Transformasi Pelabuhan Nonpetikemas Semakin Efisien dan Inovatif
Selasa, 16 April 2024 - 21:50 WIB
“Dari potensi bisnis ekspor, kami percaya layanan yang kami berikan bisa menghadirkan value yang lebih tinggi kepada pelanggan, ekosistem, dan negara,”tegasnya.
Dalam menangani unit kendaraan ekspor maupun impor, IPCC menerapkan standar yang ketat. Dalam hal handling dan storage, untuk unit CBU ekspor dan impor, saat kendaraan masuk ke dalam kawasan, dilakukan pengecekan unit di Central Inspection Facility (CIF), dimana jika terdapat temuan damage (kerusakan), scratch (goresan), dan dent (penyok), maka informasi tersebut akan dikonfirmasi kepada pabrikan. Hal itu dilakukan untuk menjaga kualitas kendaraan tetap terjaga.
Pabrikan juga bisa mengakses dan memonitor kendaraan mulai dari masuk pelabuhan (Port In), selama ada di pelabuhan (Yard Location), dan masuk kedalam kapal (Port Out). Layanan Auto Gate System yang dihadirkan IPCC dirasakan para pabrikan sangat membantu kelancaran proses pengiriman kendaraan. IPCC mengadopsi teknologi informasi yang menghadirkan efisiensi di segala lini.
Salah satunya yakni penerapan Radio Frequency Identification (RFID). RFID menggunakan verifikasi informasi digital dengan adopsi sistem autogate. Dengan penggunaan teknologi RFID yang terintegrasi, sistem pencatatan dari pemilik kargo hingga pencatatan di Bea Cukai menjadi terintegrasi.
Saat masuk gate terminal, spesifikasi unit mobil yang akan di ekspor telah terbaca RFID sehingga data-data kendaraan masuk ke dalam server RFID. Selanjutnya, data-data di dalam RFID bisa diakses oleh pemilik unit kendaraan dalam hal ini pabrikan, terkait dengan penempatan unit kendaraan di lahan penumpukan maupun gedung parkir, hingga dokumen-dokumen yang diterbitkan Bea Cukai. Dengan demikian, tercipta simplifikasi birokrasi yang selama ini dinilai sebagai salah satu penyebab biaya tinggi logistik nasional.
Dengan mengusung konsep Beyond The Gate, IPCC memberikan pelayanan terintegrasi mulai dari manufacturing sampai ke terminal. IPCC juga berkolaborasi dengan car carrier, dan menghadirkan value added service. Misalnya mini repair, pemasangan aksesori hingga menyediakan charging station untuk kendaraan listrik. Juga pengecekan kualitas kendaraan apabila kendaraan long stay di terminal penampungan. “Kami juga berkolaborasi dengan perusahaan pelayaran untuk pengiriman domestik,”kata Sugeng. Untuk mobil listrik, IPCC melayani pengiriman mobil dari Hyundai, Wuling, dan BYD.
Sugeng menyadari, dalam ekosistem kepelabuhanan ada kompetisi untuk menjadi yang terbaik dan menjadi pilihan pelanggan. “Pesaing kami bukan di domestik. Tetapi pelabuhan di Thailand dan India. Sedangkan Singapura hanya sebagai hub saja,”paparnya.
Karenanya, IPCC berharap di masa mendatang pemerintah menghadirkan kebijakan yang kondusif bagi dunia usaha khususnya di sektor otomotif. Sehingga para pabrikan berminat untuk memproduksi mobilnya di Indonesia. “Tentunya itu akan meningkatkan ekspor mobil dari Indonesia. Saat ini pabrikan besar berasal dari tiga negara yakni Jepang, Korea, dan China. Jika negara-negara itu banyak memproduksi mobil di Indonesia, ekspor asal Indonesia semakin banyak,” ungkapnya.
IPCC sendiri melakukan inovasi dalam hal pelayanan melalui kerjasama dengan pabrikan mobil untuk menghadapi persaingan. Salah satunya dengan membuat penampungan yang dekat dengan pelabuhan. Sehingga kendaraan yang akan di ekspor lebih cepat diangkut saat kapal bersandar. Dalam beberapa kesempatan Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara menyatakan peran penting pelabuhan untuk menopang ekspor mobil nasional ke mancanegara.
Data Gaikindo menyebutkan, ekspor mobil secara utuh atau completely built up (CBU) asal Indonesia tercatat sebanyak 505.134 pada Januari-Desember 2023 atau meningkat 6,7% year on year (YoY) dibandingkan ekspor mobil pada tahun 2022 yakni 473.602 unit. Gaikindo pun optimistis ekspor mobil bakal melebih 600.000 unit tahun ini.
