Riset Inovatif dan SDM Unggul Dukung Pembangunan Kelautan dan Perikanan
Rabu, 05 Agustus 2020 - 11:18 WIB
JAKARTA - Keberhasilan pembangunan kelautan dan perikanan di Indonesia tidak lepas dari peran penting dari riset inovatif dan sumber daya manusia (SDM) yang unggul. Untuk itu, pemerintah memberikan perhatian lebih terhadap pengembangan SDM dan riset yang inovatif untuk pembangunan nasional lima tahun ke depan sebagaimana tertuang dalam RPJMN 2020-2024.
Hal ini menjadi arahan Presiden Joko Widodo serta memperhatikan kondisi nasional saat ini. "Adanya riset inovatif tentunya akan mendukung penguatan ketahanan ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Sedangkan SDM sebagai modal utama pembangunan nasional akan mendorong adanya peningkatan produktivitas dan daya saing nasional," papar Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan Sjarief Widjaja dalam keterangan tertulisnya, Rabu (5/8/2020).
(Baca Juga: Infrastruktur, Cara Kerja dan SDM Prasyarat RI Jadi Negara Berpenghasilan Tinggi)
Dalam sambutannya pada kegiatan Rapat Koordinasi Pusat (Rakorpus) bertajuk "Peran Riset Inovatif dan SDM Unggul dalam Mendukung Pembangunan Kelautan dan Perikanan" Selasa (4/8) lalu, Sjarief mengatakan bahwa melalui kegiatan ini pihaknya menerjemahkan apa yang menjadi arahan menteri kelautan dan perikanan untuk roadmap program BRSDM periode 2020-2024.
"Terutama dalam hal memperbaiki komunikasi dua arah dengan stakeholder, mengingat kami memiliki sekitar 4.500 penyuluh di lapangan. Semoga ke depannya program BRSDM dapat tepat sasaran dan sejalan dengan arahan menteri kelautan dan perikanan serta Presiden," ucapnya.
Guna menajamkan program BRSDM periode 2020-2024, Rakorpus BRSDM menghadirkan beberapa penasihat menteri kelautan dan perikanan sebagi narasumber untuk memberikan pembekalan yakni, Rokhmin Dahuri, Laode Masihu Kamaludin, dan Yudi Nurul Ikhsan.
"Kami harap kegiatan ini dapat menjadi momentum untuk mendiskusikan terobosan-terobosan kegiatan yang dilakukan oleh pusat maupun balai besar serta menjadi sarana untuk melakukan kolaborasi antar pusat untuk mendorong melahirkan kegiatan bersama yang memberikan nilai tambah ekonomi pada masyarakat berbasis pembekalan dari para penasehat menteri. Pembekalan ini tentunya menjadi energi baru dalam menyelesaikan kegiatan di tahun 2020 serta merancang kegiatan di tahun 2021-2024, sehingga kegiatan yang dilaksanan BRSDM dapat mendukung dan memperkuat kebijakan-kebijakan Menteri KP, dan masyarakat kelautan dan perikanan tentunya," tegas Sjarief.
Pada kesempatan tersebut, Rokhmin Dahuri, yang juga menjabat sebagai Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB, menuturkan bahwa kemajuan dan kemakmuran suatu bangsa ditentukan oleh "innovation-driven economy", namun keragaan kapasitas IPTEK dan inovasi bangsa Indonesia, tak terkecuali di sektor kelautan dan perikanan, sampai saat ini tergolong rendah.
"Penyebab rendahnya kapasitas inovasi disebabkan oleh berbagai hal yakni, banyak aktivitas R&D (Litbang) hanya untuk menghasilkan tulisan ilmiah dan prototipe teknologi; rendahnya kreativitas, daya inovasi, dan entrepreneurship kebanyakan peneliti; mayoritas pengusaha industri mengharapkan ‘quick-short wins’ dalam jangka pendek, sedangkan sebagian besar inovasi bisa komersial dan diproduksi masal setelah sekitar 5 tahun; serta minimnya dana, prasarana, dan sarana," terang Rokhmin.
Hal ini menjadi arahan Presiden Joko Widodo serta memperhatikan kondisi nasional saat ini. "Adanya riset inovatif tentunya akan mendukung penguatan ketahanan ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Sedangkan SDM sebagai modal utama pembangunan nasional akan mendorong adanya peningkatan produktivitas dan daya saing nasional," papar Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan Sjarief Widjaja dalam keterangan tertulisnya, Rabu (5/8/2020).
(Baca Juga: Infrastruktur, Cara Kerja dan SDM Prasyarat RI Jadi Negara Berpenghasilan Tinggi)
Dalam sambutannya pada kegiatan Rapat Koordinasi Pusat (Rakorpus) bertajuk "Peran Riset Inovatif dan SDM Unggul dalam Mendukung Pembangunan Kelautan dan Perikanan" Selasa (4/8) lalu, Sjarief mengatakan bahwa melalui kegiatan ini pihaknya menerjemahkan apa yang menjadi arahan menteri kelautan dan perikanan untuk roadmap program BRSDM periode 2020-2024.
"Terutama dalam hal memperbaiki komunikasi dua arah dengan stakeholder, mengingat kami memiliki sekitar 4.500 penyuluh di lapangan. Semoga ke depannya program BRSDM dapat tepat sasaran dan sejalan dengan arahan menteri kelautan dan perikanan serta Presiden," ucapnya.
Guna menajamkan program BRSDM periode 2020-2024, Rakorpus BRSDM menghadirkan beberapa penasihat menteri kelautan dan perikanan sebagi narasumber untuk memberikan pembekalan yakni, Rokhmin Dahuri, Laode Masihu Kamaludin, dan Yudi Nurul Ikhsan.
"Kami harap kegiatan ini dapat menjadi momentum untuk mendiskusikan terobosan-terobosan kegiatan yang dilakukan oleh pusat maupun balai besar serta menjadi sarana untuk melakukan kolaborasi antar pusat untuk mendorong melahirkan kegiatan bersama yang memberikan nilai tambah ekonomi pada masyarakat berbasis pembekalan dari para penasehat menteri. Pembekalan ini tentunya menjadi energi baru dalam menyelesaikan kegiatan di tahun 2020 serta merancang kegiatan di tahun 2021-2024, sehingga kegiatan yang dilaksanan BRSDM dapat mendukung dan memperkuat kebijakan-kebijakan Menteri KP, dan masyarakat kelautan dan perikanan tentunya," tegas Sjarief.
Pada kesempatan tersebut, Rokhmin Dahuri, yang juga menjabat sebagai Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB, menuturkan bahwa kemajuan dan kemakmuran suatu bangsa ditentukan oleh "innovation-driven economy", namun keragaan kapasitas IPTEK dan inovasi bangsa Indonesia, tak terkecuali di sektor kelautan dan perikanan, sampai saat ini tergolong rendah.
"Penyebab rendahnya kapasitas inovasi disebabkan oleh berbagai hal yakni, banyak aktivitas R&D (Litbang) hanya untuk menghasilkan tulisan ilmiah dan prototipe teknologi; rendahnya kreativitas, daya inovasi, dan entrepreneurship kebanyakan peneliti; mayoritas pengusaha industri mengharapkan ‘quick-short wins’ dalam jangka pendek, sedangkan sebagian besar inovasi bisa komersial dan diproduksi masal setelah sekitar 5 tahun; serta minimnya dana, prasarana, dan sarana," terang Rokhmin.
tulis komentar anda