Barat Terpecah Gara-gara Penyitaan Aset Rusia Rp4.644 Triliun
Minggu, 10 Maret 2024 - 06:34 WIB
Pendapatan yang dihasilkan oleh aset Rusia yang dibekukan tahun lalu berjumlah mencapai USD4,8 miliar yang jika dirupiahkan mencapai Rp74,3 triliun. Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menyarankan menggunakan hasil tersebut untuk mendanai pasokan senjata untuk Kiev.
Washington mendukung gagasan pajak rejeki nomplok, tetapi berpendapat bahwa tindakan yang lebih signifikan dibenarkan. Masalah ini semakin penting sejak paket bantuan Amerika senilai USD60 miliar (Rp928 triliun) ke Ukraina telah diblokir oleh Kongres AS yang dipimpin Partai Republik.
Sementara itu menurut Bloomberg, Prancis dan Jerman bersama dengan Bank Sentral Eropa, telah menyatakan keprihatinannya bahwa menyita dana Rusia dapat berdampak negatif terhadap stabilitas keuangan dan mengikis kepercayaan pada status euro sebagai mata uang cadangan.
Moskow telah berulang kali memperingatkan bahwa setiap tindakan yang diambil terhadap asetnya oleh AS atau sekutunya, akan dianggap sebagai tindakan 'pencurian'. Pihak Rusia juga menekankan bahwa penyitaan dana atau langkah serupa akan melanggar hukum internasional dan merusak mata uang cadangan, sistem keuangan global, dan ekonomi dunia.
Washington mendukung gagasan pajak rejeki nomplok, tetapi berpendapat bahwa tindakan yang lebih signifikan dibenarkan. Masalah ini semakin penting sejak paket bantuan Amerika senilai USD60 miliar (Rp928 triliun) ke Ukraina telah diblokir oleh Kongres AS yang dipimpin Partai Republik.
Sementara itu menurut Bloomberg, Prancis dan Jerman bersama dengan Bank Sentral Eropa, telah menyatakan keprihatinannya bahwa menyita dana Rusia dapat berdampak negatif terhadap stabilitas keuangan dan mengikis kepercayaan pada status euro sebagai mata uang cadangan.
Moskow telah berulang kali memperingatkan bahwa setiap tindakan yang diambil terhadap asetnya oleh AS atau sekutunya, akan dianggap sebagai tindakan 'pencurian'. Pihak Rusia juga menekankan bahwa penyitaan dana atau langkah serupa akan melanggar hukum internasional dan merusak mata uang cadangan, sistem keuangan global, dan ekonomi dunia.
(akr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda