Barat Terpecah Gara-gara Penyitaan Aset Rusia Rp4.644 Triliun

Minggu, 10 Maret 2024 - 06:34 WIB
Keretakan mulai muncul di antara sekutu Barat terkait upaya penyitaan aset Rusia yang dibekukan untuk membantu Ukraina. Foto/Dok
JAKARTA - Keretakan mulai muncul di antara sekutu Barat terkait upaya penyitaan aset Rusia yang dibekukan untuk membantu Ukraina. Ada perdebatan tentang cara-cara dan hukum dalam penggunaan dana tidak bergerak milik Rusia seperti dilansir Bloomberg.



Sanksi Barat diketahui telah membekukan aset Rusia senilai USD300 miliar atau setara Rp4.644 triliun (Kurs Rp15.481 per USD) milik bank sentral Rusia sejak dimulainya perang Ukraina. Sementara itu Amerika Serikat atau AS dan Inggris telah mendorong aksi langsung dalam menyita dana ini untuk mendanai pemerintah di Kiev.

Menteri Keuangan AS, Janet Yellen bpekan ini bersikeras soal kuatnya fondasi hukum dan moral untuk penyitaan aset Rusia tersebut. Sedangkan Perdana Menteri Inggris, Rishi Sunak mendesak negara-negara Barat untuk "lebih berani" dalam upaya memanfaatkan aset.





Di sisi lain Prancis dan Jerman telah memperingatkan bahwa penyitaan langsung akan berdampak buruk pada sistem keuangan Barat. Uni Eropa telah memperingatkan tentang implikasi hukum dan keuangan dari langkah penyitaan aset Rusia.

Berbicara di sela-sela pertemuan para menteri keuangan dari kelompok ekonomi global utama G20 di Sao Paulo, tegah pekan kemarin, Menteri Keuangan Prancis Bruno Le Maire secara terbuka menentang pandangan Yellen bahwa memanfaatkan dana Rusia merupakan sesuatu yang legal.

Selain itu Ia juga mengungkap adanya perpecahan di antara negara-negara G7. "Kami tidak memiliki dasar hukum untuk menyita aset Rusia sekarang. Kita perlu bekerja lebih banyak," kata Le Maire.

Uni Eropa diketahui sedang mencari "langkah aman secara hukum yang juga dapat dilaksanakan dalam jangka pendek" untuk mendapatkan keuntungan dari aset Rusia yang dibekukan. Misalnya seperti bunga yang diperoleh dari aset yang dibekukan untuk membantu Kiev, seperti diungkapkan Menteri Keuangan Jerman Christian Lindner mengatakan kepada wartawan.
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More