OJK Waswas El Nino Bikin Harga Beras dan Gula Makin Mahal

Senin, 30 Oktober 2023 - 17:36 WIB
Tren kenaikan inflasi bahan makanan masih perlu dicermati terutama komoditas beras dan gula. FOTO/dok.SINDOnews
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan ( OJK ) menyebut, tingkat inflasi dalam negeri sebesar 2,8% secara tahunan. Angka itu sejalan dengan ekspektasi pasar yang sebesar 2,2%.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar mengatakan bahwa saat ini tren kenaikan inflasi bahan makanan masih perlu dicermati, terutama pada komoditas beras dan gula. Hal itu didorong oleh kemungkinan adanya penurunan produksi akibat El Nino.

“Perlu dicermati tren kenaikan inflasi bahan makanan terutama komoditas beras dan gula, di tengah potensi penurunan produksi global akibat El Nino,” kata Mahendra dalam konferensi pers secara daring pada Senin (30/10/2023).





Secara umum, lanjut Mahendra, daya beli masih tertekan tercermin dari inflasi inti yang kembali turun, serta penurunan indeks kepercayaan konsumen serta kinerja penjualan ritel yang rendah. Namun, kinerja sektor korporasi relatif masih baik, hal itu terlihat dari PMI Manufaktur yang terus berada di zona ekspansi dan neraca perdagangan yang masih mencatatkan surplus.

Di samping itu, Mahendra mengungkapkan, sektor jasa keuangan nasional masih terjaga stabil didukung permodalan yang kuat, kondisi likuiditas yang memadai, dan profil risiko yang terjaga, sehingga meningkatkan optimisme bahwa sektor jasa keuangan mampu memitigasi risiko meningkatnya ketidakpastian global baik dari higher for longer suku bunga global maupun peningkatan tensi geopolitik.

Divergensi kinerja perekonomian global masih terus berlanjut. Di Amerika Serikat (AS), pertumbuhan ekonomi kuartal III 2023 tercatat meningkat sebesar 4,9% dengan pasar tenaga kerja terus membaik dan tekanan inflasi persisten tinggi.

“Hal ini mendorong meningkatnya sell-off di bond market AS sejalan dengan meningkatnya ekspektasi suku bunga higher for longer dan juga peningkatan suplai US Treasury untuk membiayai defisit AS,” ujar Mahendra.

Sementara itu, risiko geopolitik global juga semakin meningkat seiring dengan konflik Israel dan Hamas, yang berpotensi mengganggu perekonomian dunia secara signifikan apabila terjadi eskalasi di Timur Tengah. Di Eropa, kata Mahendra, kinerja ekonomi diprediksi masih mengalami stagflasi.

“Sementara itu di Tiongkok, pemulihan ekonomi masih belum sesuai ekspektasi dan kinerja ekonomi yang masih di level pandemi meningkatkan kekhawatiran bagi pemulihan perekonomian global,” imbuh Mahendra.



Lebih lanjut, kenaikan yield surat utang di AS meningkatkan tekanan outflow dari pasar emerging markets termasuk Indonesia, mendorong pelemahan terutama di pasar nilai tukar dan pasar obligasi secara cukup signifikan. Volatilitas di pasar keuangan, baik di pasar saham, obligasi, dan nilai tukar juga dalam tren meningkat.
(nng)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More