Badan Pangan dan Aruna Gaungkan Revolusi Protein di Kalangan Masyarakat Pesisir

Jum'at, 15 Desember 2023 - 21:27 WIB
Badan Pangan Nasional dan Aruna berkolaborasi atasi masalah stunting di kawasan pesisir. Foto/Dok
JAKARTA - Menjadikan Indonesia sebagai pusat maritim dunia pada 2045, Badan Pangan Nasional (BPN) memiliki visi untuk mewujudkan generasi emas pada tahun 2045 mendatang. Pada saat itu, anak-anak yang saat ini berada dalam usia produktif diperkirakan telah menjadi penggerak pembangunan negara.



Ironisnya, kendati berlimpah hasil laut, banyak anak di kampung pesisir Indonesia yang menderita kekurangan gizi atau stunting. Karena itu, salah satu kelompok sasaran yang perlu mendapatkan perhatian untuk penanganan rawan pangan dan gizi adalah anak usia sekolah, terlebih mereka yang tinggal di pesisir.



Upaya intervensi gizi di 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) telah dilakukan secara optimal oleh pemerintah dan berbagai pihak yang lain. Salah satunya, melalui Silaturahmi Nelayan Aruna atau Sarasehan--sebuah program engagement untuk menjalin kedekatan dan menyampaikan informasi edukatif bagi Komunitas Nelayan Aruna--Aruna mengedukasi para istri nelayan untuk mengambil sebagian kecil dari hasil tangkapan suami mereka untuk diolah menjadi hidangan bergizi bagi anak-anak mereka.

“Perlunya investasi kesehatan gizi pada anak sepanjang 8,000 HPK. Kita bicara idealnya, ya—itu akan sampai sekitar usia 21 tahun,” kata Febrina Cholida, Deputi Bidang Kerawanan Pangan dan Gizi BPN, saat shoot video podcast dengan tema “Pangan Sumber Protein Hewani untuk Pemenuhan Gizi Anak Sekolah” dikutip Jumat (16/12/2023).

Febrina melanjutkan, investasi di 1.000 HPK kritikal sudah banyak didukung oleh kebijakan di banyak negara, tetapi investasi kesehatan dan gizi selama 7.000 hari ke depan juga penting, terutama untuk mempertahankan hasil investasi di 1.000 HPK, memberikan kesempatan untuk mengejar ketinggalan, dan mengatasi fase-fase kerentanan, khususnya pubertas, percepatan pertumbuhan, dan perkembangan otak pada masa remaja.

"Itulah mengapa, campaign semacam Revolusi Protein ini penting,” tambahnya.

Intervensi dengan pendekatan ini sifatnya lebih hemat biaya dan menghasilkan pengembalian investasi yang tinggi di bidang pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial, dan ekonomi lokal.

Aruna dan BPN juga memaparkan data bahwa hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 , sebanyak 26,1% anak usia sekolah tidak sarapan. Kondisi tersebut akan berpengaruh kepada konsentrasi dan kecerdasan otak anak usia sekolah yang akan berakibat pada penurunan prestasi belajar.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More