Jika HGBT Distop, Kemenperin Minta Keran Impor Gas Dibuka
Minggu, 24 Maret 2024 - 19:00 WIB
JAKARTA - Kementerian Perindustrian ( Kemenperin ) tegas meminta agar program Harga Gas Bumi Tertentu ( HGBT ) dilanjutkan bahkan diperluas sesuai Perpse No 121/2020. Namun, jika Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, SKK Migas tak sanggup meneruskan program ini, Kemenperin meminta agar keran impor gas dibuka untuk industri.
"Kami meminta agar program HGBT sesuai Perpres Presiden Jokowi dilanjutkan bahkan diperluas dengan prinsip no one left behind, bukan hanya untuk tujuh sektor industri yang saat ini menerima fasilitas," ungkap Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (Dirjen ILMATE) Kemenperin Taufiek Bawazier dalam keterangan resmi, dikutip Minggu (24/3/2024).
Taufiek menjelaskan, meski terdapat berbagai kekurangan dari pelaksanaan HGBT, nilai positifnya masih lebih banyak dibanding bila program ini tidak dilanjutkan. Dia mengungkapkan, dari tujuh sektor industri penerima HGBT, industri pupuk, petrokimia, baja, keramik, kaca, oleokimia, serta sarung tangan karet berhasil meningkatkan nilai tambah ekspor pada tahun 2021-2023 sebesar Rp84,98 triliun, dengan nilai ekspor terbesar diraih oleh sektor oleokimia sebesar Rp48,49 triliun.
Bukan hanya ekspor, peningkatan pajak diperoleh senilai Rp27,81 triliun. Efek pengganda dari pemberian HGBT juga mendorong investasi baru sebesar Rp31,06 triliun, serta penurunan subsidi pupuk sebesar Rp13,33 triliun akibat penurunan Harga Pokok Penjualan (HPP) produksi.
Logikanya, sambung dia, jika HGBT ditiadakan atau tidak diperpanjang, maka terdapat opportunity lost bagi industri yang berujung perekonomian akan merosot dan menurun tiga kali lipat. Hal ini juga menyebabkan produk nasional menjadi tidak kompetitif, yang dapat berakibat pada penutupan pabrik serta PHK. "Karena itu, kepastian industri mendapatkan gas murah menjadi prioritas," tandasnya.
Terkait dengan itu, Taufiek menambahkan, jika memang Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, termasuk SKK Migas menyatakan tidak sanggup meneruskan program HGBT, maka Kemenperin meminta opsi untuk dibukakan keran impor gas dari negara-negara Teluk dengan harga yang bisa menyentuh USD3 per mmbtu untuk kebutuhan kawasan industri dengan kriteria untuk industri berorientasi ekspor dan subtitusi impor.
"Ini tentunya bisa mencapai enam kali lipat nilai tambah yang didapat dari HGBT gas domestik, sehingga dapat mendukung industri nasional untuk menjadi tangguh dan kuat, serta berdaya saing di tingkat ASEAN dan global," tegasnya.
"Kami meminta agar program HGBT sesuai Perpres Presiden Jokowi dilanjutkan bahkan diperluas dengan prinsip no one left behind, bukan hanya untuk tujuh sektor industri yang saat ini menerima fasilitas," ungkap Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (Dirjen ILMATE) Kemenperin Taufiek Bawazier dalam keterangan resmi, dikutip Minggu (24/3/2024).
Taufiek menjelaskan, meski terdapat berbagai kekurangan dari pelaksanaan HGBT, nilai positifnya masih lebih banyak dibanding bila program ini tidak dilanjutkan. Dia mengungkapkan, dari tujuh sektor industri penerima HGBT, industri pupuk, petrokimia, baja, keramik, kaca, oleokimia, serta sarung tangan karet berhasil meningkatkan nilai tambah ekspor pada tahun 2021-2023 sebesar Rp84,98 triliun, dengan nilai ekspor terbesar diraih oleh sektor oleokimia sebesar Rp48,49 triliun.
Bukan hanya ekspor, peningkatan pajak diperoleh senilai Rp27,81 triliun. Efek pengganda dari pemberian HGBT juga mendorong investasi baru sebesar Rp31,06 triliun, serta penurunan subsidi pupuk sebesar Rp13,33 triliun akibat penurunan Harga Pokok Penjualan (HPP) produksi.
Logikanya, sambung dia, jika HGBT ditiadakan atau tidak diperpanjang, maka terdapat opportunity lost bagi industri yang berujung perekonomian akan merosot dan menurun tiga kali lipat. Hal ini juga menyebabkan produk nasional menjadi tidak kompetitif, yang dapat berakibat pada penutupan pabrik serta PHK. "Karena itu, kepastian industri mendapatkan gas murah menjadi prioritas," tandasnya.
Terkait dengan itu, Taufiek menambahkan, jika memang Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, termasuk SKK Migas menyatakan tidak sanggup meneruskan program HGBT, maka Kemenperin meminta opsi untuk dibukakan keran impor gas dari negara-negara Teluk dengan harga yang bisa menyentuh USD3 per mmbtu untuk kebutuhan kawasan industri dengan kriteria untuk industri berorientasi ekspor dan subtitusi impor.
"Ini tentunya bisa mencapai enam kali lipat nilai tambah yang didapat dari HGBT gas domestik, sehingga dapat mendukung industri nasional untuk menjadi tangguh dan kuat, serta berdaya saing di tingkat ASEAN dan global," tegasnya.
(fjo)
tulis komentar anda