Beras Kian Mahal, Berpotensi Munculkan Kaum Miskin Baru

Kamis, 22 Februari 2024 - 13:26 WIB
"Info dari Jatim misalnya, harga antara Rp8.400-Rp8.800/kg gabah kering panen. Ini amat tinggi. Untuk jadi beras setidaknya harganya antara Rp15.850-Rp16.600/kg dengan rendemen 53%. Di Jalur, Sumsel, harga gabah kering panen hari2 ini Rp7.500/kg. Untuk jadi beras sudah di harga Rp14.200/kg. Sementara HET beras premium jauh di bawah itu, Rp13.900/kg. Ini yang membuat pedagang beras dan penggilingan padi menjerit," paparnya.

Khudori juga menyebutkan bahwa pedagang dan penggilingan padi tidak lagi memasok ke ritel-ritel modern karena merugi. Di sisi lain, pengelola ritel modern tidak berani melanggar HET. Sehingga, jika pedagang dan penggilingan tetap ingin menjual produknya di ritel/pasar modern, rata-rata pengelola ritel meminta/membeli harga di bawah HET Rp13.900/kg agar tidak merugi.

"Kalau peritel modern ambil untung Rp200/kg berarti terima dari pedagang atau penggilingan Rp13.700/kg. Jika untung peritel lebih gede dari itu, harga dari pedagang atau penggilingan lebih rendah lagi. Alias kerugian pedagang/penggilingan lebih besar lagi," paparnya.

Daripada merugi, sambung Khudori, pedagang dan penggilingan saat ini lebih banyak menjual beras di pasar tradisional. Karena itu, jika diperiksa di pasar tradisional sepertinya tidak ada masalah pasokan. Juga tidak ada pembatasan pembelian seperti di pasar modern. Hal ini karena di pasar tradisional sejak ada HET, beleid itu tak pernah dipatuhi.



Khudori menambahkan, oleh karena itu, penting bagi pemerintah lewat Badan Pangan Nasional untuk menimbang ulang HET beras. Kebijakan yang sudah berlaku sejak September 2017 itu perlu dievaluasi efektivitasnya di pasar seperti apa, termasuk dampaknya pada ndustri perberasan secara keseluruhan.

"Dalam waktu yang sama, tidak ada salahnya buat Badan Pangan Nasional untuk menghitung ulang biaya produksi padi. Jangan-jangan harga gabah yang tinggi dan terus naik itu lantaran struktur ongkos produksi memang sudah berubah," pungkasnya.

Terkait tren harga beras yang merangkak naik, Khudori mengungkapkan bahwa biang keroknya adalah lantaran pasokan yang terbatas. Menurut dia, produksi beras domestik memang tengah terbatas. Saat ini masih paceklik dan diperkirakannya sampai April 2024. Khudori menilai, panen besar kemungkinan baru akhir April atau awal Mei 2024.

"Ini memang krusial karena Maret ada Ramadan dan April ada Idul Fitri. Penting buat pemerintah untuk memastikan pasokan beras dalam jumlah memadai. Jika tidak, harga potensial terus naik dan bisa menimbulkan kegaduhan, bahkan mengguncang kondisi sosial-politik," tandasnya.
(fjo)
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More