Keluar dari Rusia, Perusahaan Barat Boncos Lebih dari Rp1.681 Triliun
Minggu, 07 April 2024 - 06:42 WIB
MOSKOW - Perusahaan Barat yang meninggalkan pasar Rusia dipaksa menelan kerugian miliaran dolar dan kehilangan sumber pendaatan mereka. Hal ini dilansir Reuters, mengutip perhitungan berdasarkan pengajuan dan pernyataan perusahaan.
Moskow menerapkan persyaratan ketat bagi perusahaan yang ingin melakukan divestasi, serta memastikan pembeli lokal menerima diskon besar. Di sisi lain seperti diketahui Amerika Serikat (AS) dan sekutunya menjatuhkan sanksi yang belum pernah terjadi sebelumnya kepada Rusia selama dua tahun terakhir.
Sanksi Barat teresebut diklaim sebagai pembalasan atas operasi militer Moskow terhadap Ukraina. Gelombang sanksi AS dan sekutunya itu memberikan dampak signifikan bagi perusahaan-perusahaan Barat yang beroperasi di Rusia. Sedangkan beberapa perusahaan internasional juga dipaksa oleh Ukraina dan pendukungnya untuk keluar dari Rusia.
Menurut Reuters, keluar dari Rusia membuat perusahaan asing mengalami kerugian lebih dari USD107 miliar atau setara dengan Rp1.681 triliun (Kurs Rp15.710 per USD), angka itu meningkat 30% sejak penghitungan sebelumnya di bulan Agustus, lalu.
Dalam laporan tersebut menunjukkan bahwa peningkatan kerugian, sebagian besar berasal dari syarat ketat yang diterapkan Moskow untuk perusahaan yang ingin melakukan divestasi. Di antaranya mencakup diskon 50% untuk aset mereka dan biaya wajib untuk anggaran Rusia setidaknya 10% dari harga.
Beberapa kesepakatan divestasi telah dibuat dengan biaya nominal hanya 1 rubel, seperti dalam kasus produsen mobil Prancis, Renault. Raksasa mobil itu meninggalkan Rusia pada Mei 2022 dan melaporkan write-down lebih dari USD2 miliar sebagai akibat dari penarikan dari pasar terbesar kedua.
Sementara itu, terkait tentang jumlah perusahaan yang sudah keluar dari Rusia sejak 2022 bervariasi. Yale School of Management menyebutkan, jumlahnya sekitar 1.000 perusahaan, sedangkan proyek Leave Russia KSE mengklaim bahwa hanya 372 yang sudah merampungkan kepergian mereka.
Di sisi lain disebutkan masih ada ratusan perusahaan asing yang terus beroperasi di negara itu, termasuk peritel asa Prancis, Auc. Banyak produsen barang-barang konsumen dan produk sehari-hari menahan diri untuk tidak meninggalkan pasar Rusia, dengan alasan bahwa warga sipil bergantung pada produk mereka.
Beberapa perusahaan juga mengakui bahwa pergi meninggalkan Moskow akan menghabiskan biaya terlalu banyak.
Moskow mengatakan, tidak akan menghalangi bisnis asing untuk pergi, tetapi hanya dengan persyaratannya. Beberapa menganggap penarikan perusahaan-perusahaan Barat sebagai peluang yang menguntungkan bagi perusahaan domestik, yang dapat memperluas portofolio mereka dengan mengakuisisi aset perusahaan yang keluar dan melanjutkan operasional.
Moskow menerapkan persyaratan ketat bagi perusahaan yang ingin melakukan divestasi, serta memastikan pembeli lokal menerima diskon besar. Di sisi lain seperti diketahui Amerika Serikat (AS) dan sekutunya menjatuhkan sanksi yang belum pernah terjadi sebelumnya kepada Rusia selama dua tahun terakhir.
Baca Juga
Sanksi Barat teresebut diklaim sebagai pembalasan atas operasi militer Moskow terhadap Ukraina. Gelombang sanksi AS dan sekutunya itu memberikan dampak signifikan bagi perusahaan-perusahaan Barat yang beroperasi di Rusia. Sedangkan beberapa perusahaan internasional juga dipaksa oleh Ukraina dan pendukungnya untuk keluar dari Rusia.
Menurut Reuters, keluar dari Rusia membuat perusahaan asing mengalami kerugian lebih dari USD107 miliar atau setara dengan Rp1.681 triliun (Kurs Rp15.710 per USD), angka itu meningkat 30% sejak penghitungan sebelumnya di bulan Agustus, lalu.
Dalam laporan tersebut menunjukkan bahwa peningkatan kerugian, sebagian besar berasal dari syarat ketat yang diterapkan Moskow untuk perusahaan yang ingin melakukan divestasi. Di antaranya mencakup diskon 50% untuk aset mereka dan biaya wajib untuk anggaran Rusia setidaknya 10% dari harga.
Beberapa kesepakatan divestasi telah dibuat dengan biaya nominal hanya 1 rubel, seperti dalam kasus produsen mobil Prancis, Renault. Raksasa mobil itu meninggalkan Rusia pada Mei 2022 dan melaporkan write-down lebih dari USD2 miliar sebagai akibat dari penarikan dari pasar terbesar kedua.
Sementara itu, terkait tentang jumlah perusahaan yang sudah keluar dari Rusia sejak 2022 bervariasi. Yale School of Management menyebutkan, jumlahnya sekitar 1.000 perusahaan, sedangkan proyek Leave Russia KSE mengklaim bahwa hanya 372 yang sudah merampungkan kepergian mereka.
Di sisi lain disebutkan masih ada ratusan perusahaan asing yang terus beroperasi di negara itu, termasuk peritel asa Prancis, Auc. Banyak produsen barang-barang konsumen dan produk sehari-hari menahan diri untuk tidak meninggalkan pasar Rusia, dengan alasan bahwa warga sipil bergantung pada produk mereka.
Beberapa perusahaan juga mengakui bahwa pergi meninggalkan Moskow akan menghabiskan biaya terlalu banyak.
Moskow mengatakan, tidak akan menghalangi bisnis asing untuk pergi, tetapi hanya dengan persyaratannya. Beberapa menganggap penarikan perusahaan-perusahaan Barat sebagai peluang yang menguntungkan bagi perusahaan domestik, yang dapat memperluas portofolio mereka dengan mengakuisisi aset perusahaan yang keluar dan melanjutkan operasional.
(akr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda