Kolaborasi Koperasi dan Teknologi Menjawab Tantangan Kuota Internet Belajar
Kamis, 06 Agustus 2020 - 18:32 WIB
JAKARTA - Koneksi internet hingga ke desa-desa makin menemukan relevansinya di masa new normal ini. Keresahan masyarakat atas masalah kuota internet atau ketersambungannya hingga ke desa harus diadvokasi dan dibenahi.
"Insha Allah segera kita jawab. Ini adalah program yang sudah kita rencanakan lama dan mudah-mudahan bisa mengatasi persoalan pendidikan, ketiadaan akses internet, kemudian juga layanan-layanan aplikasi yang berkaitan dengan kebutuhan rakyat di bawah," ujar Ketua Dewan Pengawas (Dewas) Koperasi Satelit Desa Indonesia (KSDI), Budiman Sudjatmiko di Jakarta, Kamis (6/8/2020).
(Baca Juga: Koperasi Jangan Sampai Goyah Demi Selamatkan Ekonomi Nasional )
Politisi yang juga Ketua Umum Inovator 4.0 Indonesia ini juga mengakui bahwa proses belajar dan tatap muka online saat ini bukan lagi sebuah dunia maya belaka, namun sudah menjadi sebuah dunia nyata. Oleh karenanya, dengan sumber daya dan teknologi yang dimiliki, KSDI ujar Budiman, kedepannya harus mampu memajukan kekuatan teknologi dan kekuatan rakyat dengan kekuatan kewirausahaan.
"KSDI sebagai koperasi yang berkaitan dengan desa ibarat seperti alat penyedot, dia bisa masuk ke lubang-lubang yang paling kecil. Kami optimis, kolaborasi teknologi dan digital ini akan menjadi sebuah pintu kita bersama, bukan hanya mencapai masyarakat adil dan makmur tapi juga masyarakat yang sehat jasmani dan rohani," ucap Budiman.
Dan sebagai langkah konkritnya, koperasi yang diawasinya ini pun baru saja menggelar pelatihan online untuk menjawab tantangan tadi, yaitu dengan sebuah program kolaborasi antara koperasi dan teknologi. Untuk diketahui, fakta bahwa mayoritas masyarakat saat ini mengalami masalah terkait penyediaan kuota internet Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) secara Daring (dalam jaringan) atau online bukan isapan jempol belaka.
(Baca Juga: Upayakan Kuota Murah untuk Mahasiswa, Kemendikbud Gandeng Indosat )
Sudah banyak kisah perjuangan anak dan orangtua mencari rupiah guna membeli kuota internet agar bisa belajar secara online. Siti Hidayati di Serpong, Tangerang Selatan misalnya. Anak umur 12 tahun ini harus begadang setiap malamnya bersama kakak perempuannya membantu sang nenek membuat olahan makanan tradisional untuk dijual di pasar Serpong.
Siti yang kini sekolah di sebuah SMP di kawasan Serpong diberi Rp10 ribu oleh sang nenek hasil keuntungan jualan makanan tradisionalnya guna membeli kuota internet, agar tetap bisa belajar secara daring. Lalu ada Sulis Wulandari, Titania Asahro dan Eliana Purnamasari di Surabaya yang harus berjualan koran di pagi dan malam hari guna memenuhi kebutuhan kuota belajar daringnya yang tiap minggunya butuh Rp20-30 ribu.
Dan yang terbaru adalah Darwin Jazilin (12). Bocah kelas 1 SMP di Sukaharjo ini harus rela membagi waktu belajar dan bermainnya untuk berjualan guna membantu orangtuanya berjualan cilok agar bisa membeli kuota internet. Darwin mulai berjualan pada pukul 13.00 WIB sampai pukul 15.30 WIB.
Ia berjualan siang lantaran saat pagi hari, ia harus mengerjakan tugas terlebih dahulu. "Jualan jam satu siang, biasanya sampai sore baru pulang," ujar Darwin.
Setiap harinya, Darwin mengambil Rp 20.000 untuk membeli kuota dan juga jajan adiknya. Dari Rp 20.000 itu, ia membeli kuota Rp 11.000 setiap harinya. Sejak awal pembelajaran daring, Darwin mengalami kesulitan mengerjakan tugas sekolah lantaran harus menggunakan HP ayahnya yang kerap dibawa untuk bekerja. "Ngerjainnya pagi, tapi kalau Bapak berangkat dibawa Bapak karena punya HP satu," ucapnya.
