Netizen Protes THR 2024 Dipotong Pajak, Ini Penjelasan DJP
Sabtu, 30 Maret 2024 - 16:59 WIB
JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) merespons ramainya protes warganet alias netizen ihwal besarnya potongan pajak atas penghasilan dan tunjangan hari raya ( THR ) di Maret 2024. Protes ini ramai di sosial media sejak beberapa hari lalu.
Biang kerok penerapan skema baru penghitungan dan pemungutan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 yang diterapkan sejak Januari lalu. Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, menyebut terdapat metode penghitungan PPh pasal 21 pada bulan diterimanya tunjangan hari raya dengan skema tarif efektif rata-rata (TER).
Di mana, PPh 21 dihitung dengan menjumlahkan gaji dan THR yang diterima pada bulan bersangkutan, kemudian dikali dengan tarif sesuai tabel TER. Hasilnya, potongan pada bulan diterimanya THR akan lebih besar dibandingkan pada bulan-bulan lainnya.
"Jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong pada bulan diterimanya THR memang akan lebih besar dibandingkan pada bulan-bulan lainnya karena jumlah penghasilan yang diterima lebih besar, sebab terdiri dari komponen gaji dan THR," ujar Dwi dikutip, di Jakarta, Sabtu (30/3/2024).
Adapun, THR yang diterima karyawan perusahaan termasuk objek PPh 21. Kebijakan ini diatur melalui Pasal 4 ayat 1 huruf a UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh). Lalu, pengenaan pajak THR diatur dalam Peraturan DIrektur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tatacara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
Namun, terdapat perubahan skema penghitungan PPh 21 dengan TER yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023. Beleid ini merupakan simplifikasi cara perhitungan PPh pasal 21 melalui Tarif Efektif Rata Rata.
Bila metode penghitungan sebelumnya pemberi kerja akan melakukan dua kali penghitungan dengan tarif Pasal 17 yaitu PPh 21 untuk gaji dan PPh 21 untuk THR, maka dalam aturan baru pemberi kerja cukup menghitung penghasilan bruto sebulan dikali TER bulanan.
Komponen penghasilan bruto yang dimaksud mencakup gaji dan tunjangan teratur, termasuk uang lembur bonus, THR, jasa produksi dan penghasilan lain yang sifatnya tidak teratur, imbalan dari kegiatan yang digelar oleh pemberi kerja, pembayaran iuran jaminan sosial ketenagakerjaan dan kesehatan yang dibayarkan pemberi kerja, serta pembayaran premi asuransi yang dibayarkan pemberi kerja.
Biang kerok penerapan skema baru penghitungan dan pemungutan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 yang diterapkan sejak Januari lalu. Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, menyebut terdapat metode penghitungan PPh pasal 21 pada bulan diterimanya tunjangan hari raya dengan skema tarif efektif rata-rata (TER).
Di mana, PPh 21 dihitung dengan menjumlahkan gaji dan THR yang diterima pada bulan bersangkutan, kemudian dikali dengan tarif sesuai tabel TER. Hasilnya, potongan pada bulan diterimanya THR akan lebih besar dibandingkan pada bulan-bulan lainnya.
"Jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong pada bulan diterimanya THR memang akan lebih besar dibandingkan pada bulan-bulan lainnya karena jumlah penghasilan yang diterima lebih besar, sebab terdiri dari komponen gaji dan THR," ujar Dwi dikutip, di Jakarta, Sabtu (30/3/2024).
Adapun, THR yang diterima karyawan perusahaan termasuk objek PPh 21. Kebijakan ini diatur melalui Pasal 4 ayat 1 huruf a UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh). Lalu, pengenaan pajak THR diatur dalam Peraturan DIrektur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tatacara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
Namun, terdapat perubahan skema penghitungan PPh 21 dengan TER yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023. Beleid ini merupakan simplifikasi cara perhitungan PPh pasal 21 melalui Tarif Efektif Rata Rata.
Bila metode penghitungan sebelumnya pemberi kerja akan melakukan dua kali penghitungan dengan tarif Pasal 17 yaitu PPh 21 untuk gaji dan PPh 21 untuk THR, maka dalam aturan baru pemberi kerja cukup menghitung penghasilan bruto sebulan dikali TER bulanan.
Komponen penghasilan bruto yang dimaksud mencakup gaji dan tunjangan teratur, termasuk uang lembur bonus, THR, jasa produksi dan penghasilan lain yang sifatnya tidak teratur, imbalan dari kegiatan yang digelar oleh pemberi kerja, pembayaran iuran jaminan sosial ketenagakerjaan dan kesehatan yang dibayarkan pemberi kerja, serta pembayaran premi asuransi yang dibayarkan pemberi kerja.
tulis komentar anda