Dalam menangani unit kendaraan ekspor maupun impor, IPCC menerapkan standar yang ketat. Dalam hal handling dan storage, untuk unit CBU ekspor dan impor, saat kendaraan masuk ke dalam kawasan, dilakukan pengecekan unit di Central Inspection Facility (CIF), dimana jika terdapat temuan damage (kerusakan), scratch (goresan), dan dent (penyok), maka informasi tersebut akan dikonfirmasi kepada pabrikan. Hal itu dilakukan untuk menjaga kualitas kendaraan tetap terjaga.
Pabrikan juga bisa mengakses dan memonitor kendaraan mulai dari masuk pelabuhan (Port In), selama ada di pelabuhan (Yard Location), dan masuk kedalam kapal (Port Out). Layanan Auto Gate System yang dihadirkan IPCC dirasakan para pabrikan sangat membantu kelancaran proses pengiriman kendaraan. IPCC mengadopsi teknologi informasi yang menghadirkan efisiensi di segala lini.
Salah satunya yakni penerapan Radio Frequency Identification (RFID). RFID menggunakan verifikasi informasi digital dengan adopsi sistem autogate. Dengan penggunaan teknologi RFID yang terintegrasi, sistem pencatatan dari pemilik kargo hingga pencatatan di Bea Cukai menjadi terintegrasi.
Saat masuk gate terminal, spesifikasi unit mobil yang akan di ekspor telah terbaca RFID sehingga data-data kendaraan masuk ke dalam server RFID. Selanjutnya, data-data di dalam RFID bisa diakses oleh pemilik unit kendaraan dalam hal ini pabrikan, terkait dengan penempatan unit kendaraan di lahan penumpukan maupun gedung parkir, hingga dokumen-dokumen yang diterbitkan Bea Cukai. Dengan demikian, tercipta simplifikasi birokrasi yang selama ini dinilai sebagai salah satu penyebab biaya tinggi logistik nasional.
Dengan mengusung konsep Beyond The Gate, IPCC memberikan pelayanan terintegrasi mulai dari manufacturing sampai ke terminal. IPCC juga berkolaborasi dengan car carrier, dan menghadirkan value added service. Misalnya mini repair, pemasangan aksesori hingga menyediakan charging station untuk kendaraan listrik. Juga pengecekan kualitas kendaraan apabila kendaraan long stay di terminal penampungan. “Kami juga berkolaborasi dengan perusahaan pelayaran untuk pengiriman domestik,”kata Sugeng. Untuk mobil listrik, IPCC melayani pengiriman mobil dari Hyundai, Wuling, dan BYD.
Sugeng menyadari, dalam ekosistem kepelabuhanan ada kompetisi untuk menjadi yang terbaik dan menjadi pilihan pelanggan. “Pesaing kami bukan di domestik. Tetapi pelabuhan di Thailand dan India. Sedangkan Singapura hanya sebagai hub saja,”paparnya.
Karenanya, IPCC berharap di masa mendatang pemerintah menghadirkan kebijakan yang kondusif bagi dunia usaha khususnya di sektor otomotif. Sehingga para pabrikan berminat untuk memproduksi mobilnya di Indonesia. “Tentunya itu akan meningkatkan ekspor mobil dari Indonesia. Saat ini pabrikan besar berasal dari tiga negara yakni Jepang, Korea, dan China. Jika negara-negara itu banyak memproduksi mobil di Indonesia, ekspor asal Indonesia semakin banyak,” ungkapnya.
IPCC sendiri melakukan inovasi dalam hal pelayanan melalui kerjasama dengan pabrikan mobil untuk menghadapi persaingan. Salah satunya dengan membuat penampungan yang dekat dengan pelabuhan. Sehingga kendaraan yang akan di ekspor lebih cepat diangkut saat kapal bersandar. Dalam beberapa kesempatan Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara menyatakan peran penting pelabuhan untuk menopang ekspor mobil nasional ke mancanegara.
Data Gaikindo menyebutkan, ekspor mobil secara utuh atau completely built up (CBU) asal Indonesia tercatat sebanyak 505.134 pada Januari-Desember 2023 atau meningkat 6,7% year on year (YoY) dibandingkan ekspor mobil pada tahun 2022 yakni 473.602 unit. Gaikindo pun optimistis ekspor mobil bakal melebih 600.000 unit tahun ini.
tulis komentar anda