"Insha Allah segera kita jawab. Ini adalah program yang sudah kita rencanakan lama dan mudah-mudahan bisa mengatasi persoalan pendidikan, ketiadaan akses internet, kemudian juga layanan-layanan aplikasi yang berkaitan dengan kebutuhan rakyat di bawah," ujar Ketua Dewan Pengawas (Dewas) Koperasi Satelit Desa Indonesia (KSDI), Budiman Sudjatmiko di Jakarta, Kamis (6/8/2020).
(Baca Juga: Koperasi Jangan Sampai Goyah Demi Selamatkan Ekonomi Nasional )
Politisi yang juga Ketua Umum Inovator 4.0 Indonesia ini juga mengakui bahwa proses belajar dan tatap muka online saat ini bukan lagi sebuah dunia maya belaka, namun sudah menjadi sebuah dunia nyata. Oleh karenanya, dengan sumber daya dan teknologi yang dimiliki, KSDI ujar Budiman, kedepannya harus mampu memajukan kekuatan teknologi dan kekuatan rakyat dengan kekuatan kewirausahaan.
"KSDI sebagai koperasi yang berkaitan dengan desa ibarat seperti alat penyedot, dia bisa masuk ke lubang-lubang yang paling kecil. Kami optimis, kolaborasi teknologi dan digital ini akan menjadi sebuah pintu kita bersama, bukan hanya mencapai masyarakat adil dan makmur tapi juga masyarakat yang sehat jasmani dan rohani," ucap Budiman.
Dan sebagai langkah konkritnya, koperasi yang diawasinya ini pun baru saja menggelar pelatihan online untuk menjawab tantangan tadi, yaitu dengan sebuah program kolaborasi antara koperasi dan teknologi. Untuk diketahui, fakta bahwa mayoritas masyarakat saat ini mengalami masalah terkait penyediaan kuota internet Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) secara Daring (dalam jaringan) atau online bukan isapan jempol belaka.
(Baca Juga: Upayakan Kuota Murah untuk Mahasiswa, Kemendikbud Gandeng Indosat )
Sudah banyak kisah perjuangan anak dan orangtua mencari rupiah guna membeli kuota internet agar bisa belajar secara online. Siti Hidayati di Serpong, Tangerang Selatan misalnya. Anak umur 12 tahun ini harus begadang setiap malamnya bersama kakak perempuannya membantu sang nenek membuat olahan makanan tradisional untuk dijual di pasar Serpong.
Siti yang kini sekolah di sebuah SMP di kawasan Serpong diberi Rp10 ribu oleh sang nenek hasil keuntungan jualan makanan tradisionalnya guna membeli kuota internet, agar tetap bisa belajar secara daring. Lalu ada Sulis Wulandari, Titania Asahro dan Eliana Purnamasari di Surabaya yang harus berjualan koran di pagi dan malam hari guna memenuhi kebutuhan kuota belajar daringnya yang tiap minggunya butuh Rp20-30 ribu.
Dan yang terbaru adalah Darwin Jazilin (12). Bocah kelas 1 SMP di Sukaharjo ini harus rela membagi waktu belajar dan bermainnya untuk berjualan guna membantu orangtuanya berjualan cilok agar bisa membeli kuota internet. Darwin mulai berjualan pada pukul 13.00 WIB sampai pukul 15.30 WIB.
Ia berjualan siang lantaran saat pagi hari, ia harus mengerjakan tugas terlebih dahulu. "Jualan jam satu siang, biasanya sampai sore baru pulang," ujar Darwin.
Setiap harinya, Darwin mengambil Rp 20.000 untuk membeli kuota dan juga jajan adiknya. Dari Rp 20.000 itu, ia membeli kuota Rp 11.000 setiap harinya. Sejak awal pembelajaran daring, Darwin mengalami kesulitan mengerjakan tugas sekolah lantaran harus menggunakan HP ayahnya yang kerap dibawa untuk bekerja. "Ngerjainnya pagi, tapi kalau Bapak berangkat dibawa Bapak karena punya HP satu," ucapnya.
(akr)
tulis komentar anda