain yang dilanda utang. China menyumbang sekitar 30 persen dari utang luar negeri Zambia. Miliaran dolar dalam pendanaan China untuk fasilitas pembangkit listrik tenaga air dan infrastruktur kereta api sekarang membuat Laos gagal bayar utangnya.
Pejabat China dan komentator negara membenci kritik Barat terhadap metode mereka, dengan alasan bahwa itu mirip dengan paternalisme kolonial.
"Ini hanyalah kasus tipikal lain yang meninjau mentalitas masam dari dunia Barat yang dipimpin AS, tidak mau melihat kerja sama yang menguntungkan antara China dan lainnya, dan mereka tahu dengan jelas bahwa mereka telah kehilangan keuntungan dalam mengejar kolaborasi semacam itu."
tulis komentar anda