Bukan Basa-Basi, 50 Investor Sudah Masuk Kawasan Industri
Selasa, 28 Juli 2020 - 15:19 WIB
JAKARTA - Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI) mencatat, sampai Juni tahun 2020, sebanyak 50 investor atau perusahaan sudah masuk ke kawasan industri yang ada di Tanah Air.
Ketua Umum HKI yang juga Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kawasan Ekonomi Sanny Iskandar menjelaskan, investor dari luar negeri mendominasi daftar tersebut.
"Dari total 50 investor yang masuk ke kawasan industri sampai Juni 2020 ini, sebanyak 29 investor kategori penanaman modal asing (PMA), dan 21 investor kategori penanaman modal dalam negeri (PMDN)," ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (28/7/2020).
(Baca Juga: BKPM Pastikan Realisasi Investasi Tetap di Kawasan Industri)
Sanny merinci, sebanyak 50 investor tersebut masuk ke 17 kawasan industri di Indonesia dengan luas lahan yang dipakai mencapai 139,31 hektare. Sebanyak 29 PMA menempati 99,44 hektare lahan dan 21 PMDN menggunakan 44,87 hektare.
"Bila dilihat asal negaranya, dari 29 investor asing yang masuk ke Indonesia, 10 investor berasal dari Korea Selatan, 7 investor Jepang, 3 investor China, 1 investor Amerika Serikat, dan lain-lain. Bisnis yang dominan dibuka oleh para investor baru ini tersebar di beberapa sektor mulai dari automotif dan turunannya. Kemudian sektor makanan, logistik, kimia, dan industri manufaktur lainnya," jelasnya.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, pihaknya selama ini proaktif menggaet investor sektor industri yang potensial untuk menanamkan modalnya di Indonesia, termasuk bagi yang ingin merelokasi pabriknya. Sektor-sektor yang menjadi incaran, antara lain industri padat karya, substitusi impor, dan berteknologi tinggi.
"Kami mendorong investasi ini untuk memproduksi barang-barang pengganti-impor serta meningkatkan penggunaan bahan baku yang diproduksi secara lokal dan barang setengah jadi," tuturnya.
Menurut Agus, di tengah dampak pandemi Covid-19, ada pelajaran berharga yang didapat yakni mengetahui seberapa dalam struktur manufaktur di dalam negeri. Hal ini terlihat karena Indonesia masih butuh beberapa bahan baku atau barang modal dari negara lain, baik itu hasil sektor hulu maupun intermediate. "Jadi, apabila negara asal tersebut sedang terguncang, kita juga ikut terpengaruh," ujarnya.
Ketua Umum HKI yang juga Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kawasan Ekonomi Sanny Iskandar menjelaskan, investor dari luar negeri mendominasi daftar tersebut.
"Dari total 50 investor yang masuk ke kawasan industri sampai Juni 2020 ini, sebanyak 29 investor kategori penanaman modal asing (PMA), dan 21 investor kategori penanaman modal dalam negeri (PMDN)," ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (28/7/2020).
(Baca Juga: BKPM Pastikan Realisasi Investasi Tetap di Kawasan Industri)
Sanny merinci, sebanyak 50 investor tersebut masuk ke 17 kawasan industri di Indonesia dengan luas lahan yang dipakai mencapai 139,31 hektare. Sebanyak 29 PMA menempati 99,44 hektare lahan dan 21 PMDN menggunakan 44,87 hektare.
"Bila dilihat asal negaranya, dari 29 investor asing yang masuk ke Indonesia, 10 investor berasal dari Korea Selatan, 7 investor Jepang, 3 investor China, 1 investor Amerika Serikat, dan lain-lain. Bisnis yang dominan dibuka oleh para investor baru ini tersebar di beberapa sektor mulai dari automotif dan turunannya. Kemudian sektor makanan, logistik, kimia, dan industri manufaktur lainnya," jelasnya.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, pihaknya selama ini proaktif menggaet investor sektor industri yang potensial untuk menanamkan modalnya di Indonesia, termasuk bagi yang ingin merelokasi pabriknya. Sektor-sektor yang menjadi incaran, antara lain industri padat karya, substitusi impor, dan berteknologi tinggi.
"Kami mendorong investasi ini untuk memproduksi barang-barang pengganti-impor serta meningkatkan penggunaan bahan baku yang diproduksi secara lokal dan barang setengah jadi," tuturnya.
Menurut Agus, di tengah dampak pandemi Covid-19, ada pelajaran berharga yang didapat yakni mengetahui seberapa dalam struktur manufaktur di dalam negeri. Hal ini terlihat karena Indonesia masih butuh beberapa bahan baku atau barang modal dari negara lain, baik itu hasil sektor hulu maupun intermediate. "Jadi, apabila negara asal tersebut sedang terguncang, kita juga ikut terpengaruh," ujarnya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda